Beberapa hari yang lalu Gama sempat membujuk Gio untuk berobat ke Singapur namun Gio menolaknya mentah-mentah.
Gio tau kalau pengobatan di sana jauh lebih baik di sini namun tetap saja dia tidak ingin pergi.
Di sana dia hanya akan berdua saja bersama Jeno yang memang bekerja di Singapur dan meskipun keluarganya berjanji padanya akan mengunjunginya setiap minggu.
Bukan apa, Gio hanya tidak ingin lagi merasa kesepian apalagi jauh dari keluarganya nanti.
Baru saja dia merasakan kehangatan dan perhatian dari mereka semua. Biarkan dia egois, dia masih mau berada di dekat keluarganya.
Gio takut kalau ternyata waktunya tidak lama lagi dan saat itu tidak ada keluarganya di sisinya di saat-saat terakhir.
Gama pun mengalah, dia juga sebenarnya tidak ingin berjauhan dengan cucuknya namun dia masih harus berada di Indonesia karena pekerjaannya begitupun dengan yang lainnya.
Pada akhirnya Jeno memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya yang di Singapur dan menetap di Indonesia.
Dafa dan Alya pun tidak bisa memaksakan hal tersebut dan pada akhirnya mengikuti permintaan Gio.
Kini Gama sedang berdiskusi dengan Arta dan Dafa mengenai tindakan pengobatan yang akan di lakukan pada Gio kedepannya.
"Besok kita bisa mulai kemoterapi ke-2, dan mungkin kita akan menaikan sedikit dosisnya karena kalau diliat dari kemoterapi kemaren ga berefek apa-apa." Jenal Arta.
"Efek sampinya?" Tanya Dafa.
Dia merasa khawatir membayangkan putranya kesakitan saat menjalani pengobatan tersebut.
"Lu tau sendiri kan gimana efek sampingnya? Itu hal yang umun dalam pengobatan ini Daf, jangan khawatir dan rawat aja Gio baik-baik biar dia bisa lewatin semua itu."
"Lagian ini bukan pertama kalinya buat Gio."
Dafa mengusap kasar wajahnya, benar ini sudah ke sekian kalinya Gio merasakan kesakitan tanpa dirinya tau hal itu.
Dia sudah mendengar semua dari Arta mengenai kondisi Gio dan sejak kapan penyakit mematikan itu pertama kali bersarang di tubuh anaknya.
Mendengar hal itu membuatnya merasa gagal menjadi sosok ayah untuk anaknya.
Kali ini dia akan berusaha sebisa mungkin untuk merawat dan memberikan perhatiannya pada Gio.
"Lakukan yang terbaik, sembuhkan cucuk saya sebusa mungkin." Ucap Gama dengan tegas menatap lurus Arta.
Tanpa di minta pun Arta akan melakukannya dengan sebaik mungkin.
"Gua mohon Ta, sembuhin anak gua."
Arta menghela nafasnya, bisa-bisanya dia baru tau kalau ternyata Gio adalah anak dari teman semasa kuliahnya.
Awalnya Arta kira Gio sudah tidak memiliki kedua orang tua karena ketika tiap kali berobat Gio hanya ditemani oleh Jeno sebagai walinya.
Arta juga tidak menanyakannya karena takut menyinggung perasaan mereka. Jeno kakaknya sebagai wali Gio saja sudah cukup untuk diberi tanggung jawab jadi dia tidak akan penasaran.
Saat pertama kali tau faktanya Arta benar-benar merasa marah dan kecewa pada Dafa, temannya itu.
Meskipun sebenarnya mereka tidak terlalu dekat sehingga membuat Arta harus tau silsilah keluarganya, tapi setidaknya Dafa menampakkan diri sebagai walinya Gio tiap kali anak itu melakukan pengobatan dengannya.
"Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu prof." Ucap Arta berdiri lalu membungkukkan badannya untuk memberikan salam kepada Gama.
Gama berdehem singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Roman pour AdolescentsBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...