8. Nara

749 47 0
                                    

Cuaca pagi ini sedikit gerimis, bukan Bogor namanya kalau sehari saja tidak hujan apalagi di musim penghujan seperti sekarang ini.

Namun aktifitas semua orang tetap berjalan seperti biasanya. Siswa yang tetapi pergi ke sekolah, beberapa orang dewasa yang tetap masuk kerja, pedagang jalanan yang sudah siap dengan dagangan semua aktifitas tetap berjalan.

Pun dengan Gio yang kini sedang berjalan cepat menelusuri trotoar menuju halte bus yang jaraknya cukup dekat dari rumahnya.

Rintikan grimis mulai membasahi seragamnya, namun dia abai karena tetesa air kecil itu tidak akan membasahi tubuhnya dengan sempurna. Gio mulai berlari ketika melihat bus yang sudah berhenti di halte.

Gio langsung saja masuk ke dalam bus dan tidak lupa untuk men tap kartu pembayarannya.

Gio menatap keseluruhan bus, penuh. Sudah tidak ada bangku yang kosong jadi dia terpaksa berdiri. Kini Gio berdiri sambil mencengkram handle yang ada di atas kepalanya. Matanya kini tertuju ke jendela bus sambil memperhatikan gemercik ringan air yang syahdu.

Tanpa Gio sadari bus kembali berhenti di halte selanjutnya.

'Nara', batinnya ketika melihat sosok gadis mengenakan seragam yang sama dengannya yang sedang menunggu di halte bus.

Gio memperhatikan gadis tersebut yang kini memasuki bus yang sama dengannya. Dan kini gadis yang bernama Nara itu berdiri tepat di sebelahnya.

Sekilas Nara memperhatikan Gio lalu dengan cepat Nara mematahkan pandangannya dan hendak untuk menjauh dari Gio. Namun tangan Gio refleks untuk menahannya.

Nara yang tidak suka itu pun langsung menghempas tangan Gio darinya.

"Gua aja yang pergi." Ucap Gio kemudian melangkah menjauh dari Nara.

Meskipun begitu tatapan Gio tidak lepas untuk memperhatikan Nara. Rasanya dia ingin mengenggam tangan gadis itu seperti yang sering dia lakukan dulu.

Gio menghela nafasnya kasar ketika menyadari hujan yang kini menjadi deras. Untung saja dia sudah ada di dalam bus.

Kini akhirnya bus itu berhenti di halte tepat depan gerbang sekolahnya.

Beberapa siswa yang bersekolah disitu berbondong-bondong untuk keluar dari bus. Mereka berlari cepat ke halte agar tubuhnya tidak basah oleh air hujan.

Dan ketika mereka sudah berdiri tepat dibawah kanopi halte mereka mulai sibuk membuka payungnya masing-masing untuk digunakan. Setelah itu mereka kompak berlari kecil menyebrangi jalan dan menuju gerbang sekolahnya.

Salahnya Gio tidak membawa payung dan terpaksa untuk berlari secepatnya dengan tas yang dia gunakan sebagai penutup kepala.

Nara, gadis itu bahkan sudah sampai terlebih dahulu dan sudah masuk ke sekolah.

.
.

Ketika sudah ada di dalam kelas Gio langsung saja mengeluarkan semua bukunya yang ada di dalam tas agar tidak rusak karena basahan. Begitu pun sepatu yang sempat dia masukan ke dalam tas. Ya tadi setelah turun di bus hingga masuk ke toilet Gio nyeker.

Gio memutuskan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu untuk merapihkan penampilannya yang sedikit kacau.

Lalu Gio kembali mengenakan seragamnya yang sepat dia lepas di bus agar tidak basah karena hujan. Gio memasukkan kaos polosnya yang sudah basah itu ke dalam tasnya.

Setelah dirasa penampilannya cukup rapih Gio segera beranjak keluar dari toilet dan menuju kelasnya.

Tangan kanannya kini menampung buku-buku yang dia keluarkan dari tasnya. Sedangkan tangan kirinya memegangi tas yang sudah basah.

Gio berjalan menelusuri koridor sekolah sambil memperhatikan para murid yang sibuk piket pagi.

Hawa dingin berhasil menembus kulitnya. Tubuhnya sedikit menggigil karena dia hanya menggunakan satu lapis pakaian. Gio lupa untuk membawa jaketnya.

Kemudian dia sampai di kelasnya yang masih terbilang sepi. Karena biasanya saat hujan pagi-pagi gini para murid banyak yang terlambat.

Gio menatap AC ruangan yang menyala, heran padahal udara udah dingin gini masih saja menyalakan AC. Namun Gio tidak bisa melakukan apapun karena pasti ada beberapa siswa yang protes kalau ACnya di matikan.

Gio langsung saja menuju kursinya yang terletak di barisan paling belakang dengan shaf yang paling tengah.

Gio melewati Fito dan Vernon yang memang duduk tepat di depan kursinya. Mereka sedang mengobrol dan sempat saling tatap dengannya ketika Gio melewatinya.

Kini tas Gio yang basah di simpan di lantai belakang agar tidak menganggunya. Lalu dia segegra duduk di kursinya.

Gio menumpu dagunya dengan tangan kirinya dan tangan kanannya sibuk memainkan ponselnya.

Dia menghela nafasnya kasar karena sejak kemarin ini Jeno tidak juga membalas chatnya. Jangankan membalasnya bahkan membukannya pun tidak. Mau sampai kapan Jeno marah padanya.

Gio mulai menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya sambil mematikan ponselnya. Entah mengapa badannya menjadi lemas gini.

Tangannya mengelus pelan dadanya yang mulai terasa tidak nyaman. Gio kini merasa khawatir dengan dirinya sendiri. Dia ingat perkataan Arta semalam. Gio kembali menegakkan tubuhnya dan menggeleng kuat untuk menepis kekhawatirannya itu.

Kiti tangannya sibuk untuk membuka tiap halaman buku paketnya untuk mengalihkan perhatiannya.

"Oh ya, besok kita ga jadi kerja kelompok. Jadinya besoknya lagi." Ucap Vernon sambil membalikkan badannya kebelakang agar menghadap lawan bicaranya yaitu Gio.

Gio mengangkat kepalanya lalu menatap Vernon. Senyum tipis terukir di wajahnya lalu Gio mengangguk paham sambil mengacungkan jempolnya.

Lalu Vernon kembali memposisikan tubuhnya menghadap depan.

.
.

Kini Gio sedang berada di perpustakaan karena guru matematikanya meminta untuk membawakan beberapa buku dari perpustaan sebelum jam pelajarannya masuk.

Tidak ada banyak siswa yang berada di perpustaan karena sekarang ini memang jam istirahat yang dimana mereka lebih memilik kanti sebagai tujuannya.

Namun tidak untuk Nara, gadis yang kini sibuk membaca buku-buku di hadapannya. Tatapan Gio tidak terputus dari gadis berambut se bahu itu.

Melihat Nara yang sedang fokus untuk memahami materi-materi membuat Gio enggan untuk meninggalkan perpustakaan. Dan akhirnya dia hanya duduk di meja yang letaknya sedikit jauh dari posisi Nara.

Meskipun jauh Gio masih dapat memperhatikan gadis itu. Gio terkekeh pelan karena gemas memperhatikan wajah Nara yang menggerutu kesal karena tidak dapat menyelesaikan soalnya.

Ingin sekali rasanya Gio membantunya namun pasti Nara akan langsung pergi ketika dia mendekat.

Kini tatapan Gio berubah menjadi tatapan bersalah. Karenanya Nara jadi lebih sering menghabiskan waktu di perpustakaan. Itu salahnya.

Nara jadi harus berusaha keras untuk mengejar mimpinya dari awal karena dia sudah gagal pada kesempatan pertamanya dan hal itu membuat Nara kehilangan semua harapannya. Dan hal itu tidak lepas dari kesalahan yang Gio lakukan satu tahun yang lalu.

Paper CutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang