Gio memijat pangkal hidungnya. Seorang siswi datang kepadanya dan bilang adiknya Alfa lagi-lagi berbuat masalah dengan siswa lain. Mau tak mau dia harus melibatkan diri pada hal itu.
Dilangkahkan kakinya mengikuti siswi yang tadi menghampirinya untuk menemui sang adik.
Terdengar suara ribut dari arah lapangan indoor sekolah. Seluruh siswa mengerubuni satu titik yang Gio tebak pasti kini adiknya yang sedang menjadi pusat perhatian puluhan siswa tersebut.
"Cukup! Kalian berenti!" Tegas Gio sambil menahan tangan Alfa yang sedang membabi buta memukuli lawannya. Namun dengan cepat Alfa menepis tangan Gio. Alfa menghentikan aksinya lalu menatap tajam sang kakak setelahnya dia langsung pergi melalui Gio.
"Tunggu Fa! gua perlu becara sama lo." Guo mengikuti langkah Alfa lalu mencengkrang tangan Alfa. Langkah kaki Alfa terhenti sebentar dan Gio langsung mengambil kesempatan memimpin jalan.
Gio memimpin jalan mengarahkan Alfa keluar gedung.
"Apa-apaan si lo! Lepasin tangan gua sekarang." Alfa terus memberontak namun Gio tidak juga melepaskan cengkramannya.
Hingga akhirnya mereka tiba di taman tak jauh dari tempat tadi.
"Bisa ga lo ga bikin masalah teru Fa? Gua udah cape ngadepin tingkah lo gini. Kenapa lo jadi gini si dek? Hobi lo berantem, buat masalah, bolos. Kalo ada apa-apa sama lu...." Ucap Gio.
"Apa peduli lo? Ga usah sok peduli, gua bisa jaga diri gua sendiri dan ga butuh perhatian palsu lo itu." Alfa memotong kalimat Gio.
"Tentu aja gua pedulu! Lo adek gua masa iya gua bisa cuek gitu aja. Mamah sama papah nitipin lo ke gue di sekolah dan lo tanggung jawab gua!" Gio kini sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Rasa tanggung jawab ya? Kalo mamah sama papah ga nitip gua ke lo juga lo bakal cuek kan? Ini semua cuman karena suruhan mereka dan lo ga bener-bener peduli sama gua."
"Ga gitu Fa, lo bisa ga si dengerin gua sekali aja? Mamah sama papah udah ngasih kebebasan sama lo sekarang tapi bukan berarti lo bisa sebebas ini! Lo terlalu nakal buat di lepasin. Gua ga mau bikin mamah sama papah kecewa sama tingkah lo yang sekarang!"
"Terus apa? Lo mau lapor mereka kalo sekarang gua udh jadi berandalan sekolah?"
Gio hanya terdiam, sunggu sulit sekali menghadapi adiknya yang memiliki kepala batu ini.
"Gua bilang kan, gua ga mau bikin mereka kecewa sama lo jadi gua ga akan pernah bilang."
"Bagus deh kalo gitu." Ucap Alfa.
"Tapi bukan berati karena gua ga bilang ke mereka lo bisa berbuat seenaknya terus menerus. Lo harus berubah, berubah jadi Alfa ade gua yang dulu."
"Ga usah urusin hidup gua." Ucap Alfa kemudian pergi meninggalkan Gio.
.
.
.
Kini Gio sedang ada di ruang bk untuk mengurus masalah yang sudah di buat adiknya."Saya mohon maaf sebesar-besarnya bu, tadi saya kelepasan." Lirih Gio sambil menundukkan kepalanya.
Guru itu menatap tidak suka pada Gio. Murid yang dia hafal betul karena sudah menjadi langganan keluar masuk ruang bk dengan berbagai macam tingkahnya.
"Kelepasan-kelepasan, enak kamu kalau ngomong. Liat anak orang sampai bonyok gitu karena kamu." Guru itu menunjuk siswa yang kini sedang duduk di sofa yang ada dalam rungan. Siswa itu hanya memperhatikan sang guru sedang memarahi Gio habis-habisan.
"Mau saya panggil orang tua kamu berkali-kali juga ga pernah dateng. Heran saya, anaknya buat masalah gini malah cuek apa ga di didik."
Gio hanya mengusap tengkunya dengan sedikit kasar berharap dapat menghilangkan gugupnya.
"Jangan mentang-mentang kamu anak nomor 1 di sekolah kamu malah bertindak seenaknya karena sekolah ga bisa ngeluarin kamu gitu aja. Kamu juga harus tau batasan Giovino."
"Iya bu, saya bakal intropeksi diri."
"Harus itu, sudah sekarang kalian keluar. Waktu saya cukup terbuat buat bicara sama berandalan kaya kamu."
Gio mengangguk lalu melangkahkan kakinya keluar ruangan di ikutin adik kelasnya, atau lebih tepatnya korban dari Alfa.
Langkahnya terhenti dirasa seorang mengikutinya dari belakang. Gio memutar tubuhnya untuk melihat orang tersebut.
Gio menghela nafasnya, "bagus deh lo ga buka mulut atas kejadian sebenernya. Inget! Kalo sekali aja lo buka mulut abis lo di tangan gua." Ancam Gio pada adik kelasnya itu.
Adik kelasnya pun mengangguk menuruti kata-kata Gio. Takut Gio akan memukulnya dia segera beranjak menjauhi Gio.
Kini Gio melangkahkan kakinya untuk kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran yang sudah dimulai sejak 15 menit yang lalu.
Setelahnya sampai di kelas, ia disambut oleh tatapan tajam dari sang guru. "Dari mana aja kamu baru dateng sekarang?" Tanya guru yang sedang mengajar dikelasnya.
"Maaf bu saya tadi habis dari toilet." Ucap Gio sambil membungkukkan badannya.
"Cepat masuk, kita sedang ulangan. Waktunya 30 menit tapi kamu baru dateng itu berarti waktu kamu tinggal 15 menit lagi."
Gio hanya mengangguk sebagai jawaban lalu segera duduk di kursinya.
Dihadapannya kini terdapat lembaran kertas soal dan satu lembar kertas jawaban. Gio mulai menjawab satu per satu soal yang tertera hingga saat waktunya habis.
.
.
.Sudah waktunya pulang, seluruh siswa berhamburan keluar gerbang sekolah namun sebagian mereka tetap berada di sekolah karena mengikuti kegiatan ekstrakulikulernya.
Tangan Gio berkerak untuk membereskan mejanya dan memasukkan barang-barangnya ke dalam tas hitam miliknya.
Kemudian Gio berdiri dan melangkahkan kakinya menuju parkiran sekolah untuk segera pulang.
Tidak ada gunanya bagi Gio untuk tetap di sekolah karena dia tidak mengikuti kegiatan eskul sama sekali dan dia juga tidak mempunyai teman satu pun.
Terakhir kali dia punya teman saat dirinya masih menduduki kelas 11. Namun karena satu hal yang fatal semuanya menjauh darinya. Dan kini Gio benar-benar sendiri.
Saat sudah sampai di parkiran Gio melihat sekumpulan siswa yang memang menjadikan parkiran itu sebagai basecampnya.
Rather, nama geng dari sekumpulan siswa tersebut. Geng ini merupakan pilar sekolahnya dan tidak ada boleh yang menganggu ketenangan mereka. Meski begitu mereka bukanlah berandal yang akan mencari ribut terlebih dahulu. Mereka tidak akan bertindak jika tidak ada faktor yang memicunya.
Geng itu sudah ada sejak Gio masih duduk di bangku smp. Dan asal kalian tau, Gio adalah pedirinya dan sudah mejadi ketua geng tersebut selama 4 tahun.
Namun kini dia bukanlah siapa-siapa di geng tersebut. Dirinya di campakkan oleh anggota Rather lainnya dan terpaksa keluar dari geng tersebut.
Namun Gio senang, geng tersebut tidaklah bubar meskipun dirinya sudah bukan bagian dari Rather. Gio berharap Rather tetap bertahan seterusnya.
Gio langsung saja menyalakan mesin motonya dan meninggalkan parkiran sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...