19. Kakaknya Olin

725 46 0
                                    

Di sebuah rumah yang sederhana terletak sedikit jauh dari pusat kota Bogor namun memiliki akses jalan yang mudah untuk pergi ke kota. Di situlah Olin sekarang tinggal.

Dulu Olin tinggal di Jakarta bersama dengan ibunya. Namun sekarang dia memutuskan untuk tinggal di bogor bersama dengan nenek dan kakaknya.

Ibunya hanyalah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Jakarta. Sedangkan sang ayah sudah meninggal sejak dia kecil. Karena dari itu sang ibu sibuk dengan pekerjaannya yang sekarang menjadi tulang punggung keluarganya.

Takut tidak dapat memantau Olin di Jakarta jadi ibunya meminta Olin untuk tinggal bersama dengan neneknya di Bogor.

Olin bukan dari keluarga berada tetapi dia dapat memasuki sekolah ber gengsi di kota Bogor karena otak pintarnya yang sudah turun temurun dari keluarganya. Dia mendapatkan beasiswa di sekolah yang sama seperti kakaknya.

"Kak Fannyyyy!" teriak Olin sambil berlari menuju pintu kamar kakak perempuannya. Padahal Olin baru saja pulang, tanpa mengganti seragamnya dia langsung menghampiri kakaknya.

Setelah itu dia langsung saja masuk ke kamar kakaknya itu dan dapat di lihat kakaknya yang sedang belajar. Sepanjang harinya dia habiskan hanya untuk belajar.

Sebenernya otak kakaknya itu tidak se pintar Olin, maka dari itu kakaknya harus tetap berusaha belajar dengan giat. Berbeda dengan Olin cukup mendengarkan sekali di kelas saja dia sudah langsung paham dan hafal dengan materi yang disampaikan.

Olin merebahkan dirinya di atas kasur milik kakaknya itu sambil memperhatikan kakaknya yang sedang berkutat dengan buku-buku catatannya.

"Kak ga bosen apa belajar mulu?" Tanya Olin.

"Di sekolah seharian belajar, pulang sekolah langsung belajar lagi. Heran kok punya hobi belajarrr aja terus." Keluhnya.

"Pantes ga ada cowo yang ngedeket, soalnya takut nanti malah di duain sama buku-buku."

Olin langsung saja mengatupkan bibirnya ketika kakaknya melayangkan tatapan tidak bersahabatnya itu.

"Kakak inget kak Ino yang pernah aku ceritain itu ga?" Tanya Olin dengan penuh semangat.

Sang kakak memberi deheman singkat sebagai jawaban sedangkan matanya kini hanya terfokus dengan buku.

Tidak peduli dengan reaksi sang kakak Olin pun melanjutkan ceritanya, "ternyata dia sekolah di sekolah yang sama sama kita kak." Ucapnya.

Kakaknya kini menghentikan kegiatan belajarnya kemudian berbalik menghadap Olin yang sedang tidur diatas ranjangnya dia mulai tertarik dengan cerita Olin, "oh ya? Ino yang sering kamu ceritain itu?"

Olin mengangguk dengan semangat.

"Iyaaa, kak Ino yang sering nemenin Olin kalo bunda lagi sibuk sama kerjaannya." Ucap Olin.

"Serius? Kakak penasaran sama orang yang mana. Dari kelas mana dia dek kamu tau?" Tanya kakaknya Olin.

"Yah Olin lupa tanya kak, tapi kayaknya dia seangkatan sama kakak deh. Kan umur kalian sama."

"Kalau namanya? Nama panjangnya gitu. Kakak mau bilang terimakasih banyak ke dia soalnya udah banyak bantu bunda buat ngurus anak badung kayak kamu."

Olin mengerutkan dahinya kesal, tidak terima dikatai badung sama kakaknya itu. "Enak aja" sautnya.

"Gatau Olin lupa, ga nanya lagi juga."

"Yahhh, padahal kakak penasaran setengah mati sama dia." Ucap kakaknya Olin sambil meluruhkan punggungnya di sandaran kursi belajarnya.

"Oh! Atau besok kakak mau ikut sama kita? Besok aku sama kak Ino ada janji mau makan siang bareng di taman deket perpustakaan." Ucap Olin.

Kakaknya Olin pun tertarik dengan ajakannya dan mengangguk setuju sebagai jawabannya.

"Boleh deh dek, kakak juga biasanya kalau istirahat ke perpustakaan jadi sekalian aja."

Dulu satu tahun yang lalu Olin sering kali bercerita mengenai Ino a.k.a Gio pada kakaknya itu. Setiap kali telponan Gio selalu menjadi topik utama mereka.

Olin banyak bercerita mengenai hari-harinya yang dia habiskan bersama Gio di rumah sakit bundanya bekerja.

Kakaknya ini belum pernah melihat Gio karena itu dia selalu penasaran seperti apa Gio yang selalu bersama adiknya itu. Adiknya tidak punya ponsel jadi hanya telponan saat bundanya meminjaminya ponsel. Dan saat ada bundanya pula Gio tidak ada di sana. Karena biasanya Gio hanya menemani Olin ketika bundanya itu sibuk bekerja.

Mereka berhenti bercerita-cerita ketika nenek mereka masuk ke kamar kakaknya untuk menyuruhnya makan malam.

"Olin, eneng. hayu atu dahar heula." (Ayo makan dulu)

Ucap neneknya lalu diangguki kedua bersaudara ini kemudian beranjak keluar kamar dan menuju tempat neneknya menyajikan makanan.

"Atos asak nek sangu na?" (Udah mateng nek nasinya?)

"Atos atuh, amun acan mah enteu nenek panggil tiheula." (Udah dong, kalau belum mah ga nenek panggil duluan.)

Mereka pun sampai di ruang tv yang dimana sudah ter gelar tikar dan beberapa jenis makanan yang sudah dihidangkan diatasnya.

Sebenarnya di rumah ini ada meja makan namun fungsingya teralihkan sebagai tempat penyimpanan berbagai macam barang seperti peralatan dapur rice cooker, piring, gelas dan toples kue khongu*n yang berisi renginang. Membuatnya tidak cukup lagi untuk dipakai makan bersama-sama.

Jadi biasanya mereka akan makan lesehan di depan tv sambil menikmati acara tv super deal kesukaan sang nenek.

"Sok atuh Olin jeung Neng Nara dahar. Iyeu aya layur jeung tempe. Di seepkeun tong kasisa nya, nyaah amun di sisa sisa mah."  (Ayo makan Olin sama neg Nara. Ini ada layur sama tempe. Di abisi jangan disisain ya. Sayang kalau di sisa siain mah)

"Atuh heeuh nek, pan teu pernah da abdi nyesakeun makanan."  (Ya iya dong nek, kan aku ga pernah tuh nyisain makanan)

Nara pun menyindukkan nasinya keatas piring dan mengambil lauk yang tersedia. Bergiliran dengan Olin dan sang nenek.

Mereka pun kemudian menikmati makanannya sambil berbincang dan menonton televisi.

Olin hanya memperhatikan interaksi kakaknya dengan neneknya. Dia tidak paham sama sekali dengan bahasa sunda. Sedangkan neneknya selalu berbahasa sunda. Membuat Olin bertanya-tanya pada Nara setiap kali neneknya berbicara padanya.
Entah karena neneknya tidak pandai berbahasa Indonesia atau karena memang sudah terbiasa dengan bahasa sunda.

Ya, kakak Olin adalah Nara. Nara yang kita tau, Sanara Dafanny. Olin memanggil kakaknya dengan nama terakhirnya yaitu Fanny. Kalian ingat kan, kalau Olin memang suka membuat nama panggilan yang berbeda dari yang lainnya.

Paper CutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang