42. Masih Marahan

648 67 2
                                        

Sore ini cuaca di kota Bogor bisa terbilang lebih cerah dibandingkan hari sebelumnya. Di sebuah kediaman berisikan keluarga yang dipandang harmonis oleh tetangganya kini sedang berkumpul bersama di ruang keluarga. Tidak semuanya, hanya sang kepala keluarga Dafa, seorang ibu rumah tangga Alya dan anak bungsunya Alfa.

Alfa diam menyimak percakapan kedua orang tuanya sambil tangannya yang tanpa henti menyuapkan camilan yang di buatkan Alya dengan pundaknya di sandarkan ke sofa dan kaki yang di luruskan memenuhi sofa panjang tersebut.

Sedangkan Alya dan Dafa sibuk berbincang berdua di sebelahnya.

"Iya, tadi katanya Jeno udah pulang tapi ga ada orang di rumah jadi dia langsung pergi lagi ke apartemennya." Ucap Alya, tangannya sibuk memijiti pundak sang suami.

"Kalau gitu coba kamu telpon lagi, suruh dia kesini biar kita makan malem bareng." Dafa berbicara tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop di hadapannya karena banyak sekali pekerjaan yang harus dia kerjakan bahkan setelah pulang ke rumah.

"Beneran? Kasian dia kalau disuruh bulak balik gitu."

"Mau gimana lagi dia kan baru pulang setelah lama di luar negeri, masa gamau kumpul-kumpul bareng keluarganya." Ucap Dafa.

"Yaudah mamah coba telpon deh pah." Ucap Alya melepaskan tangannya dari pundak Dafa dan kini meronggoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

Setelah mencari nama Jeno di ponselnya dia pun langsung menelpon anak sulung kesayangannya itu dan tidak lama kemudia jeno pun mengangkatnya.

"Halo mah? Kenapa?" Tanya Jeno berbicara dengan Alya dibalik ponsel.

"Mamah mau masakin makanan kesukaan kamu sayang, pulang ya kita makan malem bareng di rumah." Saut Alya.

"Iya nanti jam 5an Jeno pulang makan malem di rumah."

"Naik apa nanti, kalau mobil jangan kemaleman ya takut macet nanti di jalan soalnya jam pulang kerja tapi kalo motor jangan lupa bawa jas ujan ya takutnya malah keujanan di jalan kamu."

"Naik mobil aja, soalnya sama Gio pulangnya."

Alya terdiam lalu melirik suaminya, dia ingat kalu suaminya masih marah dengan Gio jadi sebaiknya dia tanyakan terlebih dahulu apakah Gio bisa ikut makan malem bersama atau tidak.

Tangan Alya menutup mikrofon ponselnya dan sedikit menjauhkannya agar Jeno tidak mendengar percakapan mereka berdua.

"Pah, Gio boleh kan ikut makan malem bareng?" Tanya Alya dengan ragu.

Dafa menghentikan gerakan karinya yang tadi sedang sibuk mengetik lalu memalingkan wajahnya ke Alya, "ngapain? Gausah, Gio masih dalam hukuman biar dia sadar sama tingkahnya itu." Ketus Dafa.

Alya yang sebenernya tidak tega hanya bisa menggigit bibirnya tanpa bisa melakukan apapun dia pun kembali ke ponselnya dan menyauti Jeno yang memanggilnya di balik ponsel.

"Kamu aja gimana bang? Kayanya papah masih marah sama Gio." Ucap Alya kepada Jeno.

"Loh kenapa mah?" Tanya Jeno.

"Gapapa sayang, mamah cuman gamau suasana makan malam kita nanti malah jadi runyam." Jawab Alya dengan berat hati mengatakan kalimat tersebut.

"Ko mamah gitu si? Gio kan juga pengen makan masakan mamah kali, udah lama kan dia ga pulang?"

"Bukannya mamah ga mau ngajak nak, mamah cuman was - was aja. Nanti mamah masakin menj kesukaan dia deh buat kamu bekelin bawa ke apartemen."

"Ga, ga bisa pokonya Gio harus ikut dia kan keluarga kita juga. Masa makan malem keluarga tapi dianya ga diajak." Kelas Jeno.

Alya menghela nafasnya berat, "terserah kamu deh bang mamah ga tanggung jawab kalau nanti mereka malah ribut."

"Apa si, papah kaya anak kecil aja anak sendiri di musuhin. Keras kepala." Celetuk Jeno, dia sendiri juga cape dengan sikap Dafa.

"Yaudah, yaudah udah dulu mamah mau langsung masak. Hati-hati di jalan." Alya pun segera memutuskan panggilannya.

Ia kemudian kembali duduk di dekat Dafa dan kembali memijitkan pundak suaminya. "Gio ikut pah, jangan galak-galak ya sama Gio? Kasian dia udah kamu ga bolehin pulang masa makan malem keluarga ga di ajak juga."

Dafa memijit pangkal hidungnya, sebenernya dia juga ga mau seperti ini dengan Gio namun dia juga harus memberi pelajaran pada Gio agar jera agar Gio sadar siapa yang sebenernya lebih dia butuhkan antara dia dan Gama. Gio tidak boleh lagi bertemu dengan Gama dan lebih mengandalkan orang itu, sebagai ayahnya tentu saja dia merasa kesal.

"Ya, liat nanti gimana dia." Ucap Dafa.

Alfa hanya terdiam memperhatikan mereka, dia jadi merasa sedikit kasihan dengan kakaknya. Sudah lama tidak bertemu Gio juga membuatnya merasa kanget akan kehadiran kakaknya. Beberapa hari ini rumah terasa sepi karena Dafa dan Alya yang jarang pulang.

Biasanya Gio yanga akan menemaninya saat mereka pergi. Meskipun kesal dengan sikap usil kakaknya ia tetep menyukainya.

Kalau Jeno, dia memang tidak begitu dekat dengan kakak pertamanya karena Jeno juga jarang ada di rumah.

Sebenernya Alfa sudah bertemu Jeno sebelumnya jadi dia tidak begitu banyak bertanya tentang kakaknya itu. Setelah tiba di rumah Alfa lah yang pertama kali bertemu Jeno.

Jangan tanya mengapa Alfa bisa ada di rumah padahal saat itu masih jam sekolah, tentu saja karena dia bolos sekolah tanpa sepengetahuan siapapun. Sialnya dia malah bertemu Jeno di rumah dan alhasil dirinya di marahi oleh kakaknya itu.

.
Jeno kembali masuk ke dalam kamar Gio, tadinya dia sudah masuk ke kamar Gio namun keluar lagi karena ponselnya bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Dengan segera Jeno mengangkatnya dan menjauh dari kamar Gio agar tidak menganggu adiknya yang sedang tertidur lelap setelah meminum obatnya siang tadi.

Namun baru selangkah dia masuk sudah di sambut oleh Gio yang kini berdiri tepat di depan pintu kamarnya.

"Lu aja bang yang pergi." Ucap Gio.

Jeno menautkan alisnya heran sepertinya Gio mendengarkan percakapanya dengan Alya di telpon barusan, "kenapa?"

"Gapapa, gua lagi males aja ketemu papah."

"Gaboleh gitu Yo, kalian harus saling komunikasi biar ga kaya sekarang ini."

"Komunikasi gimana, dianya aja ngeyel di bilanginnya. Gua udah cape."

"Ya coba sekarang lo bilang lagi, siapa tau dia sekarang mau dengerin lo. Bilang sekalian kalau lo lagi sakit nanti juga luluh, gua yakin mereka belom tau keadaan lo." Ucap Jeno.

Entah mengapa ucapan Jeno sedikit menusuk hatinya, "gausah bawa-bawa penyakit gua dalam hal ini, gua ga suka."

Jeno jadi merasa sedikit bersalah mengatakan hal itu pada Gio, "sorry, terserah lu mau gimana gua ga mau ikut campur lagi sama pertikaian dua orang keras kepala ini."

"Yaudah gua pulang dulu, baik-baik lu di sini nanti gua telpon Vernon buat nemenin lu. Kalau ada apa-apa langsung telpon gua."

Kemudian Jeno beranjak dari kamar Gio dan mengambil kunci motornya, dia tidak jadi menggunakan mobil karena ternyata Gio tidak mau ikut dengannya.

Paper CutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang