Hangat....Itu yang dirasakan Gio saat ini. Pelukan dari seorang ibu yang sudah lama tidak dia rasakan bahkan saking lamanya dia hampir melupakan perasaat sehangat ini.
Gio membalas pelukan Alya yang kini menangis tersedu-sedu di hadapannya. Entah reaksi apa yang harus dia berikan, setidaknya pelukannya dapat menenangkan tangisan sang ibu. Namun mengapa rasanya dia juga ingin ikut menangis.
"Maaf..."
"Maafin mamah... sayang."
"Mamah bener bener minta maaf."
Sesal Alya sambil menangis tersedu-sedu di pelukan Gio.
Gio mengulas senyumnya kemudian salah satu tangannya terulur untuk membelai surai hitam halus milik Alya.
"Mamah ga salah... jangan nangis..."
Jujur saja dirinya juga tak kuasa menahan tangisnya melihat Alya. Tanpa permisi airmatanya mengalir begitu saja.
Gio segera mengusap air matanya yang mengalir di pipinya. Ini bukan waktu untuknya menangis, dia tidak mau membuat mamahnya semakin bersedih.
Tangannya bergerak untuk melepaskan pelukan Alya hingga menampakkan wajah memerahnya yang sudah di basahi air matanya, ia merasa bersalah karena membuat ibunya sekacau ini.
"Udah... jangan nagis, aku ga suka liat mamah nangis gini." Ucapnya sambil mengambilkan tisu di nakas samping ranjangnya.
Alya menggelengkan kepalanya, "engga sayang, mamah bener-bener ngerasa bersalah. Kalau aja mama..." tenggorokannya terceka untuk sekedar menyelesaikan kalimatnya. Rasa bersalah terus menusuk hatinya, dia benar-benar tidak bisa berhenti untuk menangis.
"Udah aku bilang ini bukan salah mamah.... emang tuhan aja yang jahat sama aku." Ucapnya sambil menatap sedih Alya di sampinya yang terus saja menangis.
Entah apa yang terjadi sebelumnya, kini dia kembali di rawat di rumah sakit karena kondisinya yang menurun sore tadi dan tiba-tiba saat malamnya kedua orang tuanya menghampiri ruang rawatnya lalu Alya langsung saja berlari untuk memeluknya sambil menangis-nangis.
Sedangkan sekarang Dafa sedang berbicara dengan Gama di ruang kerja Gama tentunya.
"Bilang mamah sayang, apa yang sakit?" Tanya Alya sambil menempelkan tangannya di pipi Gio. Alya mengernyitkan keningnya saat dirasa suhu panas tubuh Gio menyambar tangannya. Seharusnya dia tidak perlu bertanya akan hal itu, sudah pasti anaknya ini sangat menderita karena sakitnya itu.
Selama ini anaknya sudah berjuang melawat penyakit mematikan itu tanpa sosok orang tua yang memberinya kehangatan, perhatian serta dukungannya. Kalau bisa dibilang dia adalah sosok orang tua ter buruk sepanjang masa.
Baru saja Gio akan menjawabnya Alya langsung saja kembali memeluk Gio, "mulai sekarang mamah bakal kasih perhatian ke kamu sebaik mungkin." Ucap Alya.
Bukannya tidak senang dengan kalimat Alya entah mengapa hatinya terasa mengganjal. Tapi Gio cukup bersyukur, setidaknya dia masih sempat merasakan kehangatan dari sang ibu.
"Maaf ya sayang...." Sesal Alya untuk ke sekian kalinya.
.
"Kenapa belum tidur?" Tanya Dafa yang baru saja memasuki ruangan.Dia memperhatikan putranya yang sedang menatap langit gelap di balik jendela lebar di samping ranjangnya. Dafa kemudian mengalihkan pandangannya ke jam din-ding yang sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.
"Apa... ada yang sakit?" Tanyanya sedikit kaku.
Gio melepaskan pandangannya pada langit kemudian menatap Dafa. Hanya helaan nafas yang dia berikan sebagai reaksi pertanyaan Dafa. Entah dia sendiri tidak tau harus berbicara apa di depan ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Ficção AdolescenteBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...