Dengan langkah cepat Gio menuju lantai apartemen kakaknya. Dia berharap masih sempat bertemu dengan kakaknya sebelum ditinggal ke singapur.
Gio langsung saja memasukan sandi apartemen Jeno dan masuk. Gio melihat Jeno yang sedang sibuk berkemas.
Gio menghela nafasnya lega karena dia masih sempat bertemu Jeno.
"Biar gua bantu bang," Gio mengulurkan tangannya berniat membantu Jeno namun tangannya ditepis oleh Jeno.
Senyum Gio kemudian luntur dan dia menarik kembali tangannya. Sedikit kecewa namun Gio mencoba untuk memahami amarah Jeno.
"Lu berangkatnya berapa jam lagi bang? Maaf ya gua ga bisa anter lu ke bandara soalnya abis ini gua masih harus sekolah." Gio masih mencoba tersenyum pada Jeno berharap abangnya itu luluh.
"Oh ya tadi gua beli ini, pie susu kesukaan lu." Gio menaruh sekotak pie susu yang ia beli semalam.
Masih belum ada respon juga dari Jeno membuat Gio bersedih.
"Soal hari minggu,..." Gio menjeda kalimatnya.
Yang tadinya sibuk mengemasi barang kini Jeno berhenti sejenak lalu menatap adiknya yang sedang menunduk sambil menggaruk tengkuknya dia menunggu adiknya berbicara.
"Maaf gua belum bisa jelasin semuanya, tapi pasti nanti bakal gua jelasin ke lu bang."
Jeno berdecak kesal, bukan itu yang ingin dia dengar. Jeno kembali mengabaikan Gio.
Setelah selesai mengemasi barangnya Jeno melongos begitu saja meninggalkan Gio tanpa sepatah kata pun.
Rasanya saat ini juga Gio ingin menangis melihat Jeno yang mengabaikannya. Dia benar-benar tidak terbiasa dengan hal itu. Meskipun Jeno cuek dia selalu bersikap hangat pada Gio tetapi sekarang tidak.
.
.
."Lo bisa fokus ga si? Jangan dikit-dikit ngelirik hp." Ucap Rafito Rafa Ghazi, teman satu kelompok Gio.
Kini Gio sedang bekerja kelompok di sebuah cafe. Dari tadi dirinya tidak fokus karena menunggu jawaban pesan dari Jeno. Sejak tadi dia mengirim pesan belum juga ada balasan dari kakaknya.
"Sorry," lirih Gio kemudian mematikan ponselnya.
"Jadi ini udah segini dulu, lusa kita lanjut di sini lagi ya." Ucap Vernon Shiloan Aido, sang ketua kelompok.
Kelompok ini hanya berisikan 3 anggota yang tidak lain adalah Gio, Fito dan Vernon.
Sebenernya Gio merasa kurang nyaman dengan mereka karena mereka merupakan anggota Rather. Apalagi Fito, dia kini menjabat sebagai ketua Rather setelah dirinya keluar.
"Jangan pulang dulu, gua terlanjur pesen makanan buat kita bertiga." Ucap Vernon.
Fito pun mengangguk dan kini dia meronggoh sakunya untuk mengambil korek untuk menyalakan rokonya.
Gio menghela nafasnya ketika melihat kebiasaan buruk temannya. "Ga baik lu ngeroko, sumber penyakit tau ga." Ucap Gio.
"Terus?" Cetus Fito.
Kalau saja dia masih Gio yang dulu, sobat karib Fito. dia sudah menjitak kepalanya itu. Namun kini Gio sadar akan posisinya yang bukan siapa-siapanya lagi.
"Cuman ngasih tau si, dari pada lo nyesel kedepannya."
Gio kemudian mengenakan maskernya lalu fokus pada ponselnya.
Tidak lama kemudian seorang pelayan pun datang untuk menhantarkan makanan pesanan Vernon.
"Yang ga ada seafoodnya yang mana ya mas?" Tanya Vernon kepada pelayan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...