Setelah bebrapa hari Gio akhirnya terbebas dari ruangan yang serba putih. Dirinya sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya, namun bukannya pulang ke rumahnya yang di Bogor melainkan apartemen Jeno.
Kini hanya ada dirinya sendiri di dalam apartemen yang cukup luas ini. Sebelumnya ada Gama yang menemaninya namun kakeknya itu lumayan sibuk karena kerjaannya di rumah sakit, jadi tidak dapat menemani. Kalau saja Gio masih di rumah sakit pastinya Gama selalu menyempatkan diri untuk datang ke ruang rawat Gio setiap waktu.
Setelah memastikan kalau cucuknya makan dan meminum obatnya dengan baik barulah Gama bisa tenang untuk kembali bekerja.
Sedangkan Vernon, Fito dan temannya yang lain masih di sekolah karena masih belum jamnya pulang. Kalaupun sudah jamnya pulang pun pasti mereka semua akan langsung datang ke apartemen.
Gio merasa sangat bosan sendirian di apartemen Jeno, sebelumnya beberapa lalu ini dia jarang di tinggal sendirian kini dia merasa kesepian.
Gama tidak membiarkannya keluar meninggalkan apartemen ini barang selangkahpun. Bahkan Gama memperintahkan seorang penjaga untuk berjaga di depan pintu apartemen untuk mengawasi cucuknya agar tidak bandel sekaligus berjaga-jaga kalau Gio kenapa-napa dan butuh sesuatu.
Awalnya Gio meminta orang suruhan Gama tersebut untuk berjaga di dalam saja namun penjaga itu menolak dengan alasan takut menganggu tuannya.
Gio kini hanya sibuk memainkan ponselnya melihat-lihat video yang sebenarnya kurang menarik untuknya namun tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain itu.
Tubuhnya terasa lemas kalau banyak gerak jadi dia tidak bisa melakukan banyak hal selain berbaring di ranjangnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 siang hari hanya butuh waktu satu jam lagi untuk menunggu kedatangan teman-temannya untuk menemaninya, tapi entah mengapa hari ini Gio merasa hari terasa lebih panjang padahal dia juga baru saja bangun setelah tidur karena efek dari obat yang dia konsumsi.
Selang beberapa menit kemudian Gio mendengar suara pintu apartemen yang terbuka, dengan semangat Gio bangun dan berjalan keluar kamarnya untuk melihat siapa yang datang.
"Bang Jeno?" Gio menampakkan wajahnya yang berseri karena senang karena ternyata Jeno lah yang datang.
Langsung saja Gio berlari dan langsung memeluk tubuh jangkung kakaknya yang sudah lama tidak berjumpa itu. Gio benar-benar menumpahkan rasa rindu pada kakaknya dalam pelukannya.
"Gua kira lu udah lupa pulang bang." Ucap Gio dnegan tangannya yang masih bertaut di punggung Jeno.
Bukannya membalas pelukan adiknya Jeno malah diam dengan tangannya yang bahkan masih memegang kopernya. Lalu setelahnya Jeno meletakkan tangannya di kedua bahu Gio kemudian mendorongnya sedikit seakan untuk memberi jarak diantaranya.
Pelukan Gio pun terlepas begitu saja dan dia langsung mendongakkan kepalanya menatap wajah Jeno yang sayangnya menunjukkan raut wajah tidak suka.
Melihat raut wajah tidak suka Jeno membuat hatinya terasa sakit, apakah kakaknya ini masih marah padanya? Itulah pertanyaan yang terlintas sedaat di kepalanya.
"Kenapa bang?" Tanya Gio, untuk memastikannya.
"Biar apa lu bertingkah kaya gini?" Ceplos Jeno.
Gio menautkan alisnya, tidak mengerti apa maksud Jeno. "Maksudnya?"
"Sebelumnya gua udah pulang ke rumah dan gua denger lu pergi dari rumah? Kenapa?"
Gio menundukkan kepalany, rasanya ingin menangis saja saat ini. Baru saja kakaknya itu pulang dan bertemu dengannya tapi dia malah di marahi oleh kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Novela JuvenilBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...