"Saos udah, roti, selai, sosis udah juga, yang lainnya juga udah. Ada yang kurang ga bang?" Tanya Gio.
Jeno tampak berfikir sejenak lalu terlintas dipikirannya kalau dia harus membeli beberapa vitamin untuk adiknya itu.
Sedangkan Gio hanya mengikuti Jeno sambil sedikit membungkuk dengan kedua tangan terlipat di atas trolli belanjaannya dan kakinya melangkah untuk mendorong keranjang belanjaannya.
Langkahnya terhenti ketika melihat rak coklat dan dengan entengnya tangan Gio memasukan beberapa coklat kedalam keranjang belanjaannya. Lalu berjalan cepat mengikuti Jeno yang sudah sedikit menjauh.
Tubuh Jeno tertabrak keranjang belanjaan dari belakang membuatnya hampir tersungkur dan mencium lantai.
"Lo apaan si dek." Ucap Jeno.
Gio hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Maaf bang ga sengaja, lo si tiba-tiba berenti."
Jeno hanya menghela nafasnya kasar lalu memasukan beberapa botol vitamin dalam keranjangnya. "Banyak amet bang, mau jualan lu?".
Jeno tidak menggubris celotehan Gio membuat Gio berdecak kesal karena kakaknya yang kelewat cuek.
Dan akhirnya mereka pun selesai belanja kembali menuju mobil untuk segera pulang.
"Lo tunggu sini biar gua ambil mobil dulu." Ucap Jeno. Gio mengangguk nurut.
5 menit kemudian akhirnya mobil Jeno sudah ada di depan lobi supermarket. Lalu Jeno keluar dari kobil untuk memasukkan semua belanjaannya dibantu oleh Gio.
.
.
."Loh bang belokan apartemen lo kelewatan barusan." Ucap Gio sambil menoleh kebelakang memperhatikan belokan menuju apartemen Jeno.
"Kita mau kemana lagi? Lo ga mungkin lupa jalan ke apartemen lo sendiri kan." Lanjutnya.
Matanya terus memperhatikan Jeno yang fokus dengan jalan tanpa ada niatan membalas ucapan adiknya. Gio pun mengatupkan bibirnya, daritadi dia ngomong tidak digubris oleh kakaknya membuat moodnya jadi jelek.
Kemudia pandangannya kini beralih ke ponsel miliknya dan sudah tidak peduli lagi kemana kakaknya akan membawanya.
"Pokonya nanti-nanti kalo ke apartemen gua lo ga boleh pergi sendiri, apalagi pake motor." Ucap Jeno memecahkan keheningan.
Kini giliran Gio yang tudak menjawab ucapan Jeno. Entah mengapa dia jadi malas menanggapi kakaknya itu.
"Ini vitamin yang barusan gua beli, abisin. Harus jaga kesehatan, gua ga mau denger lo sakit lagi pokonya." Jeno memberikan paper bag yang tentu saja isinya vitamin.
Jeno merasa kesal karena adiknya hanya bermain ponsel ketika dirinya sedang berbicara.
.
."Dek bangun, kita udah sampe." Jeno menggoyangkan bahu Gio dengan pelan. Tadi tengah perjalanan Gio tertidur.
Gio melenguh pelan lalu membuka matanya perlahan. Matanya membulat sempurna ketika ternyata dia sudah ada di depan rumahnya.
"Ko ga bilang kalo ke rumah si banggg." Kesal Gio sambil mengerutkan alisnya. Tadi Jeno tidak menjawab dia saat ditanya mau kemana dan tau-tau sekarang mereka udah ada di depan rumahnya.
Mau tidak mau dia menuruni mobil dan hendak memasuki rumahnya. "Terus nanti motor gua gimana ituu."
"Buat sementara lu jangan naik motor dulu," Ucap Jeno lalu menarik knop pintu sambil melangkahkan kakinya masuk ke rumah di ikuti Gio.
"Lah terus gua ke sekolah naik apa dong." Proter Gio.
"Minta anter supir kan bisa, atau naik bus jalan ke halte cuman 300 meter dari rumah kok."
"Dih ga mau ya, gua lebih suka naik motor sendiri."
"Nurut aja si, demi kebaikan lu juga kok."
Mereka terus berdebad sepanjang jalan menuju entah kemana, Gio hanya mengikuti langkah Jeno.
"Pliss bangg, gua ga suka di ater jemput gitu kan jadinya ga bebas mau kemana-mana."
"Ga bebas gimana, lu kan tinggal minta anter kalo semisalnya emang lu mau pergi-pergi dulu sepulang sekolah."
"Beda bang Feelnya. Pokonya lebih enak sendiri."
"Ga, gua gamau lo kenapa-napa jadi nurut aja."
"Kenapa-napa apanya si bang."
Badan Gio menabrak tubuh kekar Jeno karena Jeno yang tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
"Aiss bang. Ngapain berenti tiba-tiba sih."
Mata Jeno melirih setiap sudur ruangan, baru dia sadari kalau sedari tadi tidak ada seorang pun di rumahnya. Hingga salah satu art menampakkan diri.
"Eh den Jeno datang den, ada yang bisa bibi bantu?" Tanyanya sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Pada kemana bi? Ko rumah sepi banget." Tanya Jeno.
"Anu den, bapak, ibu sama den Alfa katanya lagi pengen makan malam di luar hari ini den baru saja mereka pergi setelah aden dateng."
Jeno mengangguk paham lalu berbalik badan untuk melihat adiknya.
"Lo mau di rumah aja apa kita pergi keluar juga sekalian malem mingguan?" Tanya Jeno.
Gio tampak berpikir sejenak, sebenernya dia tidak suka ada di rumah tapi dia juga ga mau keluar lagi karena sudah cape seharian diajak jalan sama Jeno.
"Dirumah aja deh bang, kalo lo mau nyusul mereka pergi aja." Ucap Gio sambil tersenyum tipis.
"Kalo lo mau dirumah ya gua juga di rumah." Jawab Jeno.
"Den Gio sudah makan den? Biar bibi masakin, aden mau makan apa?" Tanya bi Ani.
"Eh bi nanti aja makannya pas malem, nanggung bentar lagi juga jam makan malem," Ucap Gio.
"Sekarang saya mau naik dulu ke kamar buat mandi bi." Lanjutnya, dibalas senyum serta anggukan dari bi Ani.
"Yasudah den nanti malam kalau makanannya sudah jadi saya panggil ya."
Kini langkak kaki Gio beranjak menuju kamarnya yang berada di lantai 3 begitu pun Jeno yang memang kamar mereka bersebelahan.
.
.Kini suasana hampa menyelimuti ruang makan dengan pencahayaan yang sengaja dibuat remang ditambah hawa malam yang dingin.
Sepi, tentu saja. Dari sekian banyaknya kursi di ruang makan hanya terisi dua. Namun bukan masalah bagi mereka berdua karena sudah terbiasa dengan keadaan ini meskipun hati kecilnya sedikit bersedih.
"Jangan dipilih-pilih Yo makananya. Sayurnya abisin." Jeno Jengah dengan tingkah laku adiknya yang kini sibuk memisahkan sayuran di piringnya.
"Gua ga suka sayur banggg udah cukup waktu itu aja gua makan sayur." Ucap Gio masih terus melanjutkan kegiatannya memilah sayuran.
"Sekarang lo lagi masa pemulihan jadi lo tetep harus makan sayur pokonya."
Tangan Gio terhenti lalu matanya kini menatap Jeno dengan tatapan tidak suka. "Gua udah sembuh ya bang. Udah check up ke 2 kali dan semua oke-oke aja kok hasilnya."
"Ya tapi kan kita tetep harus menghidari hal yang ga di inginkan kedepannya. Gua ga suka liat lo kesakitan kaya waktu itu, gua takut sakit itu dateng lagi ke lo."
"Dih jangan lebay, sekarang gua udah bener-bener sehat. Dan itu udah hamping setengah tahun yang lalu. Udah jangan bahas ini lagi, gua males."
Dia tidak suka ketika Jeno membahas masa itu, masa terpuruk selama hidupnya. Dimana semuanya menjauh darinya karena hal tersebut namun berat baginya untuk menjelaskan kepada semua orang.
Setelah selesai makan Gio cepat-cepat pergi dari ruang makan dan menuju ke ruang tv. Langkahnya terhenti ketika melihat Alfa yang baru saj datang.
"Loh dek udah pulang? Dari kapan? Mamah sama paah mana?" Tanya Gio beruntun.
Bukannya menjawab kini Alfa malah melongos melewati Gio. Beberapa langkah dilewati lalu kakinya kembali terhenti, "gua pulang sendiri, mamah papah mereka berdua mau ngabisin waktu bareng katanya." Jawab Alfa lalu melanjutkan langkahnya.
Guo mengangguk paham lalu beranjak menuju ruang tv.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...