Vernon sudah tidak peduli lagi dengan motornya itu, dia menghempaskan tangannya untuk melepaskan cengramannya pada pria yang tadi menahannya kemudian dia beranjak meninggalkan tempatnya, ingin segera pergi dari tempat itu untuk menjauhi sang kakek.
Gama, pria paruh baya yang datang barusan sebagai pemilik dari rumah sakit ini.
Gama hanya menatap kepergian cucunya itu, ingin rasanya dia menahan tangannya agar tidak pergi. Dia sangat ingin berbicara dengan Vernon saat ini namun sepertinya cucuknya itu masih membencinya.
"Pecat dia." Ucap Gama pada staff yang barusan bertikai dengan Vernon.
Kini Gama bergerak untuk mengikuti langkah Vernon. Dia penasaran kenapa cucuknya itu bisa ada di rumah sakit ini.
Vernon masuk kedalam sebuah ruangan IGD dan Gama pun mengekori kembali langkah Bernon dan ikut masuk kedalam ruangan itu namun bersembunyi di balik tirai yang membatasinya, dia tidak ingin membuat keributan dengan cucuknya di ruangan ini jadi dia memutuskan untuk bersembunyi.
.
"Gimana dok keadaan adek saya?" Tanya Vernon pada seprang dokter yang berdiri di depannya dan sedang memeriksa keadaan Gio."Adek kamu?" Tanyanya.
"Iya, Gio adik sepupu saya. Anda dokter spesialis yang di rekomendasiin sama dokter sebelumnya kan?" Tanya Vernon.
Dokter itu manggut-manggut paham lalu menjulurkan tangannya pada Vernon, "saya dokter Arta dokter spesialis onkologi, dan saya yang sudah menangani Gio selama ini." Ucap Arta.
"Ohhh jadi ternyata om Arta yang Gio maksud itu anda?" Tanya Vernon dan dibalas anggukan oleh Arta.
"Gio banyak cerita tentang saya?" Tanya Arta sedikit penasaran.
"Engga si, dia cuman bilang kalau hari ini ada janji sama om Arta dan keberulan anda ada di sini sekarang." Ucap Vernon.
Wajah Arta berubah muram, ternyata hanya itu. "Iya semalem dia telpon saya katanya dia sakit terus mau kesini besoknya eh taunya malah tumbang duluan." Ucap Arta.
"Jadi gimana keadaan Gio?" Tanya Vernon sekali lagi karena pertanyaannya belum terjawab.
Arta menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan Jeno. "Keadaannya jauh lebih buruk dari sebelumnya, sepertinya kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui sampai mana sell kankernya sudah menyebar.Tapi untuk itu Gio akan dipindahkan ke ruang rawat terlebih dahulu."
Gama terkejut mendengar sebuah fakta dari percakapan mereka pun langsung menampakkan dirinya, "bisa jelaskan detailnya pada saya?" Ucap Gama.
Arta membulatkan matanya sempurna ketika melihat Gama dan langsung saja membungkukkan badannya untuk memberi salam sekaligus hormat pada sang pemilik rumah sakit.
"Cukup, saya butuh penjelasan kamu mengenai kondisi cucuk saya itu. Saya tunggu kamu di ruangan saya secepatnya." Ucap Gama lalu beranjak keluar ruang IGD.
Arta mengerutkan dahinya lalu menatap Vernon meminta penjelasan padanya.
"Dia kakek saya dan Gio, meskipun enggan mengakuinya tapi itu kenyataannya." Jelas Vernon.
Bahkan Arta baru tau mengenai fakta tersebut. Keluarga Gio yang dia tau hanyalah Jeno sang kakak dan yang menjadi walinya mereka bahkan tidak pernah membahas mengenai keluarganya yang lain.
"Kalau gitu saya pergi dulu, nanti akan ada perawat yang mindahin Gio ke ruang rawat inap." Ucap Arta lalu pergi.
.
.
Gama kini sedang membaca berkas-berkas yang berisikan rekaman medis Gio."Jadi cucuk saya sempat dimasa remisi selama kurang dari setahun dan sekarang kankernya kambuh kembali."
Gama menghela nafasnya berat menerima fakta tidak mengenakan mengenai kondisi cucuknya.
"Iya prof. Gio mengidap small cell lung cancer setahun yang lalu dan sekarang kambuh dan mungkin sudah ada di tahap stadium lanjut. Saya dan tim medis belum mengecek lagi apakah kanker ini masih ada di kategori a apa sudah sampai kategori b." Jelas Arta pada Gama yang menjabat sebagai direktur utama rumah sakit ini.
"Segera cek keadaannya secara menyeluruh dan lakukan pengobatan dengan sebaik mungkin, saya mengandalkan kamu sebagai dokter yang menangani cucuk saya itu."
"Tentu prof, saya pasti akan melakukan yang terbaik buat Gio terimakasih sudah memberikan kepercayaan anda pada saya." Ucap Arta sambil membungkukkan badannya 90 derajat.
"Kamu sudah boleh pergi, setelah saya menyelesaikan urusan saya, saya akan langsung menjenguk cucuk saya peri dia pelayanan terbaik di rumah sakit ini."
"Baik prof, kalau gitu saya pergi dulu. Terimakasih."
Arta kemudian pergi meninggalkan ruangan Gama dan kini tujuannya adalah ke ruang rawat inap Gio. Saat sudah berada di depan ruang rawat Gio Arta langsung saja masuk.
Dia melihat Vernon yang sedang duduk di samping ranjang pasien sambil memegangi tangan Gio yang terbebas dari Infus. Arta kemudia menghampirinya lalu mengelus surai lembut milik Bernon.
"Tenang aja adik kamu pasti baik-baik aja dia anak yang kuat." Ucap Arta
Vernon mendongakkan kepalanya untuk melihat Arta agar lebih jelas.
"Terimakasih dok, saya harap juga gitu." Vernon kemudian mengukir senyu tipisnya.
Kini tatapan Arta berpindah memperhatikan Gio yang terkuai lemas diatas ranjang pasien dengan masker oksigen yang terpasang rapih menutupi mulutnya.
Lagi-lagi Gio ada di kondisi seperti ini yang membuat hatinya gundah.
Tidak lama kemudian terdengar lenguhan pelan dari Gio. Arta dan Vernon yang menyadari itu pun langsung menupahkan perhatiannya pada Gio.
"Yo? Lu udah sadar?" Tanya Vernon yang kini sudah di posisi berdiri.
Gio mengerjapkan matanya untuk menahan silau dari cahaya yang menembus matanya. Lalu setelahnya mata sayunya mulai terbuka.
"Ada yang sakit?" Kini Arta yang bertanya.
Gio menatap Arta dan Vernon bergantian lalu mengangguk pelan dan tangannya bergerak menyentuh dadanya.
Arta yang paham apa maksud Gio pun langsung mengecek keadaannya dengan menempelkan stetoskopnya pada dada Gio.
"Tahan sebentar ya nanti om berikan obat pereda sakit." Ucap Arta dan Gio hanya membalasnya dengan anggukkan pelan karena dia masih terlalu lemas untuk bersuara.
"Yang kuat ya Yo." Ucap Vernon.
Gio kini melirik ke Vernon dan menampakkan senyum tipis dari bibir pucatnya yang ada di balik masker oksigen.
"Kalau gitu om pergi dulu, kalau butuh sesuatu langsung panggil perawat aja, oh ya masker oksigen kamu jangan di lepas dulu ya soalnya kamu masih butuh itu." Kemudian Arta melangkahkan kakinya keluar dari ruang rawat Gio.
"Makasih dok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...