35. Emosi

541 56 2
                                    

Kini suasana ruang makan hening dan sedikit mencekam. Bagaimana tidak, suara bariton sang kepala keluarga terus mengintimidasi Gio. Berbagai pertanyaan dan pernyataan yang menyudutkan Gio dilontarkan Dafa.

Sedangkan Alya dan Alfa hanya memperhatikan karena sepertinya ini pembicaraan serius dan sekalinya sudah serius Dafa tidak bisa di ganggu.

Gio menghena nafasnya kasar menatap makanannya yang bahkan belum ada setengahnya dia habiskan namun sekarang nafsu makannya sudah hilang. Dalam hatinya Gio mendumel, harus ya sekarang? Pas dia lagi makan? Meskipun sudah kenyang Gio masih mau menghabiskan makanannya namun urung karena Dafa.

"Gio ga ngerencanain apapun, emang salah ya kalo Gio ketemu kakek sendiri?" Tanya Gio menatap Dafa sambil menautkan alisnya.

"Salah! Papah udah bilang kan kakek kamu orang yang seperti apa? Atau kamu memang punya rencana buruk dengan kakek kamu?"

"Apasih main tuduh-tuduh ga jelas gitu! Gimana kalau ternyata kakek ga seperti apa yang papah bilang? Kakek baik, perhatian dan ngertiin Gio ga kaya kalian yang ga peduli sama Gio!" Ucap Gio, entah kenapa emosinya kini tidak bisa ia kendalikan.

"Apa maksud kamu Gio? Memangnya mama kurang perhatian apa sama kamu sayang?" Kini Alya yang buka suara, hatinya terasa sakit mendengarkan ucapan anaknya itu.

"Gitu? Jadi kamu ngerasa kurang diperhatiin papah sama mamah kamu jadi kamu cari perhatiannya ke kakek kamu? Ga punya malu kamu!"

Tangan Dafa refleks melemparkan dompet yang sebelumnya di simpan diatas meja makan ke arah Gio. Tepat sasaran, dompet tersebut mengenai kening Gio. Meskipun bukan beda keras dapi dopet itu cukup terbal dan terasa sakit saat terkena keningnya.

"Mas! Kamu apaan si!" Sentak Alya tidak menyangka kalau Dafa akan melempar barang pada Gio.

Gio mengelus pelan keningnya yang sedikit memerah dibuat Dafa lalu tersenyum kecut. Matanya mulai memanas dengan cairan bening siap mengalir kapan pun.

"Bener kan apa kata papah? Liat sekarang! Kamu jadi anak pembangkang dan ga tau diri gini ga pernah mau..."

Kalimat Dafa diputuskan oleh Gio, "Papah nuduh Gio ini itu padahal ga tau apa-apa. Gio juga udah pernah bilang kalo Gio ga ada maksud buat mempermalukan papah waktu itu tapi papah ga mau denger penjelasan Gio."

Entak mengapa perasaannya jauh lebih sensitif sekarang. Gio kemudian menatap Alfa, "papah sama mamah terlalu kasih perhatian ke Alfa sampe lupa kalau punya anak lain yang juga."

"Kok jadi gua si?" Alfa yang sedari tadi diam tidak terima namanya di libatkan.

"Oh ya Gio lupa, kalau dulu Alfa penyakitan." Ucap Gio beitu saja tidak peduli jika ucapannya menyinggung sang adik.

"Apa-apaan si lo!" Afa menatap tak suka pada Gio tidak menyangka kalau sang kakak akan mengatakan hal tersebut.

"Tapi kan Gio juga. Pas Gio demam papah bilang jangan sampai sakit lagi kasian mama harus kerepotan ngurusin kamu juga. Lah Gio kan juga manusia pah bisa sakit."

"Padahal mah pas Gio sakit ga ada yang rawat kalian sibuk sama Alfa, Gio mau sesuatu juga ga pernah di tututin malah di suruh ngalah terus."

Gio mengunci tatapan tajamnya pada Dafa. "Bahkan ga cuman papah yang bilang gitu tapi kak Jeno juga dan mulai dari situ Gio berusaha nguatin diri Gio sendiri supaya ga ngerepotin kalian."

"Dan soal di rumah sakit tadi pagi, papah nuduh Gio yang engga-engga. Gimana kalau ternyata Gio emang ga sengaja ketemu kakek? Gimana kalau ternyata Gio sakit dan kakek yang rawat Gio? Papah... ga akan percaya..kan?"

Gio terisak sialnya tubuhnya kini terasa lemas. Semua unek-unek yang dipendamnya sepertinya telah dilontarkan.

"Terserah kalian mau anggap Gio gimana..." ucap Gio lalu beranjak dari ruang makan dan mengambil kunci motornya.

Dia tidak ingin berada di rumah ini lama-lama jadi lebih baik dia segera pergi. Cape juga di rumah kalau selalu di omelin papahnya.

"Gio! Mau kemana kamu malem-malem gini?" Ucap Alya yang sedikit berteriak karena Gio yang sudah menjauh. Namun tidak dapat balasan dari sang anak.

Alya menatap piring bekas makan Gio yang bahkan makanannya belum habis meskipun itu makanan kesukaannya. Rasa khawatir tentu saja dirasakan oleh Alya, kemudian dia menatap tajam sang suami. "Harus ya kamu bilang gitu pas lagi di ruang makan? Ga bisa kamu ngomong baik-baik sama Gio?"

Dafa menatap Alya sekilas lalu menghena nafas beratnya lalu membatin, apa dia sudah keterlaluan?

Sedangkan Alfa sibuk dengan pikirannya sendiri, sedikit kaget dengan sikan kakaknya yang sekarang ini. Tidak seperti biasanya, asing. Alfa sangat tau kalau kakaknya ini orang yang begitu penyabar dan baik hati, dia tidak mengira kalau ternyata selama ini Gio memendam semuanya.

.
.
.

Gio pergi menelusuri jalanan kota Bogor dengan motor kesayangannya, motor pemberian Dafa saat pertama memasuki sma.

Tanpa helm maupun jaket hanya kaus oblong, dia terlalu ter buru-buru saat keluar jadi tidak sempat mengambil barang-barangnya.

Dinginnya angin malam menembus kulitnya tentu saja membuatnya sedikit menggigil padahal baru pagi tadi dia keluar dari rumah sakit tapi sudah berkeliaran cari penyakit di malam harinya.

Tadinya Gio ingin pergi ke apartemennya di Jakarta namun karena tidak memungkinkan jadi dia urung dan memutuskan untuk pergi ke rumah Vernon, sepupunya.

Setelah beberapa lama di perjalanan Gio pun tiba di rumah minimalis milik omnya, Fajar. Ditekannya bel rumah tersebut dan tidak lama kemudian seorang keluar untuk menyambutnya.

"Loh den Gio, masuk den sini." Ucap Bi Ratih, art yang bekerja di rumah ini.

"Kenapa kesini den? Mau ketemu den Vernon ya, biar bibi panggilin dulu." Kata Bi Ratih hendak beranjak namun di tahan oleh Gio.

"Gausah bi, biar Gio aja yang ke kamar bang Vernon." Bi Ratih pun mengangguk sebagai jawaban.

Gio melangkahkan kakinya melewati anak tangga karena kamar Vernon yang berada di lantai dua. Baru juga beberapa anak tangga yang dia pijak nafasnya sudah terengah engah.

Diketuknya pintu berwarna cokelat sebelum dia membukanya.

Beberapa kali tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar Gio memutuskan untuk masuk saja, mungkin Vernon sedang ada di dalam kamar mandi makanya tidak dengar ketukkannya.

Dan benar, Vernon sedang di dalam kamar mandi karena terdengar suara air yang mengalir dari dalam. Gio langsung saja merebahkan tubuhnya diatas kasur king size milik sepupunya tersebut.

Vernon yang baru saja keluar kamar mandi terkejut dengan keberadaan Gio yang sudah tiduran diata skasurnya sambil memainkan ponselnya.

"Loh Yo? Ko bisa ada disini?" Tanya Vernon lalu duduk di tepi kasur.

Gio yang menyadari keberadaan Vernon pun langsung mengubah posisinya menjadi duduk. "Hehe iya bang, gua numpang tidur sini ya semalem aja." Ucap Gio.

"Kenapa ga tidur di rumah?" Tanya Bernon lalu memperhatikan adik sepupunya itu.

Gio terdiam sejenak memikirkan jawaban, "gapapa lagi ga mau di rumah aja." Jawabnya.

"Lagi ada masalah di rumah?" Dengan ragu Gio pun mengangguk.

Paper CutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang