Kini Gio sedang berada di depan rumah Vernon duduk di kursi teras sambil menunggu sepupunya itu siap-siap. Pagi ini dia sudah ada janji dengan om Arta namun dia tidak bisa pergi ke Jakarta sendiri dengan kondisi tubuhnya yang sekarang.
Jadi pagi tadi Gio menelpon Vernon untuk menemaninya ke Jakarta. Untung saja Vernon sudah pulang dari Puncak.
"Udah siap Yo? Nih pake." Tanya Vernon yang baru saja keluar dari rumahnya sambil memberikan jaket kulit pada Gio. Gio pun mengangguk sambil memakaikan jaket tersebut ke tubuhnya.
"Oh ya ini hp lo kemaren ketinggalan kan di rumah Fito, jadi gua bawain sekalian." Ucap Vernon lalu memberikan ponsel genggam tersebut pada Gio.
"Maaf ya bang, gua jadi ngerepotin gini padahal lu baru pulang tadi malam." Ucap Gio.
Vernon memandangi sejenak wajah Gio yang sangat pucat itu. Sebenarnya saat tadi pagi Gio menelponnya dan memintanya untuk di antar ke rumah sakit, mendengar itu Vernon langsung saja meninggalkan acaranya di puncak dan segera pergi ke rumah Gio. Tapi Vernon bilangnya kalau dia sudah pulang sejak subuh.
"Yaelah kaya sama siapa aja si lu, emang udah seharusnya lu minta bantuan gua." Balas Vernon lalu berjalan ke garasinya untuk mengeluarkan kendaraannya.
"Ehh kita kesananya mau naik apa Yo? Mobil apa motor?" Tanya Vernon.
"Bebas bang, tapi kayanya mendingan motor sih soalnya sekarang kan hari minggu takut macet di jakarta." Vernon manggut-manggut paham lalu bergerak untuk mengeluarkan motor miliknya.
Setelah motornya keluar dari garasi mereka pun segera pergi. Vernon menancap gas motornya menjauhi pekarangan rumahnya menuju Jakarta. Waktu yang di butuhkan untuk sampai Jakarta dari kota Bogor kurang lebih satu setengah jam.
Di pertengahan jalan Vernon terus saja mempertanyakan keadaan Gio di belakangnya karena sedari tadi Gio terus terbatuk dan membuatnya khawatir.
"Yo lu beneran gapapa kan?" Tanya Vernon untuk kesekian kalinya.
"Gapapa bang, udah lu fokus nyetir aja." Ucap Gio dengan suara seraknya.
"Tahan ya kalau sakit bentar lagi kita sampe, tau gitu kita mending naik mobil aja biar lu ga kena debu jalanan" Ucap Vernon.
"Lama bang kalo naik mobil liat kan tadi semacet apa di tol, apalagi kalo jalan biasa."
"Ya tapi seengganya lebih aman."
"Kasian om Arta nanti nungguin kitanya kelamaan." Vernon hanya bisa menghela nafasnya, enggan untuk menjawab lagi perkataan Gio.
Lalu kemudian tidak ada lagi percakapan diantara keduannya.
.
.
Vernon mempercepat laju motornya saat di rasa Gio meremat jaket miliknya. Vernon menebak kini Gio sedang menahan sakitnya jadi dia menyalurkannya pada rematan di jaket milik Vernon.Sungguh, sepupunya itu sangat membuatnya khawatir saat ini.
Tidak lama kemudian mereka pun sampai di rumah sakit. Vernon tidak memarkirkan motornya di parkiran depan ataupun basement melainkan di lobi rumahsakitnya.
Kemudian turun perlahan dari motornya lalu membantu Gio untuk turun juga. Namun baru saja turun dari motor tubuh Gio hampir terjatuh karena lemas untung saja Vernon menahan tubuhnya.
Gio mencengkram erat lengan Vernon, membuat Vernon refleks meringis kesakitan. "Yo?" Vernon dapat mendengar isakan tangis Gio, meskipun Gio sedang menunduk Vernon tau pasti kini Gio sedang kesakitan.
"Sa...kitt bang." Lirih Gio, kepalanya perlahat terangkat menatap wajah Vernon.
Langsung saja Vernon melepaskan cengkraman tangan Gio di lengannya lalu mengubah posisi tangan Gio menjadi merangkul padanya, membantu Gio untuk berjalan memasuki rumah sakit tersebut. Tidak peduli dengan motornya yang masih terparkir sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...