Seorang pemuda berusia pengujung kepala dua menarik knop pintu lalu masuk ke dalam apartemen yang tentu saja miliknya.
Dilepasnya sepatu yang ia kenakan lalu merapihkannya di rak yang tak jauh letaknya dari pintu tadi. Kemudian ia melepaskan jas yang ia kenakan lalu meletakkannya di bahunya.
Pemuda tersebut langsung saja menuju dapur. Saat sampai dapur dia membuka lemari es dan mengambil air mineral untuk diminum.
Berdiri sejenak untuk merasakan sensasi dingin di dalam mulutnya.
Baru saja dia hendak meneguk minumannya lagi dia melihat pemandangan yang membuatnya sala fokus. Pemuda tersebut memincingkan matanya melihat ke arah sofa ruang tvnya.
Melangkahkan kakinya mendekat ke sofa lalu tersenyum hangat disaat melihat seseorang yang sedang tertidur pulas di sofanya itu.
"Yo bangun. Jangan tidur disini nanti badan lu pegel-pegel." Ucapnya.
Ya, dia adalah Gio yang kini sedang tertidur di sofa. Gio melenguh dalam tidurnya karena merasa terusik.
Tidak juga bangun, pemuda tersebut akhirnya pergi ke kamar untuk mengambilkan selimut untuk adiknya yang tertidul pulas.
Kemudian ia kembali dengan selimut yang siap menutupi tubuh Gio yang tertidur di sofa. Setelahnya dia langsung kembali ke kamar dan tidur di kamarnya karena sudah lelah.
.
.
.Matahari telah terbit, untungnya sekarang adalah hari sabtu yang dimana adalah hari libut bagi beberapa pekeja dan para siswa. Begitu pun Gio.
Guo masih saja tertidur di sofa semalam. Selang beberapa menit Gio mulai mengerjapkan matanya. Merasa cahaya yang menyilaukan menembus matanya.
Dia merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku dan pegal kemudian memijat pelan bahu kirinya, bahu yang menjadi tumpuannya saat tertidur hadap kiri.
Matanya mencoba beradaptasi dengan cahaya matahari yang menyilaukan. Setelahnya pandangannya teralihkan melihat seseorang yang baru saja membuka tirai jendela.
"Bang?" Lirihnya dengan suara serah khas bangun tidur.
"Udah bangun?" Tanya pemuda tersebut lalu menghampiri Gio. Dan Gio mengangguk sebagai jawaban.
Dia adalah Jeno Alaska Daffalia, kakak Gio satu-satunya. Sang pemilik apartemen.
Gio tersenyum teduh menatap abangnya, satu-satunya orang yang sekarang ada di sisinya disaat semua orang menjauhinya.
Selain itu Jeno juga sudah mengetahui alasan sesungguhnya mengapa hal itu bisa terjadi, namun dia tidak tau penderitaan Gio karena menyembunyikan alasan tersebut. Jeno terpaksa bungkam karena Gio yang memintanya. Mau tak mau Jeno menurutinya.
Jeno mengajak Gio untuk makan dan dduuk di serving table yang ada di dapur.
Disana sudah tertata rapi berbagai jenis makanan yang Jeno pesan melalui aplikasi. Lalu dia menyindukkan nasi dan beberapa lauk pada Gio.
"Nih, abisin jangan ada yang nyisa." Jeno mengulurkan piring untuk diberikan pada Gio.
Gio mengambilnya dan mengangguk. Kemudian dia menyantap makanan tersubut hingga habis tak tersisa sesuai perintah Jeno. Jeno tersenyum memperhatikan Gio.
"Lo udah bilang papah kalo tidur disini?" Tanya Jeno.
Nafas Gio terseka, raut wajah ketakutan kini terukir di wajahnya. Kemudian Gio menggeleng dan berlari menuju sofa tempatnya tidur untuk mengambil ponselnya.
Sungguk kebodohannya itu membuatnya benar-benar panik sejadinya. Ayahnya bisa marah besar karena Gio tidak memberi kabar bahkan tidak pulang semalaman. Gio sangat takut dengan amarah sang ayah.
Jeno menghela nafasnya lalu menghampiri Gio yang sibuk mencari pinselnya yang belum ketemu.
"Udah gua duga. Tenang aja gua udah bgabarin papah kok." Ucap Jeno dan berhasil membuat Gio tenang.
Gio meluruhkan badannya di atas sofa. "Makasi bang." Tentu saja dia tidak akan melupakan kalimat tersebut.
"Lo pulang sekolah kenapa langsung kesini si dek? Mana langsung tidur gitu aja di sofa tanpa ganti seragam." Ucap Jeno sambil menyodorkan sepasang baju bersi pada Gio.
Gio langsung saja memandangi tubunya sendiri dan benar saja dia masih mengenakan seragamnya. Semalam dia menunggu kakaknya pulang tapi malah ketiduran dan tidak sempat ganti baju.
"Hehe, maaf bang kemaren gua langsung ketiduran. Yaudah gua pinjem baju lu dulu ya." Kemudian Gio beranjak ke kamar mandi untuk mengganti bajunya.
Lima menit kemudian Gio keluar setelah selesai berganti pakaian. Gio mendekati Jeno yang sedang sibuk dengan tumpukkan kertas yang Gio tebak pasti pekerjaannya.
"Mau gua bantu bang?" Tanya Gio sambil duduk di samping Jeno.
"Ga usah, ini paling bentaran lagi juga selesai." Ucap Jeno tanpa mengalihkan pandangannya dari selembar kertas.
Gio menangguk dan mengambil ponselnya yang entah mengapa sudah ada di atas meja.
Hanya hening yang terjadi selama beberapa waktu. Jeno sedang fokus dengan kerjaannya sedangkan Gio tidak mau menganggu kakaknya jadi dia hanya memainkan game pada ponselnya.
Keheningan terpecah ketika Jeno membuka suara, "kapan jadwal check-up lu lagi?" Tanya Jeno.
Gio menghela nafasnya kemudian menghentikan kegiatannya meletakkan ponselnya di sisinya. Sungguh, dia tidak suka pembahasan ini.
"Lu lupa? Baru dua bulan yang lalu loh gua check-up. Itu berarti masih ada waktu dua bulan lagi buat check-up selanjutnya" ujar Gio.
"Gitu ya? Yah maaf gainget gua. Berarti harusnya masih oke sampe sekarang."
Jeno kemudian membereskan berkas-berkasnya yang sudah selesai dia kerjakan.
"Terus lo kenapa kesini?" Tanya Jeno kini memperhatikan adiknya yang kembali fokus dengan ponselnya.
"Emang ga boleh? Kan lu yang bilang ke gua kalo gua boleh kesini kapan aja."
"Ya iya, tapi masalahnya lo kesini pake motor. Jarak sekolah lu ke apartemen gua itu jauh seenggaknya lu minta anter supir dari rumah."
"Kalo gua kerumah dulu malah makin jauh bang."
Memang benar jaraknya lumayan jauh, 1 jam adalah waktu tempuh dari sekolah Gio ke apartemen Jeno sedangkan dari sekolah Gio ke rumah adalah 30 menit. Apalagi apartemen dengan rumahnya itu berlawanan arah.
"Tapi seenggaknya lo naik mobil di Jakarta ni banyak polusi."
"Ga beda jauh kok sama Bogor."
"Ckk, lo tuh dikasih tau ngejawab aja terus."
"Lu mau ikut gua ga?." Tanya Jeno.
"Kemana?" Gio mendongakkan kepalanya memandang Jeno yang sudah berdiri di hadapannya.
"Buat belanja bulanan."
Gio pun mengangguk. Jeno mengulurkan tangannya untuk membantu Gio dan kemudian mereka pun pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...