30. Faktanya

835 52 0
                                    

Mungkin ini adalah moment langka dan pertama kalinya terjadi dianta Vernon dan Gama.

Mereka kini sedang berada di dalam satu ruangan yang sama dan hanya ada mereka berdua disitu. Karena itu suasana hening menyelimuti ruangan. Setelah beberapa menit mereka berada di ruangan itu belum ada satupun percakapan yang mereka lontarkan. Bahkan untuk sekedar basa basi saja.

Di ruangan Gama lah kini mereka berada. Sebenarnya Vernon enggan untuk datang namun dia juga penasaran dengan apa yang Gio katakan padanya sebelumnya.

Kini Gio sedang melakukan pemeriksaan bersama Arta dan ditemani oleh Fito.

Jadi ini kesempatannya untuk berbicara pada Gama mengenai beberapa hal menyangkut bundanya. Dia juga harus tau fakta dibalik itu, yang Vernon tau kakeknya lah yang membuat bundanya memutuskan bunuh diri.

"Mengenai bunda saya, saya mau tanya sesuatu." Ucap Vernon yang akhirnya membuka suaranya.

Mata Gama yang awalnya fokus membaca beberapa lembar berkas kini teralihkan menatap cucuknya itu.

Gama tersenyum pada Vernon, lalu mengatakan "apa yang mau kamu tau?".

"Kenapa anda melakukan hal keji itu pada bunda saya?"

"Memangnya hal keji apa yang sudah saya lakukan?"

"Menurut anda, jangan bersikap bodoh seperti sekarang dan jelaskan pada saya."

Gama menghembuskan nafasnya lalu bangkit dari kursinya menjauhi meja kerjanya lalu mendekat pada cucuknya yang sedang duduk di chestefield sofa berwana coklat dalam ruangan.

"Saya senang akhirnya kamu mau mendengarkan penjelasan saya dan pastinya saya akan menjelaskannya sedetail mungkin pada kamu nak."

"Kakek tau kalau dulu kamu sering di siksa oleh bunda kamu, karena itu kakek geram." ucap Gama tentu saja berhasil membuat Vernon menganga terkejut bagaimana kakeknya bisa tau itu? Bahkan ayahnya saja tidak pernah tau.

"Jangan kira kakek doang yang tau, ayah kamu juga sebenernya tau." Vernon menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Percayalah, bundamu itu terkena ganguan mental. Dan semenjak ayah kamu tau itu dia tidak pernah meninggalkan rumah lagi berusaha mengawasi istrinya supaya tidak menyiksa kamu."

"Saat saya tau kalau kamu di siksa habis-habisan oleh Nana tentu saja saya geram, berani sekali dia melukai cucuk saya. Lalu saya menggertaknya dan sedikit mengancamnya."

"Namun siapa sangka, karena mentalnya yang sangat lemah dia ketakutan dan memilih untuk bunuh diri."

Gama kemudian menumpu telapak tangannya di bahu Vernon, "maaf, kakek tau kamu sayang sama bundamu itu meskipun dia telah melukai kamu. Kakek ga menyangka hal itu akan terjadi."

Vernon menatap mata kakeknya itu. Disana, dimata sang kakek dia bisa melihat mata yang memiliki sorot kasih sayang padanya.

Entah apakah dia akan memaafkan kakeknya itu atau tidak. Namun kakeknya tetaplah bersalah dia adalah alasan kenapa bundanya meninggal. Meskipun perlakuan sang bunda tidak begitu baik padanya tetapi dia tetap sangat menyayangi bundanya itu bahkan sampai sekarang.

Bernon kemudian bangun dari duduknya dan menjauh dari Gama. Dia tidak mau lagi berlama-lama disini akhirnya pergi keluar ruangan itu.

Vernon menelusuri koridor rumah sakit sambil menatap kosong kedepan. Pikirannya dipenuhi dengan memori masa lalunya. Dimana bundanya selalu menyiksanya tanpa belas kasih ketika hanya ada mereka berdua di rumah tetapi juga memberinya kasih sayang penuh layaknya seorang ibu ketika bersama Fajar.

Sikap bak malaikat bundanya itu lah yang membuatnya tidak bisa membencinya.

.
.

Tanpa sadar Vernon terus berjalan dan ternyata sudah ada di depan ruang rawat Gio. Ditariknya knop untuk membuka pintu.

Dia melihat Gio yang sepertinya sudah kembali ke kamarnya setelah melakukan beberapa pemeriksaan di temani Fito.

"Bang, dari mana aja lu?" Tanya Gio begitu melihat sosok Vernon yang baru saja memasuki kamarnya.

"Ada urusan bentar barusan, sorry gabisa nemenin lu." Jawab Vernon.

"Owww gapapa kok santai aja lagian ada Fito sama om Arta yang nemenin."

Vernon pun menganggukkan kepalanya, "gimana hasil pemeriksaannya?"

"Belom keluar lah bang hasilnya, paling besok atu dua hari lagi." Ucap Gio.

"Nih Yo minum obat lu dulu sebelom tidur." Fito menyodorkan beberapa butir obat kepada Gio. Lalu Gio mengulurkan tangannya untuk mengambil butiran obat tersebut.

Vernon melihat obat di tangan Gio membuatnya sadar kalau kini keadaan Gio lah yang terpenting. Urusan masalalunya tidak usah lagi di pikirkan.

"Tadi gua abis bicara sama kakek." Ucap Vernon.

Gio menghentikan pergerakannya yang hendak memasukan obat ke mulutnya lalu menoleh menghadap Vernon.

"Dan gua udah denger semuanya."

"Terus sekarang gimana? Lu mau maafin kakek?" Tanya Gio berharap jawaban 'iya' yang keluar dari mulut Vernon.

Namun gelengan kepala Vernon membuat Gio sedikit bersedih.

"Hahh, terserah lu aja bang mau maafin apa engga. Gua ga berhak juga maksain lu maafin kakek tapi gua berharap kalian semua bisa damai."

Jujur Gio sudah lelah dengan semua perpecahan yang terjadi di keluarganya.

"Tante Vania makin kesini makin keliatan cantik banget ya." Ucap Fito berhasil memecahkan keheningan yang sempat berlalu beberapa menit.

Kini semua pandang mata tertuju pada sebuah televisi yang sedang menayangkan film yang sedang populer se Indonesia.

Vania Ardelia Gamantha, seorang aktor papan atas sekaligus penyanyi populer yang kini sedang membintangi film tersebut berperan sebagai tokoh utama.

"Gua nge fans banget dari dulu sama dia bro." Wajah Fito berbinar sambil menatap kagum tampilan aktor tersebut.

"Hahh, andai aja kalian deket sama tante kalian itu. Gua bisa jadi fans jalur orang dalem deh." Ucap Fito kemudian melirik Vernon dan Gio secara bergantian sambil menunjukkan wajah masamnya.

Gio hanya terkekeh pelan dari dulu Fito tidak pernah berubah selalu saja memuji Vania saat melihatnya lalu menyindir Vernon dan dirinya karena tidak dekat dengan Vania. Padahal Vania adalah adik dari ayah mereka berdua yang berarti artis tersebut adalah tantenya. Tetapi mereka sudah seperti orang yang tidak saling kenal.

"Yaudah lah itu berarti gua harus berjuang sebagai fans sejati demi bisa di notice sama dia."

Kini mereka pun fokus menonton film tersebut tanpa ada lagi pembicaraan.

Setelah film itu selelsai pun Vernon dan Fiot beranjak dari sofa melangkah mendekati ranjang pasien. Sang pasien tersebut pun sedang tertidur pulas di atasnya.

Vernon menatap dalam wajah Gio yang masih pucat itu. "Gua harap lu lekas sembuh Yo, jangan sakit kaya gini gua ga suka." Ucapnya.

Fito hanya mengangguk angguk di sebelah Vernon setuju dengan perkataan Bernon. Dia pun merasakan hal yang sama.

Kebersamaannya yang sudah berlangsung lama bahkan sejak kecil membuat Fito menganggap Gio sudah seperti saudaranya sendiri.

Paper CutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang