Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit kini kondisi Gio berangsung membaik meskipun belum sepenuhnya sembuh tapi setidaknya kini tubuhnya kembali bertenaga.
Bahkan kini Gio sedang berjalan-jalan di area sekitar rumah sakit dengan semangatnya. Sambil menunggu kakeknya mengurus beberapa hal mengenai dirinya, Gio memutuskan untuk melakukan hal lain dari pada bosan hanya duduk diam di ruangan kakeknya sambil menunggunya.
Langkah demi langkah Gio menelusuri lorong rumah sakit, tidak lupa sambil menyapa beberapa perawat yang dia kenal.
Ada begitu banyak perawat yang Gio kenal disini karena dulu dirinya juga sering datang ke rumah sakit ini. Karena sifatnya yang ramah dan mudah akrab dengan yang lain membuatnya di kenal banyak perawat.
Hal itu sangat menguntungkannya, karena itu Gio jarang merasa kesepian saat dirawat di rumah sakit pasti ada saja yang menghampiri ruang rawat inapnya baik itu para perawat, staff bahkan sesama pasien.
Bahkan Arta, sebagai dokternya sudah menganggap Gio seperti anaknya sendiri.
Pandangannya kini tertuju pada sebuah mading yang berisikan sticky notes yang tertulis sepatah dua patah kata harapan para pasien disini dan beberapa kalimat-kalimat penyemangat.
Lantai gedung rumah sakit ini memang di khususkan untuk ruang rawat para pasien yang terjangkit penyakit kanker dan mading ini dibuat untuk memberikan motivasi para pasien.
Mereka bebas menuliskan harapan serta kalimat penyemangat untuk mereka sendiri. Sewaktu-waktu mereka merasa putus asa mereka bisa datang kembali kesini, melihat banyaknya orang lain yang juga berjuang untuk hidupnya.
Senyum terukir di bibir Gio setelah membaca beberapa kalimat yang ditulisan di mading tersebut.
Dirinya sangat bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk tetap hidup sampai saat ini dan semoga dia bisa berada di dunia ini untuk waktu yang lama. Bersama semua orang di dekatnya.Gio mengambil pulpen dan selembar sticky note lalu menuliskan kalimatnya di sana. Lalu menempelkannya pada mading.
"Semoga potongan-potongan kertas yang berhamburan itu kembali bersatu."
Ucap Gama yang baru saja datang dan membuat Gio terkejut karena kedatangannya yang tiba-tiba. Gama menatap kertas yang menempel di mading, tidak butuh waktu lama untuk mengerti apa arti dari kalimat tersebut.
"Kakek?"
Gama mengalihkan tatapannya pada cucuknya itu kemudian tersenyum pada Gio.
Senyum penuh kehangatan dan kasih sayang dapat Gio rasakan dari Gama membuatnya yakin kalau Gama tidak seburuk apa yang papahnya katakan.
"Kakek juga berharap hal seperti itu, kakek mau kita seperti keluarga yang seharusnya." Ucap Gama sambil mengelus lembut surai hitam Gio.
"Tinggal di satu rumah bersama anak-anak dan cucuk-cucuk kakek. Vania, Fajar, Vernon, Dafa, Alya, Jeno, kamu dan Alfa."
Tangan Gio terulur untuk memeluk Gama dan dengan senang hati Gama membalas pelukannya itu.
.
.Sebenarnya Dafa sangat malas untuk datang ke tempat ini mengingat ini adalah rumah sakit milik ayahnya namun dia sudah memiliki janji dengan temannya.
Teman yang sudah hampir 20 tahun lamanya tidak dia jumpai. Terakhir kali mereka bertemu di London, saat wisuda. Berada di jurusan yang sama yaitu kedokteran dari universitas ternama di London.
Temanya itu sangat sibuk mengobati pasien-pasiennya akir-akhir ini jadi dia memutuskan untuk mendatanginya langsung ke tempat kerjanya. Biasanya mereka hanya bertukar kabar melalui pesan namun kini Dafa memutuskan untuk menemui temannya itu.
"Sekarang mungkin dia udah pulang..." Ucap Artha, teman Dafa.
Ya, kini Dafa sedang bersama Artha yang kita tau. Seorang dokter yang menangani Gio selama ini.
"Pasien gua ini udah gua anggap kaya anak sendiri Daf, dia mirip Reza." Lanjut Arta.
"Jadi kankernya itu kambuh setelah hampir satu tahun lamanya?" Tanya Dafa dan di angguki oleh Arta.
Dafa cukup mengerti mengenai keadaan pasien tersebut karena dulu dia juga lulusan terbaik dari universitas kedokteran meskipun sekarang dia bukanlah seorang dokter.
"Sayang banget gua telat datengnya jadi ga sempet nengokin pasien yang selalu lu ceritain itu. Tapi semoga dia segera diberi kesembuhan." Ucap Dafa, dirinya merasa prihatin pada pasiennya Arta.
Mengingatkan kembali saat-saat tersulitnya pada saat Alfa sakit dan perusahaannya hampir diambang kebangkrutan.
Suara dering ponsel Dafa menghentikan obrolan mereka, "gua angkat telpon dulu ya Ta, sorry." Arta mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau gitu gua pergi periksa pasien dulu." Ucap Arta lalu mereka pun berpisah.
Langkah Dafa terhenti ketika melihat pemandangan yang sangat dia tidak sukai, yaitu Gio dan Gama yang kini tengah berpelukan bersama. Tangannya mengeram erat ponsel yang di genggamnya. Sedangkan tangan satunya terkepal erat menahan emosi.
Sejak kapan? Sejak kapan mereka menjadi sedekat itu? Baru saja Dafa ingin menghampiri mereka suara di balik telpon itu memintanya agar segera datang ke kantor. Dengan terpaksa dia pun pergi.
Selama perjalanan di mobil Dafa merasa tidak tenang. Entah mengapa hatinya merasa gundah setelah melihat kedekatan Gio dengan Gama.
Apa sebenarnya yang terjadi, apakah mereka memang sedekat itu sekarang sampai-sampai Gio menghampiri kakeknya di rumah sakit itu apalagi tadi mereka sedang berpelukan. Apa tujuannya, apa kini Gio berpihak pada Gama karena sikap Dafa yang kurang memberi perhatian padanya sehingga Gio menghampiri sang kakek?
Jika memang benar seperti itu kali ini Dafa tidak bisa memaafkan Gio.
.
."Kamu ga mau ke rumah kakek dulu?" Tanya Gama pada Gio.
Gio menggelengkan kepalanya, "ga kek, mamah sama papah udah nungguin aku di rumah." Ucap Gio.
Gama menghela nafasnya, "padahal kamu di rawat di rumah sakit gini tapi mereka ga juga dateng cuman karena itu rumah sakit kakek."
Gama berfikir Dafa dan Alya tidak datang karena enggan bertemu dengannya di rumah sakit dan tentu saja itu membuatnya merasa sedih sekaligus kasihan dengan cucuknya.
"Gara-gara masalah kakek sama orang tua kamu kamu jadi kena imbasnya, maafin kakek ya." Ucap Gama.
Gio menggelengkan kepalanya, "bukan salah kakek ko tenang aja, Gio gapapa kok." Sebenarnya dia sedikit berbohong mengenai Dafa dan Alya yang tidak datang menjenguknya. Namun hal itu membuatnya merasa bersalah pada sang kakek.
Sedangkan Vernon dan Fito saling bertatapan dan menghela nafasnya pasrah. Mereka juga tidak bisa buka mulut karena Gio memintanya untuk tidak mengatakan apapun pada Gama.
"Vernon, jagain Gio ya. Kalau sakit langsung hubungin kakek." Ucap Gama.
Vernon pun mengangguk. Vernon memutuskan untuk berdamai dengan sang kakek karena memang hal yang lalu bukanlah sepenuhnya salah Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Cuts
Teen FictionBagaimana bisa dalam beberapa waktu dia mendapatkan tatapan kebencian dari semua orang? Dari kedua orang tuanya, adiknya, kekasihnya bahkan temannya "Dari mana aja kamu? Baru sekarang muncul? Kamu ga mikirin kondisi adek kamu hah? Dia lagi berjuang...