Re-up

4.4K 603 188
                                    

"Satu!" Argon melangkah mendekat sembari menggulung lengan kemeja hitam yang hari ini dia kenakan. Ketukan sepatu yang bersentuhan langsung dengan tanah, terdengar mencekam, dan itu terlihat selaras dengan tatapan tajam, meski terlihat tidak sinkron karena bibirnya yang terus menyunggingkan senyum tipis. "Kalian sudah berani mengusik ketenangan putra saya!"

"Dua!" Tangan kanannya yang tadi bergerak menggulung lengan di bagian kiri. Kini, tangan kirinya yang bekerja menggulung lengan di bagian kanan. "Kalaupun putra saya yang bersalah, kalian tidak berhak membalasnya dengan kekerasan. Apalagi sudah jelas jika putra saya tidak bersalah!" Argon melanjutkan. Rahangnya terlihat kian mengeras begitu posisinya dengan keenam remaja itu semakin dekat.

"Tiga!" Begitu sepasang kakinya sudah berhenti karena jarak yang tersisa antara dirinya dengan keenam remaja tersebut hanya tiga langkah, tanpa aba-aba Argon melayangkan tinjuan kepada sosok remaja yang berdiri di tengah. Remaja dengan name tag Arjunang di seragamnya itu tersungkur ke belakang hingga menabrak meja kecil. "Maka, ini balasan untuk kalian karena berani melukai tubuh putra saya!"

Argon sendiri datang bersama ketiga adiknya---Neo, Gala, juga Kara. Dengan tujuan memberi pelajaran kepada keenam remaja yang sudah berani memberi luka di tubuh putranya. Terutama Arjunang, remaja itu adalah sosok Kakak dari remaja yang sudah menganggu Delon di sekolah. Tidak terima karena putranya lebih banyak memiliki dukungan dari para murid lain, membuat Dazza--remaja yang berkelahi bersama putranya itu mengadu hingga Kakaknya mendatangi Delon di sekolah.

Untuk posisi, sekarang mereka tengah berada di warung yang ada di belakang sekolah---sekolah menengah atas. Warung yang didominasi anak-anak berandalan ini cukup jauh dari area sekolah. Jadi, sudah dipastikan jika tempat ini adalah tempat yang tepat untuk membolos. Suasana yang tadinya hening saat kedatangan Argon, kini berubah ricuh. Para murid lain yang tengah duduk menikmati semangkuk mie, juga spontan berdiri dan menoleh ke arah tempat terjadinya keributan.

"Berani-beraninya kau melukai putra saya, sialan!"

Bugh!

Kelima teman Arjunang nyaris maju saat melihat tangan Argon menarik kerah baju Arjunang untuk memberi pukulan, lagi. Memaksa remaja itu kembali berdiri dengan tegap karena tadi sempat tersungkur. Tapi Neo dan Gala cepat-cepat menahan dengan isyarat wajah, oh-don't-you-dare!

"A-ampun.."

"Punggung Delon dipukul pake raket, Om. Delon udah nangis-nangis, tapi mereka malah ketawa. Katanya gini, 'ini balasan buat lo yang udah berani ganggu adek gue'. Padahal, Dazza duluan yang ganggu Delon Om!" -Adalah jawaban Alkuna begitu Argon menanyakan apa yang terjadi di sekolah sampai putranya malas bangun pagi karena tidak mau sekolah. Putranya tidak mengadu. Dia menaruh curiga karena gelagat putranya yang terlihat aneh. Seperti ketika mendatangi kamar Delon, putranya itu terlihat tertidur dengan posisi telungkup. Tidak ada yang aneh memang, tetapi ketika tangannya bergerak mengelus lembut punggung Delon bermaksud untuk membangunkan, tubuh putranya itu sontak menegang dan langsung terbangun dengan ekspresi kesakitan yang turut terlihat.

Dan, ketika Argon bertanya kenapa Delon tertidur dengan posisi telungkup yang kemungkinan besar bisa menyebabkan jalan napas terhalang hingga mengakibatkan kekurangan oksigen. Putranya itu menjawab. "Aku takut tambah dewasa kalau tiap hari tidur telentang, atau miring ke kiri kanan, Ayah."

Meski selalu mengangguk ketika mendengar jawaban tidak masuk akal Delon. Nyatanya, Argon tidak tinggal diam, dia mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karena bukan sekali dua kali dia menemukan putranya tertidur dengan posisi telungkup, serta sudah beberapa hari menolak sekolah dan memilih berdiam diri di mansion. Bukan Delon bangeeeet. Karena meskipun sering bolos, putranya itu tidak pernah melewatkan kesempatan agar bisa keluar dari Mansion, terutama disaat sekolah.

Different, D.A || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang