Jaehan berjalan menuju tempat di mana Hyuk selama ini dipenjara. Berniat menyusul mate-nya, berharap tak terjadi sesuatu yang akan menyulitkan mereka nantinya. Namun, belum juga ia masuk ke tempat di mana tak banyak orang bisa mengaksesnya, Jaehan sudah melihat Yechan yang berjalan perlahan menuju ke arahnya.
"Yechanie!"
Yechan yang tengah berjalan sembari fokus melihat jalanan kini mendongak. Jaehan bisa melihat senyum yang tersungging dari bibir pemuda yang langsung mempercepat langkah saat melihat kehadirannya.
"Sudah selesai? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Jaehan kemudian.
Yechan mengangguk untuk pertanyaan pertama dan meralat satu hal agar Jaehan tidak salah paham. "Niatku memang ingin bertanya banyak, tapi pada akhirnya bukan aku yang berbicara dengan Yang Hyuk, melainkan saudaramu."
Jaehan mengerti, seolah sudah mengetahui.
"Kau sudah makan?"
Jaehan menoleh, menggeleng, lalu tersadar satu hal, "Kau pasti juga belum, Yechanie. Mau makan bersama?"
"Tentu. Aku sudah kelaparan. Bagaimana jika kita makan katsu?"
Sementara Jaehan dan Yechan makan malam, Sebin tiba di kawasan yang ditinggali Jehyun.
Itu adalah rumah besar yang berada di atas bukit. Dari sana bisa ia lihat dengan jelas megahnya rumah milik keluarga Kim -keluarganya, juga markas yang biasa digunakan saat ada pertemuan.
Jujur saja, Sebin jarang datang ke tempat ini, jadi cukup lama ia berdiri di sana hanya untuk menikmati pemandangan yang menurutnya langka.
Sampai ia mendengar sebuah suara lembut yang menyapa dari arah belakangnya.
"Tuan Muda ..."
Sebin menoleh. Tak perlu bertanya, tentu sang pemimpin elder lah yang langsung menyapa. Walau sebenarnya jarang sekali para werewolf ini memanggilnya dengan begitu sopan sejak ia menjadi omega.
Jehyun cukup berbeda, tapi kini Sebin tak bisa lagi memandang Jehyun seperti sebelumnya.
"Jarang melihat kalian berjalan-jalan hingga ke tempat ini. Apa Tuan muda sendirian ke sini?
Sebin mengangguk pelan, namun tak ia sunggingkan sedikit pun senyuman.
"Ah, pasti ada sesuatu yang ingin Tuan Muda tanyakan. Aku bisa membantu, itu pun jika niat baik ku tidak mengganggu."
Sebin masih diam, namun tetap mengikuti langkah Jehyun yang berkata akan menuntunnya menuju tempat ternyaman di sana jika memang ada hal penting yang ingin dibicarakan.
"Apa ketua tidak pernah datang?" Sebin membuka mulut juga di tengah perjalanan. Pada dasarnya, ia memang tidak terlalu suka keheningan.
"Pemimpin pack tidak seharusnya datang, kami lah yang harus turun jika ingin bertemu dengannya. Sejak dulu peraturannya sudah seperti itu, Tuan Muda."
Bukannya Sebin tidak tahu, ia hanya memastikan saja.
"Apakah itu berarti aktivitas di tempat ini berjalan tanpa ada pengawasan dari Jaehan sama sekali?"
Jehyun terlihat tersenyum. Anehnya, itu adalah senyum yang tak mampu Sebin lihat ada sedikitpun ketulusan di dalamnya. "Untuk apa tempat seperti ini diawasi? Lagi pula, dibanding sang Alpha, kami bukanlah apa-apa."
"Begitukah? Ah, aku dengar rumah sakit Antella membuka cabang baru di pinggiran kota?"
Jehyun mengiyakan, lalu meminta maaf juga karena Sebin tak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan. Yang sebenarnya tak perlu meminta maaf juga, karena Sebin sendiri tahu diri.
Kini pack hanya patuh pada Jaehan.
"Tidak masalah. Akan tetapi, jika aku ingin melihat-lihat, bolehkan aku datang?"
"Tentu saja, Tuan Muda. Tentu saja ..."
Setelahnya, Jehyun mengantar Sebin yang ingin berkeliling. Mereka juga banyak mengobrol. Sebin jelas menunjukkan ketertarikan saat mereka melewati sebuah bangunan serba putih yang berada di tengah hutan dekat kediaman Jehyun.
Hanya saja, Jehyun beralasan jika itu hanyalah tempat budidaya tanaman herbal miliknya. Tak ada yang istimewa di sana.
Sebin pun mengangguk, tak ingin memaksa juga karena jika ia melakukannya, sudah pasti Jehyun akan lebih mewaspadainya.
Dalam hati, Sebin berjanji akan datang lagi ke sini. Ia akan mencari tahu lebih banyak lagi nanti.