Han Junghoon.
Jika Jaehan adalah putra mahkota yang mewarisi tahta ayahnya, maka Han Junghoon adalah tuan muda yang mewarisi kekayaan para pendahulunya.
Bukan alpha, Junghoon hanyalah seorang beta. Namun, karena uang yang dimilikinya, kata-kata mana yang keluar dari bibirnya yang tidak dijalankan dengan sempurna?
Walau masih akan selalu ia sangkal bahwa Enigma bukanlah proyeknya. Junghoon hanya meneruskan , tak bisa menghentikan. Karena itu, alih-alih membantu Jaehan, ia memilih untuk diam saja. Selama Jaehan tak tahu, ia akan tetap aman di Antella.
Setidaknya, begitulah pikirnya.
**
Jaehan menghela napas panjang.
Banyak desakan dari berbagai sisi. Tak hanya saat pertemuan yang begitu banyak meminta kepastian soal Yechan, namun kini Jaehan juga sering mendengar sendiri kerasnya tuntutan dari adiknya.
Sebin menginginkan Jaehan segera membentuk tim untuk menyelidiki kecurigaan mereka akhir-akhir ini dan itu harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Hanya saja, sedikit sulit untuk mempercayai siapapun saat ini.
Sementara itu, melihat Jaehan yang terlihat terus mengerutkan kening, Yechan berinisiatif mendekat. Dengan lembut, bahu tegang itu ia pijat.
"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."
Yechan sendiri sudah mengetahui apa yang menjadi kegelisahan terbesar Jaehan saat ini.
"Atau kau bisa bertanya pada Sebin Hyung, apakah dia memiliki seseorang atau beberapa orang yang mungkin bisa dipercaya? Terlepas dari semua, dia benar soal kita yang harus segera mencari bukti. Aku yakin bukti itu akan segera dihilangkan saat mereka sudah mencurigai kita."
Kedatangan Sebin pasti menjadi tanda untuk mereka.
"Pertama, aku ingin membawamu lebih dulu ke pertemuan dan menegaskan hubungan kita. Akan tetapi, aku masih ragu apakah itu akan baik-baik saja."
"Tak ada yang akan baik-baik saja karena Antella sudah bobrok sejak lama. Terlebih mereka pasti sudah tahu bahwa aku adalah Enigma dengan jiwa Kim Yechan yang masih ada. Karenanya, jangan terlalu takut, Jaehanie ... terlepas dari banyak yang tak bisa kau percaya, bukankah masih ada aku dan Sebin hyung yang selalu ada?"
Belum lagi ada Yang Hyuk. Saksi hidup yang pasti lebih dipercayai oleh kawanan.
Satu-satunya yang Yechan khawatirkan hanya keberlangsungan Jaehan sebagai pemimpin Antella.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Yechan pada Enigma yang sedari tadi diam saja di dalam dirinya.
"Jika Jaehan tak lagi menjadi pemimpin, Antella akan kacau. Sepertinya, kita harus menyebarkan rumor untuk melihat reaksi. Saat api sudah menyala, asap akan terbang kemana-mana. Saat itu lah kita bisa memutuskan langkah selanjutnya."
Yechan terdiam. Sampai Jaehan menyadari dan menggoyang bahunya untuk membawa kembali Yechan pada kesadaran.
"Ada apa? Apa dia mengatakan sesuatu?"
"Mm. Akan aku beritahu nanti, biarkan aku memikirkan ini dulu."
Tak memaksa, tentu Jaehan akan memberi waktu sebanyak yang mate-nya mau.
"Hmm ... Jaehanie, ingin jalan-jalan?"
**
Kim Yechan bernostalgia, sementara inangnya merasa senang akhirnya bisa keluar juga dari istana besar yang ia gunakan untuk tempat persembunyian.
Jaehan membiarkan saat ada yang melihat Yechan dengan pandangan kebingungan. Tak jarang, ada yang langsung menarik anak-anak mereka penuh kewaspadaan.
Kawanan Antella tak mungkin tak tahu apa yang sudah adiknya lakukan, mereka juga tahu jika Kim Yechan sudah disegel, hanya saja melihat wajahnya yang kini ada lagi di sekitar mereka, Jaehan tak bisa menyalahkan jika timbul ketakutan.
Yang lucu, Shin Yechan ini sungguh tidak merasa terganggu. Pemuda itu tetap berjalan dengan ceria, tak jarang melontarkan sapa meski tak mengenal siapapun yang melewati mereka.
"Kepribadianmu itu sangat bertolak belakang dengan adikku."
"Ya. Adikmu lebih menyebalkan, bukan?" kekehan menggema, Yechan bahkan bisa mendengar decihan. Tentu datang dari Kim Yechan yang memang mendengarkan.
Keduanya berhenti di tepi sungai. Itu adalah hilir dari sungai yang ada di hutan terlarang.
Di sini, riak airnya jauh lebih tenang. Suasananya juga tak menyeramkan. Apalagi Jaehan ditemani seseorang yang tak ia sangka akan berdiri di sisinya.
Adiknya mengharap cinta darinya, namun pada akhirnya ia memiliki mate yang akan selalu mengingatkan pada Kim Yechan.
"Kami serupa, tapi tak sama. Aku tahu jika kau pasti akan terus terbayang akan sosoknya, kuharap itu tidak akan mengganggu hubungan kita ke depannya."
Jaehan yang sejak tadi mendongak menatap Yechan, kini tampak salah tingkah dengan menggaruk pipinya. Jangan lupa dengan senyuman manis berhias gigi gingsul yang menurut Yechan menggemaskan.
"Jadi, kau bisa membaca pikiranku sekarang?"
Yechan tertawa, tak peduli lancang, ia sedikit membungkuk hanya untuk melihat lebih jelas kecantikan yang tak luntur di tengah kegelapan.
"Ye-Yechanie?"
"Hm?"
Menggumamkan jawaban, namun bibir sudah menyentuh sudut bibir Jaehan yang seketika itu juga terkatup rapat.
Yechan menarik kembali dirinya, "Jangan khawatir, aku tidak akan melangkah jika kau tak mengizinkannya."
Mata yang sempat tertutup kini terbuka, keduanya saling menatap berharap saling mengerti isi hati yang tersembunyi.
"Aku-"
"Aku bisa memastikan kau tak akan pernah kehilangan apapun, Kim Jaehan."
Itu adalah rayuan, namun Jaehan juga tahu bahwa Yechan adalah harapan. Pemuda ini seolah membuka jalan kenyataan yang selama ini disembunyikan.
Kepercayaan?
Jaehan tak seharusnya meragukan.
"Aku tak takut kehilangan. Aku hanya takut jika keputusanku akan menyebabkan kerugian. Tak hanya untuk kawanan, tapi untuk dirimu juga, Shin Yechan ...."
Ia pernah kehilangan dan bisa melalui meski kesulitan. Hanya saja, jika Yechan yang dirugikan, bagaimana ia akan menghadapi dua kalinya kegagalan?
Tangan Yechan terulur, lembut mengusap pipi yang terasa dingin karena angin, "Jaehanie, kau tahu ... satu-satunya hal di dunia ini yang tak perlu kau khawatirkan adalah aku."