"Leader ... sekuat apapun kau dan Yang Hyuk, kalian ... tak akan bisa membunuhku. Ingat siapa yang menciptakanmu? Itu aku ... ITU AKU!" dan tawa yang semula hanya terdengar seperti kekehan itu semakin mengeras seiring waktu."Jika memang benar begitu, bagaimana jika aku mencobanya terlebih dahulu."
Yechan membiarkan Hyuk menekan, mencoba mematahkan leher elder yang meski tadi sempat tertawa, kini tampak mulai kesakitan.
Psikopat bisa kesakitan juga rupanya, pikir Yechan.
Sementara Kim Yechan hanya diam menyaksikan, meski sangat terasa jika jiwanya mulai kehilangan ketenangan.
"Kau ingin menghajarnya?"
Kim Yechan menggeleng, "Memukulnya hanya akan membuat tangan dan fisik kita terluka. Aku lebih suka menyiksanya dengan perlahan, membuatnya tampak kasihan, dan pada akhirnya dia meminta agar cepat dimatikan."
Oke, Shin Yechan mengerti. Akan tetapi, ia juga tahu Yang Hyuk ingin melampiaskan kekesalan dan kemarahan yang sudah sekian lama terpendam.
Bahkan meski ia mendapatkan salah satu dari kembar Kim, Hyuk mengaku jika ia tak akan melakukan itu jika hanya melukai orang yang ia kasihi.
Jika bisa mengulang waktu, Hyuk tak akan bertindak bodoh seperti waktu muda dulu.
Semua emosi itu sungguh terlihat dari setiap pukulan yang pria itu layangkan. Yechan juga tak berniat menghentikan, toh elder itu abadi.
Yechan hanya menghela sebelum menegakkan punggungnya yang mulai pegal. "Aku ingin menyusul Jaehan."
Hyuk tak menanggapi, tapi Yechan tahu jika enigma itu mengerti. Untuk sesaat, Yechan berharap bahwa elder itu tidak berbohong dan benar-benar tidak bisa mati.
**
Seperginya sang pemimpin, seolah diberi kesempatan, Hyuk yang hatinya bergejolak karena amarah dan dendam yang sudah menumpuk itu terus menghajar dan berakhir dengan mencekik leher yang begitu kecil, tak sebanding dengan tangannya yang lebih besar dari ukuran manusia normal.
Sampai datang seseorang yang menyentuh lengannya, berkata dengan suara pelan penuh permohonan, "Hentikan, Hyuk-ah ..."
Sementara di perjalanan,
"Ia tak akan bisa mati dengan cari ini, Yechanie ..."
Shin Yechan menghela, "Syukurlah kalau begitu ..."
"Syukurlah?"
"Uhm. Bagus jika dia tak bisa mati. Jauh di lubuk hatiku sungguh bersyukur jika dia abadi, dengan begitu hukuman yang akan ia dapatkan akan berlangsung sangat lama."
Sudah begitu, menjadi immortal juga bukan berarti tak bisa merasakan sakit, 'kan?
Karena itu ia membiarkan Hyuk menyiksanya. Sebelum pergi juga ia sudah meninggalkan pesan.
"Jika sudah selesai, seret saja ke penjara bawah tanah. Kita tahu dia tak akan bisa mati, jadi biarkan saja dia memulihkan dirinya sendiri. Ah ... dan jauhkan dari Han Junghoon. Dua serigala licik ini bisa merepotkan kita nanti."
Yechan berniat mengurung keduanya sampai waktu dimana mereka bisa mengadili pengkhianat ini.
Kim Yechan bertanya, "Jadi, kau sungguh akan membawanya ke Yeomra?"
Yechan menganggukkan kepala. Meski tempat itu banyak memberi kenangan menyakitkan untuk dirinya -mereka, tapi tak ada tempat yang lebih baik untuk menghukum para penjahat selain di sana.
"Aku ingin dia merasakan apa yang selama ini kau rasakan. Jiwanya ... aku akan menyegelnya."
**
Penyegelan jiwa?
Kim Yechan tak terlalu senang mendengarnya. Itu bisa menjadi sebuah hukuman, siksaan, akan tetapi bisa juga menjadi anugerah. Seperti dirinya yang tersegel dalam raga istimewa milik Shin Yechan, hukuman yang seharusnya menyiksa, justru membuatnya memiliki rumah baru.
Bocah kecil ini ... bukan dia yang menjaga, melainkan sebaliknya. Jika Shin Yechan tak cukup kuat, ia mungkin sudah musnah sejak lama.
Namun, mereka justru saling mengisi, Kim Yechan juga merasa kekuatannya perlahan kembali. Tak maksimal memang, hanya saja itu cukup membantu seperti saat Shin Yechan tengah memperebutkan posisi pemimpin Antella tempo hari.
Kim Yechan hanya takut, hal yang sama juga terjadi pada Jehyun nanti.
"Aku mengerti kekhawatiranmu, tapi ..." Shin Yechan tersenyum, bicara dengan lantang tak peduli jika banyak yang memperhatikan, "-percayalah padaku, hyung ..."
Kim Yechan tersentak, tak hanya terkejut dengan kepercayaan diri werewolf muda ini, melainkan panggilan yang bahkan tak pernah ia sangka akan keluar dari bibirnya.
"Kau- bilang apa tadi?"
Namun, Shin Yechan hanya terkekeh.
"Jangan memanggilku dengan panggilan itu lagi, menggelikan sekali ..."
"Berhenti menyangkal, aku tahu kau menyukainya."
Menjadi bungsu yang bahkan pernah dibenci sebegitu dalamnya oleh kakaknya sendiri, sebuah panggilan sederhana, sebenarnya cukup menyentuh hatinya.
Dalam persembunyiannya, Kim Yechan kembali meringkuk, bedanya ia memejamkan mata dengan senyum mengembang di bibirnya.
*udah mah lama ga update, setiap up dikit banget.
percayalah diriku ini sudah berusaha keras sekali ༎ຶ‿༎ຶ