"Aku bisa memastikan kau tak akan pernah kehilangan apapun, Kim Jaehan."
"Kau akan penuh dengan bauku, kau tidak akan bisa lagi mengabaikan keinginanku, kau bahkan akan kehilangan kealpha-an yang selama menjadi kebanggaanmu. Saat aku menaruh racun ku di tubuhmu ... Jaehanie, kau tak akan pernah bisa membatalkan itu."
**
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Masih marah padaku?" untuk kesekian kalinya Yechan bertanya.
Sementara Jaehan masih bersikeras membungkus seluruh tubuh dengan selimut tebalnya.
Keduanya sudah tiba di kediaman Kim dini hari tadi. Kini, hari sudah pagi, matahari pun mulai meninggi.
Yechan memaksa Jaehan untuk membersihkan diri. Terpaksa Jaehan menuruti, benar-benar tak berdaya dan tak sanggup menolak perintah mate-nya ini.
Sudah hampir dua jam Yechan mencoba membujuk agar Jaehan mau keluar dari persembunyian. Selain penasaran, Yechan juga sudah kelaparan dan ingin sarapan.
"Aku tidak marah."
"Aku tahu kau marah."
Jaehan semakin merengut, entah kemana perginya ketegasan dan wibawa yang selama ini ia punya. "Aku hanya merasa bahwa kau membohongiku. Pertama kau bilang aku tidak akan kehilangan apapun, tapi nyatanya kau mengambil semuanya. Tak ada yang tersisa."
Kalimat terakhir terucap lirih.
Yechan pun mendesah. Banyak yang ingin ia jelaskan, namun tak ada satupun yang keluar dari bibirnya kecuali permintaan maaf.
"Maafkan aku ..."
Jaehan kehilangan kata-kata. Yechan memang tampak merasa bersalah, akan tetapi Jaehan juga tak mau melihat Yechan menyesal sudah melakukannya.
Jadi, perlahan Jaehan membuka selimutnya, dengan penuh kesadaran ia beringsut, mendekat dan memeluk Yechan cukup erat.
Matanya terpejam saat rambutnya diusap dengan sayang.
"Kau memaafkanku?"
Jaehan pun menganggukkan kepala. Nyatanya, masih ada kekhawatiran dalam benaknya.
"Yechanie, menurutmu apa Sebin akan menerima ini?"
Yechan tidak tahu, tapi ia mencoba menenangkan. Ia sendiri bahkan masih memikirkan Kim Yechan yang tak kunjung bersuara.
Enigma dalam dirinya itu pasti memiliki kecemburuan. Bagaimana pun Kim Jaehan adalah seseorang yang pernah Enigma itu cinta di masa mudanya.
Ironisnya, Kim Jaehan kini justru bersama dengan inangnya.
Bahkan jika sakit hati, rasanya Shin Yechan bisa memahami.
"Mari kita menemuinya nanti."
Jaehan menyetujui, dan sisa pagi itu mereka gunakan untuk beristirahat bersama. Saling berbincang, memeluk, dan sesekali bercanda.
Waktu yang begitu berharga karena keduanya sendiri memahami bahwa mungkin tak akan ada lagi waktu semenyenangkan ini nanti.
Sementara itu di penjara bawah tanah, Hyuk melihat Sebin yang menyandarkan dirinya di dinding. Terkantuk-kantuk, hampir terantuk.
"Beristirahatlah di kamarmu, jangan di sini. Terlalu dingin, juga akan menyakiti tubuhmu sendiri."
Kelopak mata Sebin terbuka, menatap sayu ke arah Hyuk yang masih belum memberi jawaban atas pertanyaan dan permintaannya.
"Tidak, sampai kau menjawab iya, Hyuk-ah."
Hyuk menunduk, "Kau membenciku dan aku juga takut kembali menyakitimu ... mengertilah, Sebin-ah."
"Apa kau selalu se pengecut ini? Setelah memaksaku, kau dengan tidak bertanggung jawab minta dikurung padahal hukumanmu sudah selesai lama sekali. Kau membiarkanku sendiri, kesakitan seorang diri. Apa kau tak pernah memikirkan bagaimana keadaanku di luar sana?"
Sebin terdengar begitu emosional. "Kau tak pernah benar-benar peduli padaku, Hyuk-ah. Bahkan sekarang pun kau masih enggan menuruti permintaanku yang tak seberapa ini?"
Sebin hanya tak ingin kesepian lagi. Ia memiliki Jaehan di masa lalu, tapi kini tak bisa lagi. Kim Jaehan sudah memulai kehidupannya sendiri. Kehidupan yang mungkin akan sama sulitnya. Bedanya, kakaknya itu memiliki Shin Yechan.
Sementara dirinya ...
"Izinkan aku menagih hutangmu, Yang Hyuk. Biarkan aku memanfaatkanmu, dan jadilah seseorang yang akan selalu melindungiku."
Tak ada lagi yang Sebin pinta selain itu ...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.