Tak hanya Sebin, akan tetapi Jaehan juga mulai menyadari adanya perubahan dari adiknya yang cukup mencengangkan.
Yechan menjadi lebih pendiam, tatapan matanya juga terlihat buas dan semakin tajam.
Tidak tahu, tapi itu cukup membuat Jaehan segan.
Setiap kali keluarga mereka berkumpul, Yechan juga tak lagi ikut bicara atau bahkan berdebat seperti biasa.
Tampaknya, Sebin juga mulai kehilangan teman bertengkar. Semua menjadi terasa hambar.
Sampai suatu hari, ayah dan ibunya meminta Jaehan untuk segera menyelesaikan jika memang terjadi masalah di antara mereka bertiga.
Akan merepotkan jika tiga alpha membuat keributan dalam pack yang sebelumnya baik-baik saja. Tak hanya reputasi, tapi pack juga akan dalam bahaya jika terjadi sesuatu pada ketiganya.
Mencoba memposisikan diri sebagai kakak tertua, walau nyatanya mereka dalam usia yang sama, Jaehan datang ke kamar adiknya.
Sebin menolak masuk, hanya menunggu di balik pintu. Yakin jika urusan Yechan sebenarnya hanya dengan Jaehan dan ia ikut terkena imbas karena menunjukkan keberpihakan pada yang tertua.
Sebin juga menduga Yechan mengalami banyak perubahan setelah penolakan yang Jaehan berikan padanya.
"Jika terjadi sesuatu, kau harus segera memanggilku." ucap Sebin saat itu.
Jaehan mengangguk, dan setelah mengetuk, ia pun diijinkan masuk.
Kamar Yechan sangat gelap. Hampir semua furniture yang ada berwarna hitam. Jika tak ada cahaya masuk dari celah jendela, Jaehan tak akan bisa melihat apapun di sana kecuali mata kuning adiknya yang sudah menyala.
"Yechanie, kau tahu kan apa maksud kedatanganku kali ini?"
Yechan tak menjawab. Namun, Jaehan bisa melihat mata kuning itu menyorot tajam ke arahnya.
Jaehan tak mendekat, ia juga harus berjaga-jaga jikalau ada serangan tiba-tiba.
"Yechanie, aku menyayangimu. Tapi, kau tahu jika hubungan kita tidak bisa lebih dari itu. Jika kau teruskan, tak hanya hukuman dunia, kau juga tak akan menerima pengampunan dari dewa."
Lembut Jaehan mencoba memberi pengertian. Sayangnya, Yechan sepertinya sudah kehilangan kewarasan.
Tubuh yang tadinya berwujud manusia sempurna, kini menjadi werewolf hitam yang menakutkan dalam sekejap mata.
Tak ingin dirinya dalam bahaya, Jaehan pun sama mengubah dirinya.
"Kesombonganmu, akan aku musnahkan. Kealpha-an yang kau punya, juga akan aku hilangkan."
Jaehan kebingungan, tak mengerti apa yang Yechan katakan. Namun, saat Yechan sudah hampir menyerang, dari arah pintu sudah berlari Sebin yang langsung menubruk tubuh Yechan hingga terpental keluar kamar.
Pintu hancur, jendela pun sama sudah berlubang karena ulah keduanya.
Sebin menggeram, " Dia saudara kita! Kau pikir apa yang akan kau lakukan padanya, Yechan-ah?!"
"Aku benci penolakan dan aku benci membayangkan dia bersama yang lainnya!"
"Yechan-ah, jernihkan pikiranmu! Kita saudara kembar, mana bisa kau mencintainya dengan cara seperti itu? Kau tak memikirkan mate-mu?!"
"Aku tak memiliki-"
"Belum! Hanya belum! Bersabarlah, dan kau akan tahu jika perasaanmu itu hanya kebingungan karena Jaehan terlalu banyak memberi perhatian."
Namun, sekeras apapun Sebin berusaha menjelaskan, Yechan yang sudah dipenuhi kemarahan berakhir melukainya.
"Sebin-ah!"
Jaehan berdecak, ia tak ingin ada keributan. Tetapi, kedua adiknya sungguh tak tahu apa itu kesabaran.
Jaehan tentu berdiri di sisi Sebin. Tapi, entah mengapa Yechan seolah tak ingin melukainya. Berbeda dengan Sebin yang sudah berteriak setiap kali serangan Yechan mengenai tubuhnya.
"Sebin-ah, lebih baik kau mundur. Yechan tak bisa dilawan dengan kekerasan."
"Lalu, apa? Anak ini tak bisa dibiarkan, berhenti memanjakan! Karena ulahmu juga anak ini menjadi kurang ajar!"
Jaehan tak menyangkal, tapi kondisi Sebin sudah mengkhawatirkan.
Karena keduanya keras kepala, Jaehan yang berusaha melerai justru didorong menjauh oleh kedua saudaranya.
Berdecak, Jaehan berlari menuju ke tengah pertarungan. Kedua tangannya menahan Sebin sekaligus ia gunakan sebagai tumpuan sebelum memberi Yechan sebuah tendangan.
Dengan itu, Yechan berhasil ia pukul mundur. Tahu hanya sesaat, ia memberi ancaman pada Sebin agar segera pergi.
"Panggil ayah, Sebin-ah!"
Sebin yang merasakan darah mulai mengucur deras dari tubuhnya mengangguk juga pada akhirnya. Namun, karena perutnya terkoyak akibat kuku tajam, tangannya juga terluka akibat gigitan, sebelum berhasil masuk, ia lebih dulu hilang kesadaran.
Ia yang terlemah, hanya handal dalam bernegosiasi walau tampaknya di depan Yechan, kemampuannya itu tak berguna lagi.
Tentu ia bisa menyembuhkan diri, namun dengan luka sebanyak ini ...
Mustahil.
Mereka berdua tahu Yechan yang terkuat, namun tak disangka akan sekuat ini juga.
Halaman belakang rumah mereka sudah tampak kacau karena perkelahian. Jaehan yang mulai kewalahan mulai melolong panjang, memanggil semua werewolf yang sebenarnya sudah mendengar keributan.
Hanya saja, siapa yang berani melerai jika tiga alpha lah yang terlibat di dalamnya.
Kecuali satu, alpha yang baru datang itu ingin membantu, namun saat mata kuningnya menangkap sosok yang sudah tergeletak di dekat semak, fokusnya semudah itu teralihkan. Tanpa membantu Jaehan, Alpha itu justru membawa Sebin pergi dari sana, begitu saja, tanpa satu patah pun kata.
Jaehan yang melihatnya hanya bisa mengumpat pelan, "Sialan, Yang Hyuk!"
Tidak perlu dibawa pergi juga Sebin pasti akan sembuh sendiri. Karena itu Jaehan tenang, adiknya memiliki kemampuan penyembuhan alami. Justru ia sekarang yang dalam bahaya di sini.
"Yechanie, semarah ini kau padaku? Hanya karena aku tak membalas perasaanmu?"
Yechan tak menjawab, namun bersamaan dengan suara langkah dan lolongan sebagai balasan, saat itu Jaehan bisa melihat pupil adiknya yang bergerak ke kiri dan kanan.
Tahu dalam bahaya, Yechan berlari, dan dengan bodohnya, Jaehan mengikuti ke mana adiknya itu pergi.
