16

559 67 10
                                    

Jaehan masuk ke tempat gelap itu sendirian. Bukan masalah, ia sudah terbiasa. Lagi pula, kebanyakan dari tahanan di sana, Jaehan lah yang menangkapnya.

Tak semua Enigma, ada beberapa werewolf yang memang melakukan  pelanggaran, baik ringan maupun berat.

Sebenarnya, ia sendiri juga riskan masuk ke sini. Karena ada penghalang, kekuatannya pun perlahan ikut melemah.

Teriakan, geraman, umpatan ... Jaehan mencoba untuk tak mempedulikan.

Jaehan terus melangkah sampai ia berhenti dan mendapati adiknya tengah terisak-isak  seorang diri.

"Sebin-ah?!"

Sebin tak menanggapi, hanya terus menangis, sampai Jaehan mendekat, dan menoleh. Ia  menatap Hyuk lekat. Tatapan tajam ia layangkan, walau tahu pasti bahwa itu tak akan berpengaruh apapun pada Hyuk yang terkurung di hadapannya saat ini.

"Aku masih membiarkanmu sejauh ini karena adikku, Yang Hyuk-ssi."

Hyuk balas menatapnya, akan tetapi bukannya menanggapi kata-kata Jaehan, ia justru menanyakan hal yang membuat sang pemimpin semakin geram saja.

"Bagaimana rasanya bertemu orang yang sudah mati, Jaehanie?"

Jaehan jelas tahu siapa yang Hyuk maksud.

"Bukan urusanmu! Dan satu hal lagi ... dia belum mati.

Mendengar kata terakhirnya, tawa Hyuk menggema.

"Lucu. Bukankah kalian sendiri yang mengatakan itu dulu? Semua kawanan mempercayaimu. Aku jadi penasaran, kira-kira apa yang akan terjadi jika mereka tahu bahwa Enigma itu kembali lagi?"

Tak ingin semakin mendidih di sini, Jaehan mengeluarkan decihan sebelum memutuskan untuk menarik Sebin pergi.

"Aku bersumpah akan membunuhmu suatu hari nanti, Yang Hyuk."

Hyuk menyeringai, "Kau tak akan bisa melakukan itu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Jaehan membawa Sebin kembali ke kamarnya. Menenangkan dan membiarkan saudara kembarnya itu tidur setelahnya.

"Apa dia selalu seperti ini?"

Jaehan mengangguk atas pertanyaan Yechan.  Mengatakan bahwa Sebin memang sering menyambangi Hyuk meski berulang kali mengatakan benci. Akan tetapi, biasanya Jaehan menemani.

Mungkin sebenarnya naluri omega Sebin lah yang membutuhkan seorang alpha, atau mungkin jauh di lubuk hati dan tanpa disadari, Sebin mungkin sudah menyerahkan hatinya pada Hyuk saat ini.

"Salahku. Ini semua tak akan terjadi jika bukan karena aku."

"Bagaimana itu bisa menjadi salahmu?"

Jaehan menghela, "Karena aku menceritakan situasi kita berdua pada Sebin, kurasa itu juga menjadi pemicunya."

Yechan bisa merasakan kegelisahan Kim Yechan dalam dirinya.

"Kau khawatir pada saudaramu?"

"Mm."  Kim Yechan mengiyakan.

"Kau selalu mengatakan padaku agar tidak gegabah, pikiranmu itu ... sebaiknya kau pikirkan lagi. Bagaimana pun, jika terjadi sesuatu pada Yang Hyuk, Kim Sebin akan ikut menderita juga."

Lagi pula, Jaehan juga hampir menjadi korbannya di masa lalu. Shin Yechan ingin melontarkan sarkas, tapi ia sendiri merasa tak pantas.

Dalam hubungan persaudaraan ini, ia tetap orang luar bagi ketiganya. Tak ada hak untuk memberikan penghakiman.

"Yang Hyuk ... mengapa dia menjadi seperti itu?"

Jaehan menggeleng. Namun, pada akhirnya  tetap menceritakan betapa dekatnya mereka berempat di masa lalu.

Sampai Yechan berubah, lalu tak lama Hyuk juga menunjukkan gejala liar yang hampir sama.

Sebin sedikit keras pada Yechan saat adiknya itu menggila, tapi entah kenapa malam itu Sebin benar-benar menurunkan kewaspadaan hanya karena Yang Hyuk lah yang datang.

"Tapi, aku paham. Hyuk tak pernah membiarkannya terluka, siapa sangka bahwa justru pria itu lah yang melukai Sebin pada akhirnya."

Yechan menghampiri Jaehan, tak melakukan apa-apa, dan hanya duduk menatapnya.

"Ada apa?" tanya Jaehan.

"Bagaimana dengan kita?"

Jaehan mengernyitkan dahi, tak mengerti.

"Tak bisa dihindari, jika menerimaku, kau akan kehilangan status alpha, bahkan mungkin kepemimpinanmu tak akan lagi diakui. Karena itu, apa kau sungguh-sungguh tak keberatan menerimaku sebagai mate-mu, Jaehanie?"

Saat itu, Jaehan menundukkan kepala. Mungkin pertama kalinya Kim Jaehan bertanya tanpa menatap lawan bicaranya.

"Jika aku bisa membatalkannya, apa kau akan baik-baik saja?"

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang