03 . Tidak Sendirian

284 5 0
                                    

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

"Jatuh cinta tak seindah dan seburuk itu. Bisa saja hari ini kau tertawa dan tersenyum bersama, namun tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok. Maka dari itu, jangan berlebihan saat menanggapi sesuatu."

- Monica Kathleen

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

💐💐💐

Monica melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah. Hari ini, ia datang hampir terlambat lagi. Karena saat ini jam sudah menunjukkan pukul 07.00.

Tadinya, Monica ingin memutuskan untuk tidak sekolah, namun niatnya ia urungkan karena ia ingin menjadi pintar seperti kedua kakaknya. Monica ingin Marko juga bangga terhadap dirinya.

Dan untungnya, Marko tak memperpanjang hukumannya. Jadi, saat pagi ia diperbolehkan untuk keluar dari ruangan itu.

Monica pergi ke sekolah dengan jaket berwarna hitam yang melekat di tubuhnya, dan rambut yang dibiarkan tergerai untuk menutupi bagian belakang lehernya yang terkena cambukan. Tak lupa juga yang awalnya kaos kakinya pendek, kini sekarang menjadi panjang. Dan untungnya, tak ada yang curiga dengan penampilan Monica saat ini.

Saat sedang berjalan, Monica tak sengaja melihat Jo dan juga Eci yang menghampirinya. Entah mengapa keduanya sangat hobi menunggunya. Itu terbukti, karena mereka berdua masih memakai tas di punggungnya.

"Lo lama banget sih datengnya. Kenapa lo jadi males-malesan gini semenjak semester dua? Biasanya, lo selalu dateng pagi untuk beresin kelas meskipun piket enggak piket," ucap Eci dengan nada curiga.

"Gua setuju, lihat tuh penampilan lo sekarang, kayak lagi sakit aja lo," ucap laki-laki yang saat ini memakai bando, itu adalah Jo.

"Gua enggak kenapa-kenapa kok. Jangan curiga gitu, akhir-akhir ini gua susah tidur, jadi bangunnya telat terus," jawab Monica berbohong.

Mendengar jawaban Monica,  Jo dan juga Eci hanya menganggukkan kepala mereka percaya. Mereka berpikir, untuk apa mereka mencurigai sahabat mereka sendiri? Lagian, alasan yang diberikan Monica sangat masuk akal.

"Jo, Ci, kenapa kalian berdua nungguin gua dateng terus? Kenapa enggak langsung ke kelas aja? Apa enggak capek nungguin gua?" tanya Monica penasaran.

Jo menggelengkan kepalanya dengan tersenyum. Ia mengeratkan kedua tangannya pada tali dikedua sisi tasnya.

"Kami enggak capek."

Eci menganggukkan kepalanya lagi. "Benar, kami nungguin lo supaya kita bisa masuk kelasnya bareng-bareng, gitu."

Mendengar jawaban kedua sahabatnya, rasa bersalah kini menyelimuti perasaan Monica. Ia menyesal karena selalu datang lambat, dan mengakibatkan kedua sahabatnya jadi harus menunggunya.

"Harusnya kalian jangan nungguin gua," ucap Monica.

"Kenapa jangan? Kan kita bertiga sahabat, jadi apa-apa harus bareng. Iyakan, Jo? Mon?" ucap Eci tersenyum simpul.

Monica tersentuh mendengar pernyataan Eci. Kini, rasa bersalah dihatinya semakin membesar, kali ini karena ia tak mampu terbuka dengan kedua sahabatnya.

"SETUJU!" ucap lantang Jo lalu tertawa.

Melihat kedua sahabatnya yang tertawa, Monica pula ikut tertawa. Seperti itulah sahabat, selalu ada kapan pun untuk menghibur dan menjadi penenang atas segala lukamu.

Monica [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang