⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
"Jadikanlah kebahagiaan menjadi sebuah tujuan, dan keberhasilan menjadi prioritas utamamu. Karena prioritas dibutuhkan untuk mencapai sebuah tujuan."
- Monica Kathleen
⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
💐💐💐
Sepoian-sepoian angin menerpa wajah Monica. Kini, gadis itu sedang duduk di balkon kamarnya dengan ditemaninya bintang dan bulan yang bersinar terang dengan langit malam.
Ia memandang kagum kepada bulan di langit. Terkadang, ia berpikir apakah dirinya bisa bersinar dengan terang layaknya bulan di langit? Mungkin, bisa.
Karena Monica percaya, bahwa semua orang pasti akan bersinar pada waktunya. Seperti bulan yang bersinar pada saat malam hari, dan matahari yang bersinar pada pagi sampai sore hari. Keduanya sama-sama bersinar pada waktunya.
"Nona, Monica."
Monica tersentak saat mendengar ada yang memanggil namanya. Sontak ia menoleh kearah sumber suara, dan ternyata itu adalah salah satu maid yang bekerja di rumahnya, lebih tepatnya mansion.
"Maaf tadi saya lancang masuk ke kamar, soalnya tadi saya udah mengetuk dan memanggil nona Monica berulang kali, tapi tidak ada sahutan. Karena khawatir, jadi saya langsung masuk. Maafkan ketidak sopanan saya," ucap maid itu dengan menundukkan kepalanya.
"Tidak masalah. Jadi, ada apa?"
"Begini non, mengapa nona Monic tidak turun ke bawah untuk makan malam?"
Monica mengalihkan pandangannya kembali menatap kearah bulan. "Bukan apa-apa. Saya, tidak lapar."
"Apakah itu benar, non? Tapi kelihatannya non Monic sedang menyembunyikan sesuatu."
"Benar. Jika saja aku ikut bergabung saat makan malam, yang ada Papa, bang Al dan kak El tidak akan mau makan. Karena mereka tak ingin satu meja denganku," batin Monica sendu.
"Mengapa kau kemari? Apakah ada yang menyuruhmu?" tanya Monica penasaran.
Maid itu menggelengkan kepalanya. "Saya hanya khawatir saja, non."
"Terima kasih. Tapi, aku baik-baik saja. Sebaiknya kau pergi, aku ingin sendiri," pinta Monica.
Saat melihat punggung maid itu menghilang dari pandangannya, Monica merubah raut wajahnya menjadi sedih. Ia menundukkan wajahnya sembari menghembuskan nafas lelah.
"Sebaiknya, aku turun kebawah untuk melihat apakah mereka sudah selesai makan ataukah belum," gumam Monica.
Lalu ia pun pergi keluar kamarnya hendak menuju lantai bawah. Tapi, saat melewati kamar Marko, yaitu Papanya, Monica merasa ada yang janggal.
Mengapa pintu kamar Papanya tidak tertutup? Biasanya, pintu itu selalu tertutup dan tak pernah terbuka. Monica memberanikan dirinya untuk menutup pintu, tapi gerakan tubuhnya terhenti saat melihat ada selembar kertas yang sudah recek tergeletak diatas lantai.
Karena penasaran, Monica memasuki kamar Marko untuk melihat isi kertas tersebut. Sebenarnya, Monica tak ingin melakukan hal itu, namun ia terpaksa.
Monica tahu betul bahwa Marko tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk memasuki kamarnya, termasuk keluarganya sendiri. Hal ini berlaku semenjak Karin, Ibu dari Monica memutuskan untuk bercerai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monica [END]
Teen FictionHanya sebatas kisah seorang perempuan sederhana yang memiliki banyak luka dihidupnya. Monica Kathleen, tidak populer, tidak terlalu cantik dan tak terlalu pintar. Ia hanyalah seorang gadis dengan satu impian, yaitu bahagia. • • • "Pulang, gua oba...