⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
"Dari kehilangan, kita belajar bahwa sesuatu yang kita miliki belum tentu selamanya menjadi milik kita."
- Monica Kathleen
⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
💐💐💐
Monica menatap dirinya dari pantulan cermin. Ia mengoleskan sedikit make up tipis diwajahnya.
Kemarin malam, Karel mengajaknya pergi bersama dan akan menjemputnya jam 08.00 pagi. Namun, ternyata Karel harus menghadiri rapat osis sehingga ia mengundur jamnya menjadi jam 16.00 alias jam 4 sore.
Tapi jujur saja, walaupun Monica tidak ingin pergi bersama Karel, namun ia sangat ingin pergi berjalan-jalan dengan bebas tanpa memikirkan apakah Marko akan memukulinya atau memarahinya jika saja ia pulang terlambat ataukah tidak.
Dan sekarang, Monica tidak perlu mencemaskan itu lagi. Karena Karel sudah meminta izin kepada Marko dan Marko menyetujuinya. Bahkan, Marko malah menyuruhnya untuk lebih lama menghabiskan waktu dengan Karel.
Monica tahu maksud dan tujuan dari Marko menyuruhnya seperti itu. Karena, jika saja Monica dapat dekat dengan Karel, kemungkinan itu akan menjadi sebuah peluang besar bagi perusahaan Marko untuk lebih berjaya lagi.
Yah, Monica sudah hapal sekali siapa itu Marko.
Setelah merasa sudah siap, Monica hendak turun karena Karel sudah berada di ruang utama untuk menunggunya.
Namun, pandangan matanya tak sengaja melihat boneka berwarna pink yang terpajang diatas meja belajarnya. Boneka yang selalu ia lihat sebelum tidur dan yang membuat ia selalu tersenyum jika mengingat siapa yang memberikan boneka itu.
Zevan, si pemberi boneka berwarna pink itu saat tubuhnya terkena luka cambukan dari Marko.
Sayang sekali, bukannya menjadi obat atas semua lukanya, justru Zevan malah menjadi luka terhebat dalam hidupnya.
Monica mengambil boneka tersebut lalu membuangnya ke kotak sampah yang ada di kamarnya.
Menyimpan sebuah benda yang mampu membuatmu mengingat luka yang begitu hebat, untuk apa? Lebih baik dibuang saja agar tidak membuatmu mengingat luka yang ingin sekali kau lupakan.
"Sayang sekali ya, Zevan. Padahal aku sudah percaya penuh kepadamu, tapi kamu malah membuat kepercayaanku hancur terhadapmu," gumam Monica.
Tidak ingin larut dalam kesedihan, Monica langsung pergi begitu saja.
Sesampainya dilantai bawah, Monica menatap Karel yang juga menatapnya.
"Tumben lo cantik?" celetuk Karel.
Monica memutar bola matanya malas meladeni makhluk tak berperasaan seperti Karel. Menghadapinya memanglah membutuhkan kesabaran seluas samudra.
"Berisik! Sekarang mau kemana?" jutek Monica.
"Jutek mulu lo kalau ketemu gua. Lembut sedikit kenapa," ucap Karel.
"Tuan Muda Karel, kira-kira kita mau kemana ya?" tanya Monica dengan suara yang dilembutkan dan dibuat formal.
Karel tertawa kecil. "Ke pelaminan sayang."
Jawaban dari Karel mampu membuat Monica kembali menekuk wajahnya.
"Jangan bercanda terus," kesal Monica.
Karel kembali tertawa lagi. Entah mengapa, humornya begitu receh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monica [END]
Ficção AdolescenteHanya sebatas kisah seorang perempuan sederhana yang memiliki banyak luka dihidupnya. Monica Kathleen, tidak populer, tidak terlalu cantik dan tak terlalu pintar. Ia hanyalah seorang gadis dengan satu impian, yaitu bahagia. • • • "Pulang, gua oba...