⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
"Jangan menaruh kepercayaan yang besar kepada siapapun. Karena, siapa saja bisa berkhianat. Sekalipun itu orang terdekat."
- Monica Kathleen
⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
💐💐💐
Monica mengerjabkan matanya perlahan. Kini ia sedang berada di ruangan bernuansa berwarna abu-abu dan hitam.
Ia menyenderkan badannya ke pinggiran kasur. Dengan kepala yang masih begitu sakit, Monica mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan yang kini ia tempati.
"Ini, dimana?" gumam Monica.
Rasa penasaran menyelimuti dirinya. Apalagi, saat mengingat Karin yang menjauhinya saat ia mengejar wanita itu. Jika mengingatnya lagi, Monica menjadi semakin sedih.
Apakah Karin benar-benar sudah melupakan keluarganya? Dan apakah Karin tidak merindukan keluarganya? Atau mungkin, Karin juga sudah memiliki keluarga baru?
Monica tak suka berada dikeadaan seperti sekarang. Apakah tadi ia bermimpi saat melihat Karin? Tapi jika itu mimpi, rasanya sungguh seperti nyata. Aneh, benar-benar aneh dan sangat memusingkan.
Ceklek
Terlihat seorang laki-laki dengan wajah yang datar mendekat kearahnya. Laki-laki itu menaruh satu paperbag disamping Monica.
"Ganti," ujarnya datar.
Monica tersenyum tipis. Laki-laki dihadapannya kini ialah Alaric.
Alaric memberikannya sebuah baju ganti karena saat ini ia masih mengenakan seragam sekolahnya. Ternyata, abangnya yaitu Alaric perhatian juga ya.
"Bang Al yang bawa aku kesini, ya?" tanya Monica dan hanya dibahas deheman singkat oleh Alaric.
"Makasih, bang. Tapi, ini di mana?"
"Apartement gua."
Monica hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Ia heran, mengapa Alaric tidak menanyakan mengapa ia bisa tergeletak diatas aspal, apalagi posisinya ia sedang tidak sadarkan diri tadi. Namun, Monica dapat memastikan bahwa Alaric pasti tak peduli dengannya. Makanya Alaric tidak mengutarakan sebuah pertanyaan kepadanya.
"Bang Al enggak mau nanya kenapa aku bisa pingsan di jalan?" tanya Monica.
"Untuk apa?"
"Emangnya enggak penasaran?"
"Bukan urusan gua," datar Alaric.
Yah, seharusnya Monica sudah tahu pasti itulah jawabannya. Tapi anehnya, ia masih saja tetap bertanya.
"Bang, aku lapar," cicit Monica.
Alaric yang mendengar ucapan Monica hanya diam dengan ekpresi yang tidak berubah. Melihat mimik wajah Alaric tentu saja mampu membuat Monica merasa bersalah karena sudah berkata seperti itu.
"Gua beliin." Alaric mengambil hoodie yang tergeletak dimeja belajarnya lalu memakainya dan pergi meninggalkan Monica yang terkejut.
Melihat Alaric yang bersedia membelikannya makanan tentu saja membuat Monica begitu senang.
"Semoga hubungan keluarga kita cepat membaik, bang," gumam Monica dengan penuh harapan.
💐💐💐
KAMU SEDANG MEMBACA
Monica [END]
Teen FictionHanya sebatas kisah seorang perempuan sederhana yang memiliki banyak luka dihidupnya. Monica Kathleen, tidak populer, tidak terlalu cantik dan tak terlalu pintar. Ia hanyalah seorang gadis dengan satu impian, yaitu bahagia. • • • "Pulang, gua oba...