33 . Tidak Adil

105 4 0
                                    

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

"Biarlah rasa ini pergi dengan sendirinya. Dan biarlah luka ini tertutup tanpa melibatkan seseorang didalamnya."

- Monica Kathleen

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

💐💐💐

Hari mulai malam. Disebuah kamar yang gelap, seorang perempuan duduk meringkuk dibawah tepi kasur.

Matanya menatap jam dinding yang menempel didinding kamarnya. Ia memperhatikan waktu yang selama ini ia lewati. Benar-benar sungguh tidak terasa ia sudah lama sekali tidak bertemu dengan Karin dan tidak lagi merasakan apa itu kehangatan keluarga.

Jika dipikir-pikir, ia begitu berbeda dengan anak seusianya.

Hari-hari teman-temannya dipenuhi oleh senyuman dari waktu ke waktu. Mereka memiliki kenangan indah bersama dengan 'teman' dan juga 'keluarga' atau mungkin 'pacar'.

Sedangkan dia? Begitu hampa dan kosong.

Monica menghembuskan napasnya lelah. Dan kembali membayangkan, jika saja hidupnya bisa seindah orang-orang diluaran sana, seperti tertawa dan bercanda ria bersama, dan berkumpul dengan berbagi cerita satu sama lain serta saling menyemangati ketika ada masalah.

Namun, kenyataannya ia tidak akan pernah bisa seperti itu. Hidupnya begitu rumit sampai-sampai Monica saja tidak tahu apa yang harus ia lakukan kedepannya.

Ya, benar.

Monica hanyalah anak perempuan dengan segudang tangisnya. Anak perempuan yang memeluk semua lukanya sendiri tanpa ingin terbuka dengan seseorang. Selalu jadi payung untuk orang lain, tapi lupa berteduh untuk diri sendiri.

Benar-benar menyedihkan.

Tapi dibalik itu semua, ia bersyukur karena jika saja Tuhan tidak memberikannya ujian seperti ini, mungkin Monica tidak akan bisa mendapatkan pelajaran hidup yang berharga untuknya.

Semua orang memiliki cobaan ujiannya masing-masing. Didunia ini, tidak ada manusia yang hidupnya tidak dihantui oleh masalah.

Monica menatap bingkai foto yang terletak diatas meja belajarnya.

"Mama, anak perempuanmu ini tumbuh dengan ditemaninya luka."

Senyuman miris terbit diwajahnya yang begitu manis. Monica mendongakkan kepalanya menatap langit-langit kamarnya. Ia lupa jika dirinya dilarang untuk terlalu banyak memikirkan sesuatu.

Kepalanya kembali merasakan sakit. Monica tahu pasti ini adalah karena efek samping dari apa yang ia lakukan sekarang. Memikirkan semua masalahnya tanpa mempedulikan kesehatan dirinya.

Monica begitu egois kepada dirinya sendiri. Harusnya, ia fokus dengan kesembuhan dirinya.

Tiba-tiba, ketukan pintu terdengar membuat Monica menoleh kearah pintu kamarnya.

Tok tok tok

Monica melangkah untuk membukakan pintu. Saat pintu sudah terbuka, ia melihat salah satu maid berdiri disana.

"Maaf, Nona. Anda diminta turun untuk makan malam," ucap maid itu dengan sopan.

Monica terkejut mendengar perkataan maid tersebut. Tumben sekali, pikirnya.

"Siapa yang menyuruh?" tanya Monica penasaran.

"Den Alaric yang minta, Nona. Dan Tuan menyetujuinya," ucap maid itu.

Monica [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang