55 . Akhir Kisah

129 4 0
                                    

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

"Dia seperti rembulan yang menyinari hari seseorang yang awalnya suram menjadi terang. Senyumannya mampu menghipnotis siapapun yang melihatnya, mengagumi dirinya sudah menjadi rutinitas setiap hariku. Dan menurutku, hadiah terindah semasa remajaku adalah bisa mengenalnya."

- Monica Kathleen

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

💐💐💐

Dari balik kaca mobil, seorang gadis memandangi langit yang berwarna orange dengan tatapan hangatnya. Merindukan seseorang yang kini raga dan jiwanya sudah tiada lagi. Itulah yang sedang ia alami.

Monica menghembuskan napasnya. Tidak begitu lama, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Mario sampai di kediaman Effemy.

Seperti yang dibicarakan oleh Karin kemarin, mereka datang karena ada undangan makan malam dari Maryam.

Mario mulai mengetuk pintu dua kali, lalu kemudian pintu itu terbuka lebar menampilkan seorang maid tua tengah tersenyum haru diambang pintu. Menyambut mereka dengan penuh hormat.

Maryam menghampiri Karin, saling memberi salam layaknya teman dekat. Sepertinya, kedua orang itu sudah berbaikan dan menerima takdir masing-masing.

"Selamat datang," ucap Maryam bahagia.

"Terima kasih atas undangannya," jawab Karin.

Elaric memeluk Karin, begitu pula sebaliknya. Tak bertahan beberapa saat, Elaric merasa ada yang aneh dengan keadaan sekitarnya saat ini.

"Mama, siapa mereka?" tanya Elaric menunjuk Mario, Sean, dan Zyahir secara bergantian.

"Mereka keluarga Mama, dalam artian, suami dan anak-anak Mama," jawab Karin santai.

Marko yang mendengarnya hanya pura-pura bersikap acuh.

"Pantas saja kau betah di sana, ternyata keluarga barumu lebih menarik ya, Monica," sindir Marko melirik Monica.

Monica tersenyum. "Tentu saja, Papa. Aku tidak lagi merasakan kekerasan, kesepian, maupun ketidakanggapan. Aku diperhatikan, disayangi, dan dijaga layaknya sebuah berlian, aku bahagia," ucap Monica sedikit menyindir.

Sebenarnya, Monica sama sekali tidak ada niatan untuk menyindir seperti itu, hanya saja ia ingin Marko sadar akan sikapnya selama ini yang begitu tidak adil. Monica berharap, Marko bisa berubah.

Semuanya tertegun akan perkataan Monica. Dan tentunya semuanya tahu apa maksud dari perkataan yang mengandung unsur sindiran itu.

"Marko, tidak adakah niatmu untuk minta maaf kepada putriku? Dia terluka karenamu," ucap Karin berterus terang.

"Dia juga kesepian karena kepergianmu yang begitu lama," balas Marko.

Elaric menghembuskan napasnya kesal. Tidak ada yang mau mengalah, keduanya saling menyalahkan.

"Bisakah kalian berdua intropeksi diri masing-masing? Jangan saling menyalahkan, kalian sama-sama salah. Dan kami tahu itu semua pasti ada alasan, jadi ayolah bisa sedikit saja berbaikan?" bujuk Elaric.

Marko dan Karin terdiam.

"Monica, Papa minta maaf, rasanya Papa tidak pantas mendapatkan maaf darimu, karena Papa, kamu jadi begitu tersiksa," lirih Marko pelan namun mampu didengar oleh mereka.

Monica [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang