38 . Permintaan Maaf

99 4 0
                                    

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

"Ini bukan tentang seberapa tampan dirinya, dan juga bukan tentang seberapa baik dirinya. Tapi ini tentang sebuah perasaan yang timbul tiba-tiba disaat melihatnya begitu menghormati seorang wanita."

- Monica Kathleen

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

💐💐💐

Heningnya malam membuat seorang gadis yang kini berdiri termenung menatap langit dari atas balkon itu merasa tenang.

Monica menghembuskan napasnya secara perlahan. Entah mengapa, perasaannya tiba-tiba saja menjadi tidak tenang. Ia merindukan Karin.

"Mama, apakah Mama baik-baik saja di sana? Kapan Mama kembali?" gumam Monica.

"Seorang perempuan menatap langit dengan pikiran yang tertuju hanya kepada Ibunya saja. Unik sekali," sahut seorang laki-laki yang datang dari arah belakangnya.

Monica menoleh. Ia menatap kehadiran Karel disana.

"Halo, selamat malam," sapa Karel.

Monica memandang datar kearah Karel tanpa niat ingin membalas sapaan dari laki-laki dihadapannya sekarang.

"Ah, enggak asik lo, Mon! Gua dateng bukannya lo sambut, malah jutek," ucap Karel lalu berpegangan pada dinding balkon dan menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang.

Monica juga melakukan hal yang sama dengan Karel.

"Kenapa lo bisa ada disini? Masuk kamar gua sembarangan lagi, enggak sopan," jutek Monica.

"Bokap gua kesini karena ada keperluan sama Bokap lo, dan dia ngajak gua. Jadi, daripada gua nunggu dibawah, mending gua ketemu lo aja. Lumayan, hitung-hitung mengobati rasa rindu gua," jawab Karel tertawa kecil.

"Katanya ketos, tapi sopan santun enggak ada. Minimal ketuk pintu dulu kek," cibir Monica.

Karel merubah ekspresi wajahnya menjadi datar. Lalu ia menatap wajah Monica yang kini tengah menatap langit.

"Lo bilang gua enggak ketuk pintu? Heh! Udah beribu kali gua ketuk itu pintu tapi enggak ada sahutan dari dalam," ucap Karel dengan menoyor pelan kepala Monica.

"Diem, gua lagi enggak mood," ucap Monica cuek.

"Kenapa? Lagi ada masalah?"

"Bukan urusan lo."

"Dih! Denger ya, lo tambah jelek kalau cemberut kayak gitu."

"Terserah! Emang gua peduli? Enggak," ucap Monica menatap sekilas kearah Karel.

"Mau jalan-jalan? Kayaknya, cuaca malam ini bagus deh," tawar Karel.

Monica sempat ingin menolak tapi tidak jadi saat mendengar perkataan Karel selanjutnya.

"Gua udah minta izin sama Bokap lo. Dan dia ngizinin."

"Kapan lo minta izinnya?"

"Kapan-kapan."

"Ih! Dasar!"

Karel tertawa senang melihat wajah kesal Monica. Ternyata, menyenangkan sekali bisa menjahili Monica.

"Tadi. Udah, ayok!" ajak Karel lalu pergi terlebih dahulu.

Monica menyusul Karel tanpa memikirkan pakaian yang kini ia kenakan hanyalah piama panjang yang membalut tubuhnya.

Monica [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang