⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
"Nyatanya, sebuah kebaikan tidak akan terlihat jika saja tidak ada kejahatan. Sama halnya dengan cahaya yang tidak akan mampu menampakkan terangnya jika tidak ada gelap."
- Monica Kathleen
⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎
💐💐💐
Sinar matahari menyorot kaca jendela sebuah mobil yang kini melaju di jalan raya. Seorang gadis dengan rambut yang terurai menatap kearah jendela dengan sorot mata tak bisa digambarkan.
Pandangan matanya tak luput dari pemandangan dari luar jendela mobil yang kini ia naiki.
Ada rasa sedikit tak ingin meninggalkan kota kelahirannya, tapi bagaimanapun ia harus memilih. Lagi pula, ia tidak ingin terus-terusan menjadi beban untuk Ayahnya sendiri.
Gadis itu adalah Monica. Sosok yang selalu mengharapkan kebahagiaan.
Karin menoleh menatap putrinya yang seperti tengah memikirkan sesuatu. Tangannya terulur untuk membelai lembut surai rambut putrinya.
"Monica sayang, sedang memikirkan sesuatu, ya?" tanya Karin.
Monica menoleh menatap Karin. Seulas senyuman ia tunjukan kepada Karin.
"Enggak, Ma. Cuman, aku enggak percaya aja sekarang Mama ada disamping aku lagi setelah sekian lama," ucap Monica.
"Maafin Mama ya karena dulu pernah sempat ninggalin kamu sama kakak-kakak kamu. Karena Mama enggak ada pilihan. Mama enggak mau kalian hidup menderita sama Mama," ucap Karin terdengar tulus.
"Iya, Ma."
"Oh iya, Ma. Aku mau tanya, kenapa waktu itu Mama enggak mau ketemu kami?" tanya Monica penasaran.
"Mama cuman belum siap aja ketemu kalian. Mama takut kalian benci sama Mama."
"Kalau gitu, sebelum kita pergi ke Bandung, apa Mama enggak mau pergi ke makam bang Al dulu?"
"Mama udah ke sana sebelum pergi ke rumah Papa kamu."
Monica hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan kembali diam.
Hanya membutuhkan waktu 25 menit saja, kini Karin dan Monica sampai di Bandara.
Saat mereka ingin masuk kedalam Bandara, tiba-tiba saja Monica teringat akan suatu hal. Astaga, bagaimana bisa ia melupakan satu hal penting itu?
"Kenapa, Monica?" tanya Karin yang menatap putrinya tengah memasang wajah cemas.
"Brisia, Ma. Aku lupa bawa dia," ucap Monica panik.
"Terus kita mau pulang? Tapi, pesawat bentar lagi berangkat," ucap Karin.
"MONICA," panggil seorang perempuan.
Monica menoleh kearah sumber suara. Itu adalah Eci. Bagaimana bisa dia ada di sini?
Eci menghampiri Monica lalu memberikan sebuah kandang kucing yang didalamnya terdapat Brisia.
"Makasih banyak, Eci. Dan maaf gua tadi enggak sempat pamitan dengan lo," ucap Monica.
"Sama-sama. Bukan masalah, Mon. Sekarang gua di sini. Kedatangan gua kesini untuk mengucapkan kata perpisahan," ucap Eci.
"Ci, kita hanya berpisah sementara."
"Tapi tetap ajakan? Lo sama Jo pergi ninggalin gua sendiri. Tapi, walaupun gitu kita harus tetap sahabatan ya? Dan, suatu hari nanti kita harus kumpul sama-sama lagi," ujar Eci dengan tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monica [END]
Teen FictionHanya sebatas kisah seorang perempuan sederhana yang memiliki banyak luka dihidupnya. Monica Kathleen, tidak populer, tidak terlalu cantik dan tak terlalu pintar. Ia hanyalah seorang gadis dengan satu impian, yaitu bahagia. • • • "Pulang, gua oba...