45 . Masa Lalu

72 4 0
                                    

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

"Masa lalu yang menyakitkan memang membekas diingatan. Namun, bukan berarti rasa sakit itu tidak akan pernah memudar. Seiring berjalannya waktu, ketika kau sudah mau menerima semua hal yang terjadi padamu, maka rasa sakit itu hanya akan kau jadikan sebuah pelajaran dikemudian hari."

- Monica Kathleen

⫍ ─━━━━╼͜━͜┉ི͜━ི┅━ྀ͜┉ྀ͜━͜╾━━━━─ ⫎

💐💐💐

Perasaan sedih sekaligus galau selalu Monica rasakan akhir-akhir ini.

Sudah 7 hari ia tidak bertemu dengan Karel, rasanya begitu hampa. Saat itu Karel mengatakan hanya pergi selama 3 hari, tapi yang ia katakan berbeda dengan kenyataan yang kini Monica hadapi.

Lagi dan lagi, Monica menghembuskan napasnya.

Tiba-tiba saja, Alaric menghampirinya. Monica tahu jika Alaric baru saja pulang dari sekolah, terbukti karena seragam masih melekat ditubuh Alaric.

Kini keduanya sedang duduk di taman belakang rumah mereka. Monica tersenyum menatap Alaric.

"Abang, gimana sama ujiannya, Lancar?" tanya Monica.

Memang, kelas 12 sedang melaksanakan ujian kelulusan. Maka dari itu, kelas 11 dan 10 sedang diliburkan selama beberapa hari.

"Lancar. Akhirnya ujiannya selesai."

"Habis ini, abang mau lanjut kemana?"

"Belum kepikiran."

Monica menganggukkan kepalanya paham. Didalam hatinya, ia sungguh bingung mengapa Alaric masih belum memikirkan atau menentukan kelanjutan pendidikannya akan bagaimana. Padahal, jika saja Alaric sudah tahu, itu pasti mudah untuknya.

Selain jenius dan pintar, Alaric juga adalah laki-laki pekerja keras, rajin, dan juga teliti. Apalagi, Marko adalah Ayah dari Alaric, yang selalu siap untuk membantu anaknya sukses.

"Gua ada kabar bahagia untuk lo, Mon," ucap Alaric.

"Kabar bahagia? Apa?" tanya Monica dengan mata yang berbinar.

"Karel udah pulang dari London."

"Abang kok bisa tahu?"

"Dia kirim pesan ke gua tadi pagi."

"Kok dia enggak kirim pesan ke aku ya," gumam Monica sedih.

"Mungkin aja dia mau kasih kejutan," ucap Karel.

"Mungkin."

Alaric menatap Monica. "Mon, kenapa lo juga enggak kasih kejutan ke Karel?"

"Maksudnya abang kasih kejutan ke Karel?"

"Dia udah menyatakan perasaannya kan. Kenapa enggak gantian lo yang menyatakan perasaan ke dia?"

Sontak, rona merah timbul di pipi Monica. Menyatakan perasaan? Apakah ia bisa melakukannya?

"Tapi, bagaimana? Aku bingung bang caranya gimana," jawab Monica.

"Pertanyaan itu, hanya lo yang tahu jawabannya."

"Benar, gua harus menyatakan perasaan gua ke Karel, kalau kami ini sebenarnya saling menyukai. Gua enggak boleh terus-terusan menggantung Karel tanpa kepastian," gumam Monica didalam hatinya.

Sontak, senyuman terbit diwajahnya. "Karel, sorry for making you wait so long." (Karel, maaf membuatmu menunggu lama.)

Alaric mengusap lembut puncak kepala Monica. "Semangat, lo pasti bisa."

Monica [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang