Sungjun menatap malas buku pelajarannya, hari ini adalah hari pertama semester baru dan Sungjun harus lebih berusaha dari semester sebelumnya.
"Kenapa lo? Gak ke kantin bareng dua temen lo?"
Yang bertanya itu Jeongwoo, si ketua kelas. Sikap Sungjun yang jauh dari biasanya terlihat aneh di mata remaja bermarga park itu.
"Gue lagi males aja," jawab Sungjun.
"Nggak yakin gue, muka lo rada lain dari biasanya."
Sungjun memutar bola matanya malas. "Emang biasanya muka gue gimana? Perasaan sama aja deh, idung ada, mata ada, bibir juga ada. Apanya yang agak lain?"
"Maksud gue raut muka lo, Sungjun! Emosi gue ngobrol lama-lama sama lo," gerutu Jeongwoo sebelum akhirnya bangkit dan meninggalkan teman sekelasnya itu.
"Gue juga emosi ngobrol sama lo," balas Sungjun.
Sungjun kembali menatap buku-buku miliknya, ini bukan dirinya dan ia tidak terbiasa seperti ini.
"Bodo amat deh! Selagi resikonya masih bisa gue tanggung, gak perlu maksain kaya gini."
Keputusan Sungjun sudah bulat, ia hanya akan belajar seperti biasanya saja, saat di sekolah dan di asrama sebelum tidur.
Sungjun keluar dari kelasnya, karena masih jam istirahat ia akan pergi ke kantin menyusul teman-temannya yang lain. Di tengah perjalanan mata Sungjun memicing, ia melihat Jia yang terus berjalan seraya menundukan kepalanya.
"Jia!" panggil Sungjun.
Gadis bernama Jia itu sadar jika ada yang memanggilnya, tapi ia sengaja bersikap tak acuh.
🕸🕸🕸
Kyungjun, Taehun, Hyunsoo, Junhyeok dan Hwi tengah menikmati makan siang bersama. Sesekali mereka melemparkan candaan yang membuat makan siang mereka tidak membosankan.
Hanya disaat seperti ini mereka dapat melupakan masalah yang menimpa mereka, meskipun hanya sesaat.
"Sumpah, Kak. Nggak lagi gue nginep di rumah lo," ucap Junhyeok pada Kyungjun.
"Emang kenapa di rumah Kyungjun?" tanya Hyunsoo.
"Biasa, orang tua gue konser. Lagian udah gue bilang, jangan nginep di rumah gue. Ngeyel sih," kata Kyungjun.
"Pake lagu apa, Jun? Jadi penasaran gue." Taehun ikut bertanya.
Kyungjun yang masih mengunyah makanan itu berpikir sejenak. "Gue lupa sih judulnya, tapi mereka muter itu hampir tiap hari sampe bosen gue dengernya."
"Udah jangan ada yang lanjutin, terlalu gelap," kata Hyunsoo. "Si pinyik kok lama, tadi bilangnya mau ngapain-"
"Sungjun datang!" pekik Sungjun. "Bang Unco nanyain gue mulu, kangen ya?"
Hyunsoo bergidik ngeri melihat Sungjun yang tengah menggodanya. "Gue cuma nanya doang, ya!"
"Hyunsoo khawatir, lo belum makan siang. Cuma ya gitu, gengsinya gede," Ujar Taehun.
Tak bisa Hyunsoo pungkiri, ia memang khawatir. Hampir enam tahun bersama membuatnya menganggap kelima temannya itu keluarga sendiri, dua kakak dan tiga adik.
Bukan hanya Hyunsoo, Kyungjun, Taehun, Junhyeok, Hwi dan Sungjun juga menganggap persahabatan mereka seperti saudara dalam sebuah keluarga.
"Kenapa lo lama nyusulnya?" tanya Junhyeok pada Sungjun.
"Tadi ngobrol sama Jeongwoo bentar. Oh iya, tadi gue ketemu Jia terus gue panggil tapi dia gak nyaut bahkan noleh aja nggak," ujar Sungjun.
"Gak denger kali," sahut Hwi.
Sungjun diam sejenak, ia ingat betul sekeras apa dia memanggil Jia jadi tidak mungkin suaranya itu tidak terdengar. "Gue rasa gak mungkin deh, suara gue kalau manggil kenceng loh."
"Tapi bisa aja loh, Jun. Udahlah makan aja yang cepet, bentar lagi bel masuk. Masalah Jia nanti kita tanyain langsung sama orangnya," kata Junhyeok.
Diam-diam Kyungjun menyenggol pelan lengan Taehun lalu membisikan sesuatu yang dibalas gelengan oleh Taehun.
"Lo tahu gak Jia kenapa?"
🕸🕸🕸
Hwi menatap kosong lilin aroma terapi yang sudah ia nyalakan. Pikirannya terus tenggelam memikirkan alasan dibalik Jia yang terus menghindar dari dirinya juga teman-temannya. Tadi siang setelah jam istirahat, Hwi, Junhyeok dan Sungjun mencoba bertanya pada Jia namun Jia terus saja menghindar dan menulikan pendengaran. Hwi sungguh tidak habis pikir dengan hal itu, ini cukup membuat pikirannya penuh.
Setelah meniup lilin aroma terapi miliknya, Hwi bangkit dan hendak menemui orang yang menurutnya akan tahu meskipun sedikit tentang Jia.
"Mau kemana?" tanya Sungjun. Laki-laki itu tengah membaca buku, sedangkan Junhyeok entah sejak kapan tertidur.
"Mau ke asrama kak Kyungjun, mau ikut lo?"
Sungjun tanpak berpikir sejenak lalu melirik Junhyeok yang tertidur pulas di kasurnya.
"Nggak deh, kasian Junhyeok nanti bangun gak ada siapa-siapa. Lo hati-hati," ucap Sungjun.
Hwi sedikit mengerutkan alisnya. "Kenapa? Sekarang udah aman kok. Yaudah jagain Junhyeok, ada apa-apa kabarin gue."
Setelah Sungjun mengacungkan ibu jarinya barulah Hwi keluar dari sana.
Hwi memiliki keyakinan besar terhadap Taehun, ia yakin Taehun tahu masalah apa yang tengah menimpa Jia hingga menjadi seperti ini. Hanya laki-laki itu yang memiliki hubungan yang cukup baik dengan Jia.
Tepat setelah Hwi mengetuk, pintu itu terbuka. Dan yang membuka pintu itu adalah orang yang ia tuju, Taehun.
"Bang, pas banget lo yang buka," ucap Hwi.
"Kenapa? Masuk dulu."
Hwi melangkahkan kakinya masuk. Ia melihat dua kakak kelasnya yang lain, mereka sama-sama tertidur seperti Junhyeok.
"Lo juga tadi tidur, Bang?" tanya Hwi pada Taehun.
"Nggak. Tumben lo nyari gue, ada apa?" Taehun balik bertanya.
Hwi duduk di karpet diikuti oleh Taehun.
"Gue mau tanya sesuatu soal Jia," ujar Hwi.
"Bisa tanyain yang lain? Soalnya percuma lo tanyain tentang dia ke gue, karena gue gak akan bisa jawab satupun pertanyaan dari lo. Gue gak tahu apa-apa."
"Tapi lo kan-"
"Masa lalu sama masa depan itu beda, Hwi."
Hallo! Aku up lagi!
Mumpung masih ada draft hehe...

KAMU SEDANG MEMBACA
After Big Secret 1990
FanfictionBig Secret season2 Mereka hanya menang untuk masa lalu, bukan masa depan