Langkah yang semula pelan kini mulai tergesa setelah mendengar suara langkah kaki selain miliknya. Sungjun baru saja dari perpustakaan mengembalikan buku bersama Jeongwo, namun kini ia kembali seorang diri karena temannya itu mendadak mendapat panggilan dari guru yang akan mengajar setelah ini.
Sudah lebih dari tiga kali Sungjun memeriksa ke arah belakangnya, tapi ia tidak menemukan siapapun. Suasana yang sepi membuat Sungjun was-was, ia takut jika dugaannya benar.
Sungjun menggentikan langkahnya dan kembali nenoleh ke belakang, ia berharap bisa menemukan seorang siswa agar rasa takutnya hilang, namun Sungjun tetap saja tidak bisa menemukan seseorang di belakangnya.
"Jeongwoo, itu lo kan? Keluar, jangan nakutin gue!"
Tidak ada jawaban, perasaan Sungjun menjadi tak karuan, ia kembali berbalik dan lebih mempercepat langkahnya. Semakin cepat langkahnya, Sungjun merasa orang itu semakin dekat dengannya.
"WOY!"
Bersamaan dengan suara teriakan itu Sungjun merasakan bahu kanannya dipukul dengan keras sebelum dirinya terhuyung ke depan dengan kesadaran yang mulai menghilang.
🕸🕸🕸
"Sungjun masih belum sadar juga, Bang?"
Taehun menggeleng mendengar pertanyaan dari Junhyeok. Sekarang sudah jam pulang, tapi Sungjun masih belum juga sadarkan diri.
"Lo juga gak ada luka lagi kan, Hun?" Kyungjun ikut bertanya.
"Nggak ada, ini doang," jawab Taehun seraya memperlihatkan lengan kirinya yang sudah dibalut dengan perban.
Orang yang berteriak saat Sungjun dipukul adalah Taehun. Laki-laki itu tak sengaja melihat seseorang berbaju serba hitam memukul Sungjun dari belakang saat dirinya tengah berkeliling mencari udara segar. Taehun sempat mengejar bahkan sempat berkelahi hingga dirinya mendapatkan luka goresan di lengan kirinya.
"Ini doang juga sakit kan?" tanya Hyunsoo. "Kalau bisa mah, jangan sampe luka, Hun," lanjutnya.
Taehun tersenyum tipis, ia juga menginginkan hal yang sama tapi luka di tangannya jauh lebih baik dari pada pisau itu benar-benar menusuk perutnya. "Ini tuh mending banget, Soo. Gimana kalau gue tadi gak sempet menghindar, mungkin yang kena bukan lagi tangan gue."
"Hun, lo lihat muka dia gak? Atau dari gerak-geriknya lo gak asing?" tanya Kyungjun, ia hanya ingin memastikan sesuatu.
Bukannya menjawab pertanyaan Kyungjun, Taehun malah melirik Hyunsoo lalu bertanya, "Soo, tadi lo di kelas kan, sama Kyungjun?"
"Kenapa lo nanya kaya gitu, Bang?" tanya Hwi yang masih belum mengerti maksud dari pertanyaan Taehun.
"Iya, Hun. Kyungjun ada di kelas, jangan bilang...."
Hwi menutup mulutnya seketika, ia baru menyadari apa yang Taehun maksud. "Pelakunya mirip Kak Kyungjun?"
Hanya satu kali anggukan dari Taehun mampu membuat mereka menggeleng tak percaya.
"Dia niat banget celakain kita," kata Hyunsoo. "Sebenernya kita ini punya salah apa ya sama dia?"
Junhyeok mendekat pada teman-temannya, ia ingin bicara tapi takut jika petugas kesehatan datang dan mendengar apa yang ia ucapkan.
"Gue rasa, pelakunya itu Im Juyeon, si guru baru itu," ujarnya pelan."Kita gak bisa nuduh sembarangan gini, Jun," kata Kyungjun.
"Lo bisa bilang begitu karena lo belum lihat kan, bentukan dia kaya gimana?" tanya Hwi, dirinya setuju pada ucapan Junhyeok.
"Tapi kan-"
"Sungjun sadar." Ucapan Kyungjun terhenti karena Hyunsoo yang refleks berbicara kala melihat Sungjun mulai membuka matanya.
🕸🕸🕸
Sudah pukul setengah sebelas malam tapi Junhyeok dan Hwi masih belum mengistirahatkan pikirannya. Mereka berdua kini duduk di bawah kasur milik Sungjun, karena teman mereka yang satu itu masih merasakan takut.
"Kenapa pikiran gue jadi makin gak tenang ya, Hwi?"
Hwi mengangguk. "Gue juga ngerasain hal yang sama. Menurut lo apalagi yang bakal terjadi setelah ini?"
Junhyeok terdiam sebentar sebelum akhirnya menggeleng. "Gue gak tahu, tapi kayanya bakal ada hal mengejutkan lagi."
"Ayo taruhan."
"Hah?" Junhyeok terkejut dengan ucapan Hwi. "Gak salah denger gue?"
"Iya taruhan. Kita tebak dalang dari semua ini terus yang kalah kerjain tugas matematika yang menang."
Junhyeok tertawa pelan. "Kayanya lo yakin menang. Tapi gimana kalau gue yang menang? Lo mau ngerjain tugas punya gue juga?"
Hwi tersenyum lalu menggeleng. "Nggak sih."
"Nah kan. Kita aja gak tahu semua ini bakal keungkap atau nggak dalangnya. Soalnya sama sekali gak ada petunjuk, kalaupun pelakunya itu beneran pak Juyeon, kayanya gak akan semudah itu," kata Junhyeok.
Jika Hwi pikir, apa yang Junhyeok bilang memang benar. Semua ini lebih sulit dari pada saat mereka meminta keadilan atas masa lalu.
"Kalian kenapa belum tidur?"
Nyaris saja, Hwi dan Junhyeok melompat dari tempatnya. Pertanyaan Sungjun membuat keduanya terkejut.
"Lo ngagetin kita tahu, Jun!" ucap Hwi seraya bangkit dari duduknya.
"Ya lagian, kenapa kalian belum tidur? Ini udah malem, besok masih sekolah bagian Matematika pula. Lo mau kaya minggu lalu, Hwi?" tanya Sungjun.
"Lo malah nakut-nakutin. Gimana keadaan lo sekarang?" Junhyeok yang baru saja duduk di kasurnya lantas bertanya.
"Tahu lo, Jun. Mana gak suka banget gue sama guru yang satu itu, kalau besok masih kaya minggu kemarin berarti dia emang punya dendam kesumat sama gue." Kejadian minggu lalu benar-benar tidak bisa Hwi lupakan begitu saja.
"Keadaan gue udah lebih baik sih, cuma ya ... masih sakit aja kalau digerakin." Sungjun menghela napasnya, ini baru kali pertama dirinya terluka secara fisik oleh orang yang tak ia kenal.
Makin terang-terangan nih!
![](https://img.wattpad.com/cover/362015498-288-k938430.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
After Big Secret 1990
FanfictionBig Secret season2 Mereka hanya menang untuk masa lalu, bukan masa depan