ENAM

21 4 5
                                        

"Gue takut itu beneran kejadian, Bang," ucap Sungjun.

Laki-laki itu tengah berada di perpustakaan bersama Taehun. Setelah perbincangan tadi malam, Sungjun mengajak Taehun untuk mencocokan mimpi keduanya lebih detail.

Taehun mengangguk. "Gue juga takut, takut korbannya itu salah satu dari kita," ucap Taehun.

Perpustakaan yang cukup sepi membuat mereka berdua leluasa berbicara.

"Kita cuma bisa menghindar 'kan, ya?" tanya Sungjun diangguki oleh Taehun. Laki-laki itu kini tengah berpikir agar mereka bisa seutuhnya menghindar.

"Jalan satu-satunya jangan keluar pake mobil warna hitam," ujar Taehun. "Gue rasa itu cukup masuk akal," lanjutnya.

Sungjun mengangguk menyetujui, kemudian ia menyandarkan kepalanya di bahu Taehun. "Kira-kira sampe kapan ya kita kaya gini, Bang? Menurut gue ini terlalu melawan hukum alam."

"Gue juga gak tahu, ini bisa aja cuma kebetulan. Kita gak bisa pastiin mimpi ini bakal kejadian atau nggak."

Keduanya sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Ditengah keheningan yang melanda, Junhyeok datang dari kantin membawakan Taehun juga Sungjun roti.

Baik Taehun maupun Sungjun, keduanya sama sekali tidak menyadari keberadaan Junhyeok, pikiran mereka benar-benar mengalihkan dunia.

Junhyeok memukul meja guna menyadarkan dua temannya yang tengah melamun itu.

"Eh, Jun. Sejak kapan lo di sini?" tanya Sungjun. Laki-laki itu cukup terkejut.

Taehun melihat kanan dan kiri, memastikan jika sekarang tidak ada orang lain selain mereka. "Lo ngapain mukul meja? Untung gak ada orang."

Junhyeok menggelengkan kepalanya, ia cukup kesal pada dua orang di hadapannya. "Gue udah dari tadi di sini. Nih, kalian belum makan apa-apa. Cepet umpetin nanti ketahuan!"

Taehun dan Sungjun seketika mengambil roti itu lalu menyembunyikannya.

"Lo udah makan?"

"Udah. Kalian kenapa sih tadi ngelamun? Eh, mimpinya beneran cocok ya?" tanya Junhyeok.

Keduanya lantas mengangguk, hal itu membuat Junhyeok mengerti mengapa mereka melamun seperti tadi. "Kalian udah tau ya siapa korbannya?"

"Kita masih bimbang, Jun. Mimpi itu emang sama, tapi kita masih belum yakin itu cuma kebetulan atau bukan. Jadi sejauh ini kita harus waspada aja, intinya jangan keluar pake mobil warna item," ujar Taehun.

🕸🕸🕸

Hwi terus menatap pintu kelasnya, bel sudah berbunyi tapi kedua temannya belum juga datang.

"Hwi!"

Hwi terperanjat ada yang memanggil namanya tak santai dan pelakunya adalah Haruto.

"Bisa santai aja gak manggilnya?" tanya Hwi kesal.

Haruto tersenyum tanpa dosa. "Susul aja dua temen lo, gue tahu lo khawatir."

"Ini udah jam masuk, mana bisa gue susul dua bocah itu?"

"Guru gak masuk," ucap Jeongwoo bergabung dengan percakapan mereka.

Junhyeok mengerutkan alisnya bingung. "Lo ngijinin gue keluar? Tumben banget, atas dasar apa?"

Laki-laki berstatus sebagai ketua kelas itu memutar bola matanya malas. "Mau gak? Yaud-"

"Tumben ngumpul." Ucapan Sungjun menyela Jeongwoo.

"Baru mau Hwi susul, udah nongol aja kalian," kata Haruto.

Junhyeok merasakan keanehan pada raut Hwi, ini tak seperti biasanya. "Lo kenapa, Hwi?"

"Perasaan gue gak enak," jawab Hwi seraya mengusap wajahnya kasar.

Jawaban dari Hwi membuat keempatnya saling melirik satu sama lain. Haruto dan Jeongwoo kira Hwi hanya merasakan rasa khawatir pada Junhyeok dan Sungjun, namun ternyata bukan hanya itu.

Sungjun teringat sesuatu, ia pikir perasaan Hwi saat ini ada sangkut pautnya dengan mimpi buruk itu. "Semuanya bakal baik-baik aja, Hwi. Asalkan kita jangan keluar pake mobil warna hitam. Gue tahu ini kedengaran aneh, tapi mau gak mau kita harus berusaha nyegah."

"Apa hubungannya sama perasaan Hwi?" tanya Jeongwoo.

"Pokoknya turutin aja, ini demi keselamatan diri kita sendiri," imbuh Junhyeok. Setelahnya Junhyeok pergi ke bangkunya sendiri.

Haruto terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menghela nafas berat. Ia cukup merasa was-was. "Jangan bilang ini ada sangkut pautnya sama masa lalu kita."

Jeongwoo menyerit bingung. "Masa lalu? Kita bahkan udah selesai sama itu, masa ada part duanya?"

"Gimana sama mimpi lo sama bang Tae, Jun?" tanya Hwi, meski ia sudah mendengar jawabannya.

"Kaya apa yang gue bilang tadi, kita cuma bisa menghindar. Gue sama bang Tae masih ragu kalau ini sekedar kebetulan karena semuanya sama," jawab Sungjun. "Tapi antara gue sama bang Tae, kita yakin kalau kita masih terhubung," lanjutnya.

"Jadi, itu artinya semua ini belum selesai? Kan pelakunya udah kita tangkep, udah gak ada di dunia pula. Apalagi yang belum?" Jeongwoo benar-benar dibuat pusing dalam waktu sekejap. "Apa karena si Youngjae belum mati?"

"Rasa hormat lo udah hilang ya, Woo? Padahal dia paman lo sendiri. Biarpun kalau kita belum selesai sama masa lalu, itu bukan karena Lee Youngjae belum mati. Inget, Woo. Dia juga korban dari Seo Daeyoon." Haruto jelas merasa bersalah, semua ini karena kesalahan pamannya, Seo Daeyoon.

Jeongwoo tersenyum sinis, ia tak terima jika Haruto menyebut nama Youngjae sebagai korban. "Gue tanya sama lo, emangnya ada korban yang tahu tapi diem aja? Dia bukan korban,  jelas-jelas dia terlibat. Dan untuk nama Youngjae di masa lalu, dia emang tertuduh, tapi apa dia dapetin hukuman? Jelas nggak, dia malah dapetin keuntungan. Oh iya, gue lupa. Kalian kan tahunya dia dijebak, padahal nyatanya nggak, itu semua rencana."

"Semua ini karena lo, Seo Daeyoon. Apa kematian lo belum cukup buat nebus semuanya?"










Upnya telat mulu huhu...

After Big Secret 1990Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang