04. Apa adanya

178 141 3
                                    

"SATU SATU AKU SAYANG REVAN!! DUA DUA JUGA SAYANG REHAN!!TIGA TIGA SAYANG REZA, ARVAN. SATU DUA TIGA  JUGA SAYANG JIANNNNN."

Kedatangan Azoya sangat mudah di tebak. Hebatnya meskipun orangnya hampir satu meter jauh dari sana suaranya sudah meleking kemana-mana.  Lalu tunggu beberapa menit dan, tadaaa datanglah dia.

"Halo guys walcome to Chanel!! Ini kelasku yang gak ada cogan. Kelas terdekil kecuali gue. Ayo kita tanya kesalah satu penghuni paling bikin eneq disini!! Yuk, yuk!" katanya bersemangat.

Azoya berjalan masuk dengan mata menatap kamera telfon yang ia pasang di tongsis agar selayaknya selebgam. Bukannya duduk diam dimejanya Azoya menuju kaivan. Cowok itu mengumpat dalam hati, seharusnya ia berangkat lebih sore atau malam hari agar tidak berhadapan dengan maklum hutan ini. Atau kalau tidak ada solusi, pindah demensi sekali-kali.

"Hai kaivan yang gak tampan!! Gimana perasaan, loh, nih,  jadi cowok gak good looking? Ngepas atau bangga kaya Patrick? Coba slogan aku jelek aku bangga, dong. Ngomong keras keras, yakk!! Ampe Ciamis!!" cerocos Azoya berlagak wartawan menanyai Kaivan. Menyondorkan ujung gagang sapu.

Dengan wajah sewot Kaivan menepis, sebab tepat didepan wajahnya. "Heh, miskin! Mending mulung, gih. Noh, botol banyak, tuh, diselokan!"

"APAAN-"

Azoya yang ingin melayangkan proses dengan kalimat nyelekin dari mulut cowok berperawakan sedang dengan penampilan mencolok juga berbagai barang mahal ditubuhnya. Cewek itu menyengir lebar, menggapai cepat uang lima ribu yang Kaivan gantung di udara.

"Eh, si cantik anak mami! Sini, nak, gabung sama uang receh dicelana dalam," sambut Azoya girang.

Cewek ini menepuk bahu Kaivan saking senangnya. Yang disentuh langsung menyapu dengan tisu bekas pegangan Azoya. "Ish, kotor," desis kaivan pelan.

Azoya menepuk-nepuk tangan sekiranya kotor. Lalu mengacungkan dua jempol tepat didepan mata kaivan. "Ah, kaivan ganteng, deh!! Gini, dong, sering sering bagi ke pakir, kek, gue gini, biar cepet miskin. Gak tau aja enaknya jadi orang susah. Cinta aja bisa dimakan!"

Kaivan yang sebelah tangan fokos mengscroll sosial media mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar Azoya pergi. Cewek itu mengerucutkan bibirnya mencibir dalam hati. Tapi, uang sudah bicara.

Azoya berjalan menjauh. "Ah, udah, deh, dikelas gak ada humam. Ke sebelah, ah, nyari COGANNN!!" 

Sebelum pergi cewek itu menekan kata cogan menyinggung Kaivan yang memang sangat ingin jadi cowok paling dikagumi. Meskipun kenyataannya dilihat pun enggan. Sungguh malang, perawatan dua belas jam lebih ke diinjak-injak.

"Udah dandan, kek, mau merid, eh, Civa gak kelihatan batang anu-nya." Azoya bergumam sepanjang kaki melangkah.

Azoya mengelilingi koridor, masih sepi sebab ia datang memang masih pagi. Cowok impian yang dinanti pun belum terlihat kehadirannya. Padahal Azoya sengaja datang awal agar bisa menyambut kedatangannya dengan lambaian tangan didepan gerbang. Langkah Azoya terhenti tepat didepan pintu ruang olahraga yang tampak ramai dari balik sana, ia berjinjit mencoba melihat dalam lewat jendela.

"Waahhhh, andai bisa diraba," rancau Azoya pelan ditengah kegiatan mengintipnya.

Terpaku memperhatikan sekumpulan cowok-cowok tengah berganti pakaian biasa menjadi baju olahraga berwarna hijau bercampur hitam disudut ujungnya. Mulut cewek itu terbuka mengikuti mata-nya saat seorang cowok melepaskan pakaiannya disana, membuat separuh tubuhnya terlihat jelas. Azoya meneguk ludahnya membayangkan perut sixpack membentuk sekumpulan kotak-kotak itu berdiri tepat didepannya.

Kagumnya tak bisa berkedip. "Gantengnya luar dalam ini, mah."

"Bumm!"

Azoya terlonjak kaget mundur berapa langkah dikejutkan tepat di depan telingannya. Ia menepok kepala cowok itu, membuat Juni terkikik kecil. Dengan panik ia  buru-buru membekap tawa itu. Menyeret Juni menjauh dari sana, menyembunyikan tubuh dibalik tiang besar sebab pintu itu terbuka tiba-tiba.

"Perasaan kaya ada orang, deh, tadi didepan?" tanya cowok pendek dengan seragam putihnya terikat dibahu. Cowok itu mencari sekeliling.

"Alah, kek, punya perasaan aja loh! Macarin janda aja malah selingkuh sama anak-nya! Gila, emang loh, Ga," timpal Revan yang baru keluar.

Pemain basket lainnya mengiringi di belakang. Cowok bernama Angga mengusap-usap rambut mengkilapnya, membentuk dengan tangan agar tetap berupa cekungan tajam di depan.

"Yahh, itu, mah, starategi marketing. Sekali mendayung dua duyung ke jerat," jelas Angga.

"Itu rambut makin hari lumer amat. Minyaknya kalo di peres bisa, noh, buat emak masak mengkudu goreng. Nyam-nyami!" Galin berkomentar, dengan sengaja memegang jambul keatas milik Angga sampai rambut tegak lurus kembali becek.

Angga memukul tangan Galin yang usil menghancurkan jambul kebanggaan. "Heh, jambul gue gini pake mantra! Tar, jampi-jampi yang gue beli dua rebu malah beralih ke eloh! Bisa rugi bandar!"

"Apaan murahan itu. Gak mempan. Gue, dong! Tambah biyaya, pelet serba, coy! Kalau udah gak gue pake bisa buat pakan ternak lele bapak," sanggah Galin membanggakan diri.

Selepa suara segerombolan cowok itu sudah mulai menghilang baru Azoya bisa bernafas lega, sedangkan Juni yang tidak tahu apa-apa tampak biasa dengan mereka, yang aneh itu cewek disampingnya.

Juni dibuat binggung dengan tingkah Azoya yang celinguk-celinguk seperti seseorang tengah kegep melakukan hal tercela. Berkali-kali Azoya mengelus dadanya tidak lepas dari perhatian Juni.

"Setan loh, Jun! Dateng-dateng bukannya assalamualaikum ukhti," sosor Azoya galak menyalahkan.

"Ya, eloh aneh. Udah kaya bandar narkoba aja ke gep kencan sama anak gorila," papar Juni menyisipi sedikit lelucon agar Azoya tertawa, tapi wajah cewek itu tampak biasa.

"Kirain gue loh ngintip," sambung Juni.

Azoya menggaruk tengkuknya, merasa siaga satu kecurigaan dari Juni. "Oooh gue? Nyari belalang tadi. Dia lompat kesana kemari ampe ruangan ini. Eh, ngilang lagi. Masih mending nyari cacing pita!"

Juni memicingkan mata menganalisa kebohongan di balik ekspresi salah tingkah di wajah Azoya. Suara ricuh dilapangan depan membuat fokus Juni terlalihkan beberapa saat kepada sekumpulan cowok tadi yang ia duga sumber utama.

Mulut cowok itu tampak terbuka ingin berucap mengajak Azoya duduk didepan koridor menyaksikan pertandingan basket lelaki tadi, namun saat menoleh kembali cewek itu sudah tidak ada disampingnya.

"Zo?! Loh kemana? "Lelaki itu berkeliling bingung menyadari cewek yang beberapa hari ini telah menemaninya juga melindungi Juni dari ketiga begal ditempat Juni mengungsi."Baru banget  gak, sih?"

Masa menghilang sekejap mata, Juni seketika panik, begitulah kenyataannya sekarang.Tidak menemukan disekitar koridor tempat mereka berdiri Juni menghampiri setiap cewek yang berkerumun menyaksikan pertandingan yang telah bermulai.

Kecemasan Juni semakin bertambah diiringi sorakan heboh saat pemain andalan mereka datang dari arah gerbang. Baju yang bisanya terbalut rapi entah kenapa mengeluar dari celana, sambil berlari menuju lapangan Civa melepaskan begitu saja seragamnya yang berlapis baju olahraga.

"Eh, ada liat, Azoya gak?"

"Loh tau dimana cewek centil bermata dua?"

"Eh, tau sama cewek kelas 10 IPA1 gak?'

Beberapa orang dia tanyai, ada yang, hah, hi, hooh, sebab fokos yang terpecah juga mengedikan bahu dengan ekspresi judes sebab telah diganggu.

"CIVA SEMANGAT CIVA!! Watasiwa sarangheo!!"

Saat pertandingan mulai sekumpulan bunga berterbangan jatuh kebawah bersamaan dengan teriakan melengking, serentak seluruh orang menaikan kepalannya, mendapati cewek yang terlihat kelabakan saat menjadi sorotan. Dengan wajah semringan dia melambaikan kedua tangan bersemangat penuh gaya. Berbeda dengan Juni yang mendadak panik, ia berlari keluar dari kerumunan selepas menemukan cewek itu disana.

"Hai Juni!"

"Tunggu gue ke sana," ungkap Juni memperingati meskipun tidak dapat didengar Azoya.

Malahan cewek itu terus saja berseru keasikan diatas sana dengan pertandingan dibawahnya. Juni mengisyaratkan jangan bergerak dengan tangannya.

"Ayang semangat ayang!"

 Ia berdiri di reftop lantai tiga, begitulah Azoya yang apa adanya. Mengekspresikan begitu saja apapun yang dia suka, meskipun kadang dianggap gila. Tidak ada yang ia tutupin biarpun beberapa orang berujung tidak menyukai.

 

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang