Lengkungan senyum tertarik di bibir Kenes, ia berlari kecil menyusul langkah teman sebangkunya yang berjarak beberapa jengkal dengannya. Cowok itu merangkul Azoya akrab, mengarahkan tubuh mereka ke arah lain.
"Zo, cogan, tuh!" tunjuk Kenes bersemangat.
"Ais, jauh-jauh loh," ucap Azoya ketus.
Cewek itu melepaskan tangan tergantung di bahunya, menjauhkan jarak mereka. Namun, Kenes kembali mengiring langkah Azoya, berjalan dengan tubuh terus menghadap cewek berpenampilan menarik itu.
"Dih, napa loh, Zo? Pms, yak?" dumel Kenes mencibik bibirnya. "Biasanya nempel kaya gorengan kurang minyak."
"Gue baperan orangnya," ucap Azoya sedikit ngegas.
"Lah, terus napa?"
Azoya mendorong pelan lengan Kenes. "Tar, dimarahin tetangga gue. Juni kalau marah, pelit jadinya."
"Ya, elah. Emang loh nyolong mangganya apa?" Kenes menyeringit alisnya, tidak paham maksud cewek ini.
"Emm, itu, mah, udah rutinitas, sih. Udah bisa itu." Azoya mengibaskan tangannya lalu memiringkan kepalanya. Berpikir sejenak. "Ah, mungkin dia suka sama loh kali!"
Kenes bergidik ngeri. "Serem pikiran loh, Zo. Kaya ramalan-ramalan gen Z."
"Mungkin aja, Kang! Juni kaya, loh gak punya apa. Buaah, drama Korea!" cetus Azoya heboh penuh keyakinan.
"Drama Korea jidat loh!" Kenes menjentikkan jarinya di dahi cewek itu, hingga Azoya mengaduh sembari mengusap dahinya. "Gue masih punya nyawa. Ginjal dua sama organ lainnya. Kalau di jual orang kaya ini!"
"Iya, in. Kaya penghuni neraka. Mirip ada bintik-bintiknya," balas Azoya menyudahi. Bibir cewek itu terkantup, untuk pertama kalinya ia merasa punya lawan debat yang sepadan.
Di sela percakapan mereka, Kenes sadari beberapa lelaki nampak enggan mengalihkan mata dari Azoya.
Begitu pula Kenes, ia juga sama. Tidak dapat mengalihkan perhatiannya beberapa waktu, cewek ini nampak mengemaskan sebab nampak sangat mengagumi warna merah muda. Mulai dari sepatu, ranselnya yang tergantung di punggung sampai ke bando bermotif bunga mengapit antara puncak kepala dengan poni halus menutup dahi.
Helaian rambut yang terurai menyerbak ke depan tersapu hembusan angin, ingin rasanya Kenes mengerakan tangan membenarkannya, tetapi sesuatu dalam dirinya membuat niatnya tertahan.
"Ais, imutnya," gumam Kenes pelan.
"Gue imut?" tanya Azoya mendengar ungap mulut cowok itu. "Seriusan, ih! Gue benaran imut menurut loh!"
Mata Kenes bergerak ke bawa, ia berjongkok lalu menunjuk seekor anak kucing berwarna putih ternyata membuntuti mereka. Kenes menggendong makhluk kecil itu ke dekapannya, mulai mengulas senyum menyebalkan.
"Iya, imut, kan, dia," balas Kenes memperlihatkan kucingnya, mencium gemes anabul itu. "Cantiknya my bunny."
"Kurang bahasa Inggris sejak dini, yah, gini." Azoya mencibir sewot, ia sedikit menghentakan kakinya. Ada rasa iri juga dengki melihat kucing kecil ini.
"Dih, imutan juga gue. Mata loh sama semua cowok di sini aja pada ketutupan guna-guna."
Sesampai mereka di di depan gerbang langkah kenes perlahan mulai terhenti. Saat semua orang berjalan pulang keluar dari gerbang, ada sosok lelaki ber-hodie oversize hitam melangkah lebar masuk dengan tangan tercekat hingga buku-buku jarinya nampak jelas. Matanya tajam penuh amarah.
"Dia... "
Kenes membalikan badannya mulai mengikuti lelaki yang suah jauh di sana, karna lamunannya beberapa saat. Azoya ikut menengok saat menyadari Kenes sudah hilang di dekatnya.
"Eh, kang Nes! Napa balik lagi loh! Kecanduan belajar loh!" pekik Azoya saat mendapati Kenes sudah hampir sampai lorong.
Kenes berbalik, memasang ekspresi risih karna panggilannya. Cowok itu mengibaskan tangan menyuruh pergi. Bahu Azoya terangkat naik lalu turun, enggan peduli. Ia mengapai kedua tali tasnya di depan dada, bergegas berlari kecil menyusul kedua temannya yang ternyata berada di depan.
"Hups, untung, tuh, cewek nurut." Kenes bernafas lega.
Kenes mulai menyusuri koridor yang sekiranya di lewati lelaki bertubuh jangkung tadi, ia memasangkan masker kembali di wajahnya sambil terus memancarkan pandangan ke sekitar. Ekspresi mulai berubah tegas sekaligus waspada, dengan kaki-kakinya bergerak cepat menaiki anak tangga.
***
Laki dengan tudung ber-hodie menutupi seluruh kepala, menyisakan wajahnya yang mengeram penuh kekesalan ke perempuan di depannya. Doya mundur ke belakang, ia sangat ketakutan saat Resal maju sambil mengertakan giginya memamerkan seringai.
"K-kak, kita bisa b-bicarain baik-baik." Doya merentangkan tangannya bermaksud menahan pergerakan Resal.
"Bicara kata loh? Hm.. menarik." Resal terkekeh mendengarnya. Ia menggelengkan kepala bersama telunjuk digerakkan ke kiri kanan, sambil terus menungging senyum seram. "Bicarain gak, yah?"
"Ma-maaf, Res. Gue gak maksud gitu," mohon Doya terbata-bata. Ia berharap Resal pergi menjauh darinya.
"Loh selalu cantik di mata gue."
Pernyataan yang tercetus tanpa ekspresi itu, alih-alih membuat Doya tersipu malah anggota tubuh cewek itu mulai bergetar tak keruan. Jantung memacu cepat, juga keringet membasahi wajahnya yang nampak pias.
Seluruh pasokan oksigen terasa habis ketika di rasa tangan kasar itu perlahan mengusap lembut pipinya, hingga Doya memeluk tubuh sendiri, berjaga-jaga dari perilaku arogan Resal yang sudah terkenal di manapun.
"Cantik, tapi jodoh orang. Gak bisa gitu.." lirih Resal masih enggan pergi.
"Kak, maaf," ulang Doya terus menunduk.
Cowok itu menegakan kepalanya, sehingga wajah penuh lebam di seluruh mukanya tampak jelas. Sudut bibirnya makin tertarik, ada sebuah robekan di ujung sana. Ia menarik pergelangan tangan Doya, hingga cewek itu tersentak maju menubruk tubuh.
"Gue mau itu, yah, harus itu. Mana bisa di ganti," bisik Resal mengintimidasi.
"Lepaskan, kak!"
Doya memberontak, namun legan kuat itu terus menahan pergerakan cewek itu, hingga Doya menjerit takut terus menghindari pergerakan lelaki itu. Meskipun lelaki yang tengah bersamanya tak melakukan hal kasar, dengan mengingat rumor yang menyebar tentangan Resal di luar sana , bulu kudu Doya mulai berdiri.
Saat tangan Resal hendak menggapainya kembali, Kenes yang baru sampai di kelas Doya langsung menghantamkan bogeman secara berturut-turut. Resal yang mendapat sengarang secara mendadak terkulai jatuh .
Setelahnya Kenes mengisyaratkan agar Doya bersembunyi di belakangnya. Cewek itu paham, mengikuti arahan Kenes.
Menemukan cewek yang di cintai berada di pihak lain, Resal bangkit seketika dan langsung meninju balik tengkuk Kenes. Ia mengibaskan tangannya terasa kebas, karna pukulan kencang yang di hantamakan. Tetapi, lelaki itu mencetak kekehan puas saat Kenes ia jatuhkan dalam satu pukulan.
"Ini cowok yang loh pilih gantiin gue?" tunjuk Resal meninggikan suaranya, ia menendang santai bagian tubuh Kenes. "Gak salah? Loh bikin gue makin terinjak-injak kalau gantian gue Se cemen ini!"
"Dia gak pernah marah! Dia sayang aku, begitu juga sebaliknya!" bela Doya mengesampingkan ketakutannya.
Perempuan itu mulai membantu Kenes berdiri dengan bertumpu padanya, belum selesai cowok itu bangkit, Resal meninju lagi mengerakan ke marahnya.
"Tarik ucapan loh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP SINGLE(Tahap Revisi)
Teen Fiction"Jomblo itu kenyataan bukan keinginan." Saat memasuki masa remaja, Azoya bertekad untuk berhenti dari status jomblo. Yang jadi masalah, meskipun hati dapat menerima siapa saja asal tampan dan enak dipandang, tidak ada satupun cowok yang mendekat ber...