43. Kaka yang posesif
*****Secara perlahan Azoya mengusapkan kompres kain berisikan es batu di dalamnya ke bagian yang membengkak kemerahan. Pergerakan cewek itu nampak kaku, ingin sekali menarik tangannya. Tapi, melihat Vaga meringis dengan mata yang mengenjat sakit.
"Banyak banget lukanya kak." Heran Azoya sambil terus melakukan kegiatannya. "Kaka ada masalah apa? Padahal muka kak Vaga jauh beda sama adiknya yang suka bikin onar."
Sudut mata Vaga bergerak memperhatikan. "Kenes maksud loh? Dia ganggu loh, yah? Kalau macem-macem bilang, nanti gue bantu hajar."
"Ish, gak boleh gitu, dong! Harusnya Kaka bantuin adiknya! Jangan nantang apa yang udah di tetap-in dunia, tar, sengsara!" sela Azoya.
"Iya, iya. Siap komandan!" Vaga tertawa.
"Ish, komandan apaaan! Aku ini perempuan!" protes Azoya. Dengan sebal cewek itu sedikit menekankan jari di bekas luka.
"Duh, sakit, Zo. Jangan gitu."
Azoya menyondorkan kompres berserta air, juga rak berisi obat-obatan. "Yaudah, kalau mau pelan kak Vaga obatin sendiri, dong! Aku gak berjiwa suster."
"Jadi jalan gak?" Vaga mengalihkan pembicaraan. Mulai kembali ke tujuan awal.
"Mau banget!" Saat melihat lelaki itu, Azoya tidak enak hati. "Emm, tapi kak Vaga gimana?"
Vaga menaikan alisnya heran. "Emang gue gimana? Sekarat gitu?"
Cewek itu tersenyum canggung. "Hehe, hampir."
"Asal loh gak malu, gak masalah. Gue lagi mode paling jelek, pesona cogannya ketutup. Emang loh mau di katain jalan sama si buruk rupa?" jelas Vaga panjang sembari bertanya.
"Gapapa. Aku bakal jadi Cinderella!"
Vaga memutar bola matanya, jawaban yang sama sekali tidak berhubungan. Tangannya yang besar bergerak menepuk-nepuk puncak kepala Azoya. Dari pada menggagap kekasih, ia merasa kehadiran Azoya seperti adik perempuannya yang sudah lama jauh darinya.
"Gue dandan, yah!" Pamit Azoya ingin bangkit. Vaga kembali menarik tangan cewek itu hingga Azoya kembali pada posisinya.
"Obatin gue dulu sini. Masih sakit tahu." Vaga menunjuk bagian yang berdenyut.
"Lah, katanya di gebukin Minggu lalu?"
"Tadi pagi gue di samperin lagi. Padahal udah gue, putusin semuanya. Mungkin ada salah satu gak terima terus ngadu ke kakanya," ungkap Vaga bercerita. Ia menghembuskan nafas gundah. "Jadi pacar salah, di putusin juga salah. Terus gue harus apa?"
"Faktanya cowok emang selalu salah kak. Jadi gay aja. Gimana kak?" Azoya memberi saran.
"Itu, mah, makin memperparah."
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP SINGLE(Tahap Revisi)
Teen Fiction"Jomblo itu kenyataan bukan keinginan." Saat memasuki masa remaja, Azoya bertekad untuk berhenti dari status jomblo. Yang jadi masalah, meskipun hati dapat menerima siapa saja asal tampan dan enak dipandang, tidak ada satupun cowok yang mendekat ber...