74

56 39 0
                                    

......

Setangkai bunga yang baru saja Juni petik ia selipkan diantara gapitan daun telinga dan helaian rambut Azoya yang kini hadapan dengannya. Bibir cowok itu senentiasa tertarik sempurna disertai kedua mata yang menyipit. Azoya saja sampai di buat tersipu saat matanya bertemu dengan mata kecil Juni seperti hampir terkantup itu. Sorot teduh itu sebegitu tipisnya. Namun, ketika bola mata Juni memperlihatkan gerakan, Azoya di buat ter-mundur sekian jengkal.

"Hmm, cantik."

"Bunganya?" tanya Azoya.

"Yang punya muka."

Cewek itu mengerjapkan matanya polos. "Semua orang, dong? Hewan juga punya muka, masa kehitung juga? Anjing gila di komplek sebelah gimana? Pedofil depan rumah gue juga? Terus Pak Budi-"

"Yang terpenting cewek di depan gue. Loh maksudnya, Zo." Juni menaikan telunjuknya di ujung hidung Azoya hingga kedua mata mereka bertabrakan. "Paham?"

Cepat-cepat ia menormalkan raut wajahnya menjadi sedatar-datarnya sembari merunduk kaku. Berusaha bertingkah seolah ia biasa-biasa saja di perhatikan dari jarak sedekat ini.
Nyatanya orang yang berada di kejauhan saja—hanya dengan sekali lihat mereka bisa menebak kalau cewek itu dilanda salah tingkah parah.

Namanya juga awal pacaran. Bawaannya malu-malu mulu biarpun sekedar di lirik, doang. Jomblo mana paham. Ya, kan? Eh, keceplosan!

"Sekarang mau kemana lagi?" Juni meraih pergelangan tangan Azoya lalu ia masukan ke saku depan hodie yang ia kenakan, beserta tangannya sendiri. "Udah punya rencana? Untuk hari khusus buat loh semua. Loh bebas pilih mau kemana aja."

"Emmm, kebun binatang!" Azoya memecahkan tawanya. Alis Juni sampai berkerut bingung. Mencari di mana tata letak leluconnya. "Nyariin saudara kembar kamu! Kali-kali, kan, nyelip di sana. Kamu bilang gak pengen jadi anak tunggal, tuh. Tar, pas, penjaganya lengah kita colong aja bayi kungkang! Setuju, kan?"

Juni tidak bereaksi. Cowok itu memasang raut dingin sambil terus menatap Azoya tanpa henti hingga tawa cewek itu berubah kaku. Bibir Azoya mengerucut, Masa Juni tak paham kalau itu hanya candaan?

Azoya menggaruk tengkuknya. "Emm... kenapa diam? Loh gak suka kungkang? Gimana kalau berang-berang? Atau gak macan peliharaan? Kucing jalanan?" Ia masih meneruskan ungkap nyelenehnya.

"Hmm, gimana, ya?" Juni berhenti dan menghadap Azoya kembali. Menjentikkan jemarinya pada depan wajah Azoya lalu mengukirkan senyum tipis. "Ide cemerlang! "

Sial! Cowok kaku itu berhasil mengerjainya. Azoya sampai di buat cemas tak keruan.

"Oh, iya, lah! Jodoh cogan!" Azoya menepuk dadanya bangga.

Satu alis Juni terangkat naik."Jodoh gue, dong?"

"Gak, ah. Kamu item sekarang. Menyurupai cowok lokal. Gue mau memperbaiki keturunan. Minimal blasteran Jepang," sangkal Azoya menambahi ejekan.

"Tapi masih suka, kan? Buktinya mau di ajak baikan," goda Juni. Cowok itu menaruh telapak tangannya di atas kepala Azoya sementara kaki-kaki mereka berjalan seiring.

"Ngarep loh, Jun! Gue, kan, cuma kasihan."

"Yakin? Bukan takut kehilangan?"

"Enggak! Enggak! Pede gila! Loh masih punya akal kali kalau nyasar! Gak ampe ilang!"

"Iya, gue paham," putus Juni mengeluarkan suara lembut.

"Paham apaan?!"

Juni berbisik nakal. "Paham kalau loh gak suka gue tinggal. Bener, kan, apa yang gue bilang?"

"Gak ada, ya! Itu berita dusta!! Hoax dari mana coba!"

Usai mengelilingi pasar lokal yang bertepatan di pusat kota kisaran sejam, mereka segera kembali ke mobi yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berjalan sekarang. Jalan raya terlihat lebih padat di karenakan hari libur. Sementara mereka berpergian dengan tujuan acak yang itu pun di tentukan saat di jalan. Sama sekali tak terencana seperti kebanyakan pasangan umumnya.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang