39. Apa faedahnya?
******
Juni menghindari pertemanan dan fokus untuk terus belajar. Bohong jika ia tidak merasa kosong beberapa kali, ingin bahagia tapi tak tahu bagaima caranya. Apa harus menunggu dewasa lalu ia meraih berbagai hal dalam hidupnya? baru ia dapat merasakan tawa yang bisa dilakukan orang lain dengan mudahnya.
"Gimana, sih, cara seperti mereka?"
Juni mulai memikirkan ber-bagai macam hal, seperti bagaimana caranya mengekspresikan diri.
Ia sangat menyadari kalau dirinya pribadi yang amat kaku.Hanya orang tertentu dapat memahami, sisanya menyimpulkan kalau dia bukan orang yang ramah untuk menjad teman.
Diam-nya Juni seperti penolakan secara terang-terangan kalau cowok tidak perlu mereka, padahal kenyataannya Juni kesepian di dunia orang dewasa ini.
"Jadi orang dewasa itu tenyata bikin capek. Gue jadi takut bertambah usia, karna udah ngerasain-nya."
Terkadang Juni senentiasa mengabaikan perasaannya. Belajar dan kembali belajar seperti apa yang telah di tetapkan orang tuanya, hanya itu kebiasaan Juni. Kadang langkah jg ni terasa berat menyusuri hari, bersamaan dengan rasa hampa menggerogoti hati.
18 tahun umurnya, begitulah kehidupan menoton yang Juni jalan. Mengagumkan kelihatannya, tetapi penuh tekanan. Jauh dari sekitar termasuk orang tuanya sendiri.
Wajah Juni perlahan surut. "Gue gak se-cuek itu, mereka aja gak tau."
Juni serasa sendiri di dunia yang kosong ini, tidak tahu kemana membagi perasaannya sehari-hari.
Di keramaian pun Juni tetap merasa sendirian, seolah tak dapat mendengar kericuhan yang hanya hinggap sekilas berhembus di telinganya dan hilang tanpa meninggalkan kesan.
"Gila! Badan setara pekerja kontruksi gitu, ya, kali malemnya jadi Siti." Aluna tidak langsung bisa percaya. "Gosip macam apa, tuh, Zo."
"Benar! Bukan sulap, bukan sihir! Tapi hoax!" beber Azoya yakin.
"Kalau banci, pun, gapapa. Gue siap siaga nampungnya!" Nora mengigit bibir terpesona pada salah satu lelaki impiannya.
Nada bergidik. "Dih, mending Ucok! Jelek tapi laki murni!"
"Ucok seleranya tinggal, maunya anak Kakashi," sahut Geva.
"Udah pindah haluan di, mah. Pacarnya banyak! Nempel di dinding pula." Dinda ikut menambahi.
"Wais, LDR Indonesia, jepang lagi! Tapi masih mode tiga dimensi. Kencannya mode halu sambil meditasi!"
"Enak gitu, yah?" Geva nampak penasaran. "Pacaran hemat energi. Rebahan tapi udah ngelakuin banyak hal."
"Keliling luar negeri tapi gak perlu ngantri. Tinggal penjamin mata terus mati." Azoya menambahi.
Juni memandangi mereka, bersikap selayaknya bergabung pada obrolan meskipun pada dasarnya cowok itu ingin menghilang dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP SINGLE(Tahap Revisi)
Teen Fiction"Jomblo itu kenyataan bukan keinginan." Saat memasuki masa remaja, Azoya bertekad untuk berhenti dari status jomblo. Yang jadi masalah, meskipun hati dapat menerima siapa saja asal tampan dan enak dipandang, tidak ada satupun cowok yang mendekat ber...