47.

37 37 0
                                    

"Tips berikutnya loh cuma perlu nengok sekilas ke dia. Abis, tuh, langsung buang muka."

Kenes berucap yakin seolah dia ahli dalam hal ini, meskipun kenyataannya yang terlihat berbanding terbalik. Temen saja dia tak punya apalagi pacar. Mustahil sepertinya, begitu pemikiran buruk Rio serta Rain mengenai adik kelasnya ini.

Kenes mengajak Juni nongkrong di depan teras ruangan komputer dekat tangga, tepatnya bagian tengah antara kelas Juni juga Kenes. Hanya perlu menyebrang lapangan sedangkan Juni naik ke atas dan bertemu kelas.

Sebagai teman yang katanya setia, Rio serta Rain harus turut ikut serta berbagai hal berkaitan tentang Juni. Mereka wajib ada tanpa koma, hal mutlak yang tak boleh di hilangkan kehadirannya.

"Seriusan loh minta tips dari orang macam gini, Jun?" Rio melebarkan matanya, terkesan melotot saat memerhatikan Kenes. "Macam tak betul, lah, anak ini. Ibaratkan, nih, yah, kaos tangan aja di pasang di kaki."

"Ah, elah. Berlagak punya indra keenam lagi loh, To!" Rain mengepalkan kencang kepala Rio, menyadarkan temennya.

To, adalah panggilan pendek yang teman-temannya di buat untuk Rio, kepanjangannya Rionto atau di plesetkan jadi Riantt. Meskipun itu sebenarnya nama asli cowok itu.

Rio dan Rain lalu melirik Kenes, lalu beralih ke Juni lagi. "Sedikit bocoran informasi. Dia jombloan, Juni!"

"Heh, gue jomblo bukan karna gak laku, cuma belum aja ada yang mau," balas Kenes mengeraskan suara.

"Kata gue juga! Pelet aja napa!" ucap Rio.

"Musyrik goblok!" sela Rain galak.

"Auh! Sakit peeaa!" Rio mengerutu sesaat kepalanya kembali menjadi bahan geplakan Rain menggunakan buku yang selalu di bawanya.

"Gue udah pernah niru tokoh wattpad. Bukannya Mons warted malah kena bully, dong. Dikira ada kelainan genetik medadak."

Kenas mangut-mangut mendengarkan curhatan Kaka kelasnya itu. "Tutorial berlaku buat yang good looking. Kalau muka di atas minus dua, ya, cuma bisa diam aja."

"Terus dia jadi suka gitu?" sela Rio bersemangat sesaat ada siswi senyam-senyum saat Kenas meliriknya. "Ah, jangan-jangan gue ada kesalahan, pas, prakteknya. Kurang lama ngibas daun kelapa ke muka gitu."

"Bukan gitu. Maksud gue kalau modelan loh menyingkir aja. Ngalangi jalan tau."

"Sadis ucapan loh," puji Rain. Puas melihat raut Rio yang membisu berkata mulut blak-blakan Kenes.

Kenes menaikan telunjuknya bangga. "Ini tips jitu yang gue rangkum dari beberapa novel romance seantero dunia Oren!"

"Judulnya apa, tuh?" sahut Rio sama Rain penasaran.

"Cool boy and cool bear," ungkap Kenes ngasal.

"Serem amat. Bisa beda jenis gitu.  Kisah cinta jaman sekarang emang rada-rada." Rio bergidik penutupan cowok sedikit brandal itu.

"Kemarin-kemarin manusia yang jatuh sapu raksasa. Besoknya lidah mertua jadi bahan pangan utama. Emang cerita melegenda." Rain menerawang sepuluh tahun kedepan.

"Tenang. Gak bakal terjadi kak," ungkap Kenes seolah membela.

Rain menepuk-nepuk kepala Kenes. "Makasih boy. Ternyata sikap loh gak sejelek akhlak loh."

Bahu cowok itu berkedik, sedikit menjauh jaraknya. "Jangan salah paham dulu. Lebih tepatnya belum tentu ada yang mau sama loh! Hidup aman, masa depan suram."

"Sialan! Dasar bocah keluaran terbaru loh!"

Rain begitu juga Rio sepertinya mengerti alasan Kenes yang selalu di sekitaran para cewek dan tak pernah akur dengan cowok seangkatannya. Passion cowok itu memancing emosi ternyata.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang