48.

41 35 0
                                    

******

Pelajaran berakhir lebih cepat dari jam seharusnya, di karenakan Bu Indah sebagai guru mengisi yang mata pelajaran terakhir ini tiba-tiba saja mengalami kejadian yang tak terduga hingga dilarikan ke rumah sakit segera.

Kelas  hening awalnya sebab Bu Indah hanya diam tanpa berkata, tetapi dalam sekejap kericuhan terjadi sesaat para murid menyaksikan gurunya mendadak tidak sadarkan diri. Kini wanita paruh baya itu sudah di urus beberapa guru lainnya, sedangkan mereka harus tetap berada di sekolah sesampai waktu pulang yang di tetapkan.

"Bu Indah gak apa-apa, kan? Gak bakal meninggal, kan? Ini pasti salah Livan. Bu Indah kaya tadi karna Livan."

"Emang loh ngapain, Van? Napa jadi eloh yang salah coba?" Dino menatap penasaran.

"Livan tadi buang air kecil di WC guru. Lupa nyiram lagi."

Suasana kelas masih sericuh tadi, sibuk kesana-kemari membicarakan apa yang telah terjadi. Mereka berkumpul dalam satu tempat, beradu argumen dengan berbagai macam tebakan mengenai apa kemungkinan yang terjadi.

"Eh, Bu Indah aneh banget gak sih, beberapa hari ini. Jangan-jangan bentar lagi mau liburan ke ilahi." Nora menduga-duga.

"Mulut loh kalau ngomong suka gak bisa di jahit! Dasar norak!" balas Kaivan sewot.

"Dih, gue gak norak, yah! Gue ini modis!" elak Nora ikut ngegas.

"Lah, emang nama loh gitu," tangkas Kaivan.

"Makanya kembali ke masalu buat ngehentiin emak loh ngelahirin loh. Di jamin nama loh kagak Nora lagi. Jamal gitu!" ungkap Dion salah satu penghuni kelas.

"Jangan-janga Bu Indah hamil lagi!" Nora kembali memprediksi.

"Yeee, hamil anak buaya! Bu Indah janda kalau loh lupa!" bantah Ditha si cowok badung.

"Emang iya?" Nora membekap mulutnya tak menyangka. "Kok, gue baru ngeh, yah? Ketinggalan berita ini! Kapan cerai-nya, sih? Waw, duda dong, suaminya!"

"Dih, dari bos mafia masa pindah lagi ke om-om paruh baya."

Nora memperlihatkan buku yang ia simpan di laci meja. "Oh, iya, dong! Gue baru beli novelnya! Sekarang mau sugar Daddy yang bisa kasih tas Gucci!"

"Halu mulu, punya pacar kagak," sindir Kaivan nyelekin.

"Suka-suka gue! Mau loh apa?! Nyindir orang apa nyindir diri sendiri? Punya kaca gede kalau gak di pake jual aja. Masa gak sadar situ gak laku!"

Azoya kini tidak minat berkontribusi dalam keributan para temannya, kakinya melangkah berjalan keluar kelas tanpa sadar tatapan bertanya para temannya. Ia duduk di pinggir lain semen bening itu. Jari-jarinya lalu mengeser asal layar handphone.

Wajah cewek itu sedikit tertekuk, hanya mengulang geseran itu beberapa kali tanpa berniat membuka salah satu aplikasi.

"Ini apa yang mau di buka, kouta aja kagak ada. Andai disini ada wifi tetangga," gerutu Azoya.

Padahal ribut dan segala macam kericuhan adalah passion utaman Azoya, akan tetapi ia sedang tidak minat mengatakan sepatah kata hari kalau tidak di ajak bicara kali ini. Diam dan tidak memikirkan apa-apa.

"Kamu kaya lagi sedih, mikirin apa?"

Pertanyaan itu tercetus dari seorang cewek dari belakang yang kini mendudukkan diri disamping Azoya. Cewek itu mengulas senyum ramah, hingga mata bulat sedikit lebar itu memancarkan pesona tersendiri untuknya.

Lucia masih dengan senyum yang tak henti. "Wajah kamu lesu banget. Gak ada temen, yah? Aku bersedia kok, jadi sahabat kamu."

"Temen gue banyak," ucap Azoya ketus.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang