******
Tujuan utama Juni bersama Rain juga Rio yang mengiringi di ke dua belah sisinya adalah kantin, sama seperti kebanyakan murid lainnya yang juga nampak mengarah ke sana. Selepas bel istirahat berbunyi, mereka segera pergi sebelum tempat itu rame dan mau tak mau harus mengantre.
Beberapa cewek masih sempat-sempatnya melirik Juni sambil berjalan, terpaku oleh pesonanya.
Diam-nya Juni membuat mereka menyimpulkan kalau ia lelaki yang cuek dan dingin seperti di novel kebanyakan. Membayangkannya membuat mereka kelabakan.
"Ish, cool boy dunia nyata gak, sih?!" pekik salah satu cewek.
Cewek lain menggguk. "Itu, mah, berati tuhan ngabulin doa gue! Biar buatin cowok wattpad bisa di di gapai!"
"Dih, di kata tuhan penulis novel kali."
"Mungkin aja. Gue calon pemeran utama terus kalian yang iri jadi antagonisnya! Hidup bahagia, kaya raya."
Itulah percakapan yang Juni berserta temannya dengar saat melewati sekumpulan cewek di koridor. Rain dan Rio melambaikan tangan ke cewek-cewek itu, tapi mereka malah histeris saat melihat Juni mengedikan bahunya acuh.
"Aaaaaaa, ganteng!" jerit mereka bersamaan.
Juni sendiri binggung mendeskripsikan dirinya. Ia sebenarnya juga suka memperhatikan sekitar layaknya kebanyakan orang, hanya saja cenderung sulit mengekspresikan perasaan.
Juni terbiasa bersikap serius, sedang sikap bersemangat seperti remaja lainnya ia asing. Tak tahu cara melakukannya, meskipun ada keinginan di benaknya. Juni tak pandai dan tak bisa, begitu pikir.
"Duh, laper banget gue. Rasa pengen pingsan." Rio mengelus-elus perut buncitnya.
Rain di sebelah Juni berdecak. "Pingsan, pingsan! Apaan! Di kelas aja kerjaan loh kalau gak makan, ya, makan."
"Yah, sensasi-nya beda, lah. Disana ada biduan-nya." Rio menampilkan cenggiran.
"Ye, dikata orang lahiran," keluh Rain lebih tak maksud akal.
"Gak jelas loh pada." Juni yang sejak tadi diam bersuara. Ia memutar bola matanya jengah mendengar perdebatan Rio dan Rain yang bertahan sepanjang jalan.
"Dari pada loh diam mulu, kaya nahan bab tahu!" cetus Rain tak segan.
"Terserah gue, lah." Juni menghela nafas berat, memasang erephone yang tadi tergantung di leher ke telinga. Ia sedikit tergganggu dengan perkataan Rain.
"Udah jangan di ledekin. Sebagai cowok gak good looking kita harus siap senentiasa meniti takdir," cetus Rio sok bijak.
"Hubungannya apa, sih?" Juni dan Rain serentak bertanya malas. Meskipun telinga Juni di isi suara musik, cowok itu masih mendengar apa yang diucapkan.
Rio tersenyum meledek. "Yeeee, nanya hubungan! Gak ada yang ngajak jadiaan, sih. Jiaaahh!"
Juni dan Rain saling bersitatap, memasang wajah penuh ke keheranan pada Rio yang kini heboh sendiri padahal mereka tak peduli.
"Loh mikirin apa yang gue pikirin?" tanya Rain.
Rain menaikan tangan ke punggung Juni, berjalan mendahului Rio dengan kompaknya. Suara cempreng Rio membuat mereka malu.
"Lah, kok, gue di tinggal?" Rio mengejar langkah kedua temannya yang jauh di depan. "Pas, pdkt, doang, di panggil sayang! Udah bosen gue jadi samyang!"
Setelah menuruni banyaknya anak tangga, mereka hampir sampai di dekat kantin yang berada di lantai bawah. Hanya ada satu kantin di SMA Nusantara, sisanya paling warung di belakang sekolah. Sehingga anak kelas 3 IPA kelasnya berada di lantai atas harus turun terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP SINGLE(Tahap Revisi)
Teen Fiction"Jomblo itu kenyataan bukan keinginan." Saat memasuki masa remaja, Azoya bertekad untuk berhenti dari status jomblo. Yang jadi masalah, meskipun hati dapat menerima siapa saja asal tampan dan enak dipandang, tidak ada satupun cowok yang mendekat ber...