21. Murid baru

93 79 3
                                    



21. Murid baru.

*******"

"Cowok, kiww, kiww!"

Sudah rutinitas kesaharian Azoya  mencari uang tambahan lewat teman sekelasnya. Cewek ini tengah melancarkan aksinya, sungguh keberuntungan bagi Azoya juga kesialan bagi mereka bisa sekelas bersama.

Kavan mengumpat kecil. Cowok itu mengertakan giginya jengkel, ia mengulas senyum di paksakan agak sedikit sinis. Azoya kini duduk dibangku didepan pintu, menghalangi jalannya.

"Apasih, miskin?"

Sedetik kemudian Azoya memelas. "Kai.. rumah gue kebanjiran.."

"Plis, deh, Zo. Ini kemarau!" terang Kaivan. "Perasaan tiap hari kebanjiran mulu. Gak ada atap atau kena ajab."

Azoya menggeleng-gelengkan kepalanya tampak sangat sedih dan mengenaskan. "Huaaa, Kai.. kasihan.. Kai.. Gue belum makan dua pekan."

Cowok itu berdecak, jadi sedikit luluh melihat Azoya yang tampak seperti orang tidak punya, kaivan hendak merogoh sakunya. Tapi, pandangan Kaivan teralihkan ke arah kelas terdengar teriakan.

"ZO, BATAGOR DI KELAS GUE MAKAN, YAK!!

Azoya menengok ke belakang." AMBIL AJA, DES! KENYANG GUE!"

"Okey, sampai dimana kita tadi? Oh, iya. Gue mau minta sumbangan," gumam Azoya kembali melihat ke Kaivan. Tangan cowok itu kembali didepan dada.

"Kita? Hello! Loh aja kali. Kuman," ejek Kaivan.

Azoya mengantung nujuk Kaivan. "Awas loh, Kai kalau gak ngasih sesajen buat gue!"

"Apa?" tantang Kaivan tidak takut.

"Emmm.. apa, yak?" Livan teman sekolah hendak melangkah keluar, Azoya menyunggingkan senyum. Cewek itu menarik Livan, mencekatkan tangan di lehernya Livan. Lebih kaya dipegang, doang, tapi Livan diam saja. "Gue culik Livan! Ayo kasih tebusan!"

"Aaaaaa, Livan mau di culik! Aaa, Livan jadi emm..." Cowok berwajah lugu itu mengerjapkan mata. "Jadi apa, Zo?"

"Tumbal pesugihan."

"Nah, itu."

Kaivan memperhatikan jarum jam di tangannya, menunggu dua orang yang kini bersekutu merecoki lelah. Cowok itu memainkan telapak kakinya, ia mendengus. Ekspresi ketus tidak sabar.

Kaivan mengibas-ngibaskan tangannya. "Minggir loh berdua, gue gak ada waktu ngobrol sama rakyat jelata."

"Kai, tolong napa temen loh. Kasihan mukanya, kek, jamet perempatan."

Livan mengembung pipinya. "Heh, enak aja. Wajah Livan ini blasteran cap kapal! Hasil perawatan di empang!"

"Iya-in, deh, iya-in." Azoya menangkupkan tangan ke pipi Livan, menghadap kaivan. "Ayo, dong, Kai. Hentiin gue. Temen loh nangis, nih, minta tolong!"

Benar-benar kebohongan yang kurang natural, Livan mengedipkan kedua matanya tampak memahami alur sambil mangut-mangut. Ais, Kaivan harap ia bukan bagian dari mereka.

"Heh, bocil! Nangis, napa!" desis Azoya.

Livan menengok. "Siapa yang nangis?"

"Ya, eloh, lah!" jawab Azoya menahan sabar.

"Kenapa Livan harus nangis? Orang Livan abis menang lotre dua ribuan," akui Livan.

"Heh, tuyul! Ekting aja, ekting! Tar, gue kasih gelang sedotan," hasut Azoya.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang