17. Pesona Civa
Kaki-kaki itu melangkah lebar menuju arah lapangan berada. Juni kini sudah siap dengan seragam basket merah tanpa lengan miliknya, bagian belakang seragam itu ada namanya tertera. Tanda cowok itu telah menjadi salah satu anggota tim basket disana. Ia berjalan sendiri, dua temannya tidak berniat ikut kegiatan seperti Juni.
Beberapa cewek melaluinya tampak heboh, sekedar menyapa hangat juga mengedipkan sebelah mata. Saling sikut satu sama lain sambil mata tidak lepas dengan jenjang tangan putih mulus tampak mengencang cowok itu. Juni meresponnya dengan senyum tipis seadanya. Entah apa yang dipikirkan mereka.
"Juni ganteng nanti date, yah!"
"Ish, jodohnya siapa, sih, ini?"
"Tar, kalau gue di tolak Civa terima gue, yak!"
Begitu hal yang sudah tak asing kembali Juni dengar dari mulut mereka. Ia merotasi bola matanya, kembali pada langkah yang sempat tertunda. Cowok itu mempercepat pergerakannya saat mendapati Azoya berlari kearahnya dengan wajah berseri menampilkan deretan gigi rapi.
Juni mengulas senyum, melambaikan tangannya. "Azoya!"
"Hai Juni! Ganteng banget, ih, pas, disini! Bisanya juga gak pake kaos kaki!" puji Azoya mengacungkan jempolnya.
Cewek itu menepuk-nepuk pundak Juni lalu kembali berlari. Juni membalikan badannya penasaran kemana tujuan langkah Azoya sebenarnya terhenti. Ah, ia baru paham. Ada Civa lumayan jauh di belakang, cowok dengan kulit putih halus dengan mata sipit khasnya kini di kerumuni sekumpulan cewek. Mereka membawa berbagai hal sebagai sesajen.
Azoya menyondorkan kotak bekal berbentuk hati yang sejak tadi di bawanya. "Civa! Nih, Zoya bawain nasi goreng khas cinta!"
"Buatan gue aja Civa! Azoya suka pake guna-guna!" potong Reva menyondorkan miliknya.
"Enak aja! Ini seratus persen dari hati seluas kandang teri!" bantah Azoya tidak terima.
"Dari hati tapi rasanya bikin lambung nyeri." Chika menyindir tajam. Salah satu korban masakan Azoya.
Azoya menunjuk cewek itu mengancam. "Awas, yah, loh gak gue kasih lagi!"
"Yee, gak enak itu," ejek Chika. "Masih mending makan kuaci."
"Dari pada eloh masak air jadi abu!" Sandra ikutan membela Azoya.
Civa mencoba bersikap tenang seperti biasa, cowok itu sedikit merendahkan tubuhnya sambil memasang tatapan teduh membuat mereka diam amat terpesona. Ah, andai cowok ini jodoh mereka. Bisa di fotokopi hingga menjadi ganda, dijamin tidak akan yang lolos semua. Betapa indahnya dunia jika tidak ingat pada realita.
Civa menyatukan ke tangannya, tatapan cowok itu tampak bersalah pada mereka. "Maaf, yah. Aku baru banget makan. Aku mau main basket dulu. Gapapa, kan, ninggalin?"
Serentak mereka mengangguk-anggukan kepala. Penolakan Civa memang tidak ada duanya, apa yang terburuk cowok itu katakan bagaikan sebuah harapan besar. Benar-benar bikin tenggelam saat berada di tepi jurang. Begitu mungkin pribahasa-nya uniknya. Derap langkah cowok itu berlalu bersama teriakannya heboh dari mereka semua.
"Gak papa, kak. Semangat, ih, Civa!"
"Faiting, Civa my husbu!"
Reva mengelus dadanya. "Aaaa calon mantu mamaku!"
"Aaaa, jodoh Zoya itu! Jodohku!" Azoya ikut terpesona setengah melompatkan tubuhnya.
Civa membalikan badannya sebentar, sekedar memberikan mereka balas senyum juga mengangkat tangan sengaja digenggam. Mereka semua menjerit-jerit kembali meskipun cowok itu sudah berlalu pergi. Seperti gerakan singkat itu sinyal cinta yang dia beri.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP SINGLE(Tahap Revisi)
Teen Fiction"Jomblo itu kenyataan bukan keinginan." Saat memasuki masa remaja, Azoya bertekad untuk berhenti dari status jomblo. Yang jadi masalah, meskipun hati dapat menerima siapa saja asal tampan dan enak dipandang, tidak ada satupun cowok yang mendekat ber...