31. Urusan Juni
**"***
Sejak tadi Azoya mengikuti langkah Agha kesana kemari, Ayahnya itu berbelok maka ia ikutan berbelok juga mengekori dari belakang. Alga mengusap wajahnya gerah, sejak ia memasuki rumah pada sore hari anaknya itu terus mengepungnya kemana dia pergi.
Alga duduk di samping Juni, cowok itu kini sedang membantu mengajari Kavan sesuai permintaan Alga. Juni memasang wajah datar saat soal yang dia berikan tidak sesuai jawabnya.
"Itu, kan, duh. Lemotnya." Juni memijit kepalanya pening. Ia mengambil buku jawaban, lalu menjabarkan lagi entah ke berapa kali.
Alih-alih mendengar penjelasan, mata menelusuri tiap inci wajah Juni. "Kak Juni gak bisa ngajarin nyanyi aja? Debut bareng aku gimana? Kita jadi idol satu grub KPop. Gak usah sibuk ngurusin hubungan a sama b yang ada mulu konfliknya. Heran jadi angkat nyusahin orang."
"Om..." Juni menggelengkan kepala pasrah ke pada Alga.
"Kavan! Selesaikan," tegur pria paruh baya itu mengancam, saat anaknya mulai bergumam sendiri dari pada mulai menulis. "Jawab yang bener biar bisa dapat cuan. Berjam-jam satu soal gak selesai. Heran, anak siapa, sih, kamu?"
"Itu, mah, salah Papi. Bukannya nurunin tahta gitu, ini semua keburukan," balas Kavan menyalahkan. "Untung Kavan tahap normal. Belum rabies kaya Abang."
Sebuah bantal merah muda berbentuk hati dilempar Abian ke wajahnya. "Makin lama loh mirip si setan. Gue mulu heran!"
Juni diam menyaksikan percekcokan dua saudara yang saling lempar bantal, nampak engga bantal imut itu berada terkena bagian tubuhnya, sampai-sampai Kavan melompat menghindar.
"Udah, Jun. Maklumi aja, semua anak om emang titisan mamanya. Jadinya menyimpan semua," bisik alga pelan takut ketahuan.
Bantal itu berhenti saat terpental di depan Juni, cowok itu menghentikan pertikaian mereka dengan cara memeluk beda mengemaskan itu. Pasti milik Azoya sesuai dugaannya.
Abian juga Kaivan saling lirik, memasang ekspresi jijik mengetahui kebiasaan pemilik asli bantal di dekapan Juni saat tidur. Baru di pikirkan cewek itu seketika datang dari arah dapur, ia melompat senang mendapatkan Alga yang sejak tadi di cari.
Ia menepuk pundak Juni sekali, baru bermanja-manja pada ayah. Merengek lagi. "Pi, gak ada niat ngadain ritual gitu? Buat nangkal ilmu hitam. Ayo, lah, Pi. Jangan kaya orang miskin mulu."
Ka Abi, noh, hitam. Setannya udah sekampung!" ejek Kavan mulai.
"Diam loh bayi kudanil!" geram Abian hendak melempar sendal rumahan.
"Bi...."
"Iya, iya! Abian anak pungut dapatnya di goat!" Abian berdumel merasa tak ada ke adilan. Padahal Kavan yang mulai memancing emosi, ia menghentak langkah pergi kekamar.
"Nah, itu sadar sendiri," ungkap Kavan kelewatan senang.
"Zo, malu, Pi. Gak mau sekolah lagi, lah, kalau gak punya pacar gini. Yang ada malah di tawarin jadi duta jomblo lagi," desak Azoya amat gundahnya. Harap-harap Alga peka lalu mencarikan jodoh untuknya.
"Wihh, keren, kak! Kapan bangga," puji Kavan antusias.
"Diem loh anak tikus!' cetus Azoya galak.
"Jangan bilang gitu, Zo. Adik kamu," tegur Alga mulai membuka laptop-nya, meserching ke anehan anak perempuannya. "Udah, lah, Zo. Jodoh bakal dateng pas udah kenyang."
Bukan membela Kavan sebenarnya, muka anak bungsunya itu memang paling enak di hujat. Tetapi anak tikus atau apalah, itu secara tidak langsung menyinggung Alga. Mereka dirinya ikut di hujat karna secara kebetulan menjadi orang tua anak ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP SINGLE(Tahap Revisi)
Teen Fiction"Jomblo itu kenyataan bukan keinginan." Saat memasuki masa remaja, Azoya bertekad untuk berhenti dari status jomblo. Yang jadi masalah, meskipun hati dapat menerima siapa saja asal tampan dan enak dipandang, tidak ada satupun cowok yang mendekat ber...