Chapter 56.1

0 0 0
                                    

“Matilah kau, Hideyoshi!” Teriakan Kalyan menggelegar di arena itu. Wajahnya memerah karena ledakan amarah.

Melihat Kalyan berlari ke arahnya, Hideyoshi segera mengubah belatinya menjadi panah cahaya biru berselimut petir yang menyambar.

Dengan tenang, Hideyoshi menarik tali busurnya kuat-kuat lalu melepaskan sebuah anak panah besar ke arah Kalyan.

TRING!

Kalyan menangkis anak panah itu dengan mudah menggunakan pedang Greatsword-nya. Dia kembali meluncur secepat kilat, lalu menebas senjatanya secara membabi-buta untuk memenggal tubuh Hideyoshi, tetapi lawannya mengelakkan serangannya dengan mudah.

“Kau benar-benar lemah, Kalyan! Seorang pria yang gagal melindungi istrimu yang tidak pantas menjadi seorang pemimpin!”  ejek Hideyoshi di sela-sela pertarungan.

“Bajingan!” Kalyan terbakar amarah. Dia makin mengamuk tak terkendali. Meskipun daya serangannya menguat, tetapi makin tidak terarah dan terkontrol.

Akan tetapi, Hideyoshi akan memanfaatkan itu untuk mengalahkan Kalyan. Menurutnya, seseorang yang melibatkan perasaan dalam pertempuran akan mudah dikalahkan.

KRAK! KRAK!

“Gawat!”

Anggita dan kelima rekannya tersentak kaget saat tanah tempat mereka berdiri mulai retak. Retakan itu menimbulkan berguncang hebat, membuat mereka terhuyung-huyung.

“Sial!” Anggita menggeram murka. Retakan itu meluas hingga ke segala penjuru .

“Kita harus melakukan sesuatu, Anggita! Mereka sudah kehilangan kendali!” tekad salah satu pria berumur 35 atau 40 tahun.

“Kita tidak boleh gegabah! Kekuatan kita tidak sebanding dengan kita! Jika kita memasuki area itu, maka tubuh kita akan hancur!”

“Tidak ada.”

“Bagaimana ini?” Seorang wanita muda gemetar, membayangkan mereka akan lenyap bersama Bubble Universe. “Apakah tidak ada yang bisa menghentikan mereka?”

“Tetapi kita tidak bisa diam saja, Bodoh! Kalyan dan Hideyoshi akan menghancurkan tempat ini! Sekarang pilihannya hanya bertindak atau mati!” bentak pria itu.

Anggita hanya menggeram murka sambil mengepalkan tangan kuat-kuat sampai kuku-kukunya menusuk kulit. Seketika darah mengalir dari telapaknya dan bertetesan ke tanah. Dia sulit memutuskan. Bagaimanapun, diam atau bergerak, hasilnya tetap sama. Yaitu, kematian.

“Kalian sangat memuakkan, Kalyan, Hideyoshi!” umpat Anggita.

Krek! Krek!

Retakan itu makin meluas hingga salah satu kaki anggota Soarta tergelincir, nyaris terjatuh. Untungnya, rekannya sigap menarik tangannya sebelum tertelan.

“KALYAN! HIDEYOSHI! HENTIKAN!” Amarah Anggita meledak, tetapi sayangnya, mereka tetap sibuk bertarung.

“Ck!” Anggita menggigit kuku sembari berpikir keras, berusaha menemukan cara efisien dan efektif menghentikan mereka.

“Biar aku yang menghentikan mereka!” Pria paruh baya itu maju mendekati batas ruang alam Quantum tanpa memedulikan risiko yang mengintainya.

“Apa yang kaulakukan, Bodoh?! Cepat kembali!” Anggita berteriak panik. Sialnya, kakinya sulit digerakkan karena sempoyongan akibat guncangan itu, sedangkan tiga anggota Soarta hanya menonton kepergian pria paruh baya itu tanpa berniat mencegahnya.

“Cepat kembali atau kau akan mati, Sialan!” ancam Anggita sekuat tenaga hingga tenggorokannya sakit. Dadanya sesak saat ketakutan dan kepanikan menikam perasaannya, menyaksikan salah satu rekannya sedang di ambang jurang maut.

The Blood Judgement I : ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang