Chapter 57.1

0 0 0
                                    

Kuda meringkik nyaring ketika aku memacunya melewati kebun buah-buahan. Entakan kaki kuda membuat debu berterbangan  hingga menghalangi pandanganku.

Aku tertegun. Sejauh mata memandang, aku mendapati pepohonan tumbuh subur dan petani riang menanen buah-buahan.

Beberapa orang berkulit putih dan bermata sipit itu tertawa dan menikmati hasil penennya penuh sukacita.

“Sepertinya aku sudah tiba di negeri itu.” Aku menyeka keringat yang mengucur deras di dahi. Akhirnya, aku tiba di Dinasti Yuan setelah beberapa bulan menempuh perjalanan yang jauh dan terjal.

Aku menarik tali kendali kuda supaya berhenti karena aku ingin meninjau keadaan negeri itu. Ternyata dampak Black Death sudah lenyap dari negeri tersebut.

Tanpa sadar, aku tersenyum bahagia. “Hebat! Bagaimana bisa negeri ini sudah terbebas dari virus mematikan itu?” Ada rasa bahagia dalam diriku, seolah aku baru saja menemukan secercah pengharapan.

‘Tidak sia-sia aku datang ke sini. Aku pasti bisa menyembuhkan Angeline dan warga Austria dari Black Death,’ batinku.

“Siapa kau?” tanya seorang pria dalam bahasa Inggris. “Kau pasti bukan dari negeri ini. Apa yang kau cari di sini?”

Aku tersentak kaget dan spontan menoleh ke pemilik suara. Sejenak, aku tertegun sembari mengamati penampilan pria itu dari ujung kepala hingga kaki.

“Aku ingin ke pasar, Tuan. Apa kau tahu tempatnya?” tanyaku ramah.

Pria itu tertawa, membuatku mengernyit.

‘Apa yang lucu?’ gumamku dalam hati.

“Memangnya apa yang akan kaucari di pasar, Anak Muda? Tidak ada apa pun di sana selain gelimpangan mayat dari orang-orang yang terjangkit Shang Pian.”

“Shang Pian?” Nama itu terdengar asing bagiku. “Apa itu?”

Tawa pria itu seketika lenyap. Wajah pria itu berubah serius. “Shang Pian adalah virus mematikan yang bisa membuat tubuh membusuk.”

“Maksudmu, Black Death?” tebakku.

“Black death? Aku tidak tahu itu. Tetapi warga di sini menyebutnya Shang Pian.”

Aku mengangguk mengerti.

“Tetapi jika kau tetap ingin ke sana, ambillah ini.” Pria itu mengeluarkan sebuah gulungan dari balik bajunya.

Aku menerimanya dengan ragu. “Apa ini?”

“Itu adalah peta. Kau ikuti saja petunjuk peta itu untuk pergi ke pasar.”

“Baiklah. Terima kasih banyak.” Aku tersenyum kecil, lalu memberikan sepotong roti padanya. “Ambillah.”

“Terima kasih.”

Setelah itu, aku kembali memecut kudaku dan melanjutkan perjalanan. Setelah membaca peta, aku harus mengambil lajur kiri, yang akan membawaku melewati sebuah desa sebelum menuju ke kota.

Ketika aku mendengar kata desa, aku langsung membayangkan desa yang indah dan permai. Kebetulan aku kehabisan bekal dan minum. Aku akan beristirahat sejenak.

Setelah setengah jam menempuh perjalanan, aku tiba di tujuan, yaitu sebuah desa yang ramai dan padat. Udara sangat dingin dan damai.

Anehnya, aku tidak menemukan mayat-mayat yang pria itu maksud.

Aku menjelajahi desa itu untuk mencari warung.

Sepanjang perjalanan, oang-orang desa menatapku sinis dan risi, membuatku sangat tidak nyaman.

The Blood Judgement I : ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang