Chapter 49

0 0 0
                                    

Ketika Akio keluar ke tempat pesawat parkir, dia akhirnya melihat Louise sedang berdiri tegak bersamaan dengan Rekan-rekannya.

Ketika Crew pesawat masuk ke Hyperspace, Louise terlihat mengatur para Valkries yang juga akan masuk ke pesawat. Dia memerintahkan para valkries itu berbaris rapi dan kemudian memastikan persenjataan yang dibawa oleh para prajurit laki-laki dan Valkries sudah sesuai dengan standar.

Louise berdiri tegak didepan semua valkries yang berbaris rapi. Dia menatap ke sekitar dengan tajam. Aura Valkries rank S dan A segera menyebar dan memberi tekanan pada semua valkries yang berbaris. Membuat mereka merasakan keringat dingin.

“Yang kita tuju adalah medan perang. Disana, nyawa bisa hilang dalam hitungan detik. Tidak akan ada perlindungan mutlak. Bahkan Valkries rank A bisa mati. Jadi, persenjatai diri kalian dengan lengkap dan sesuai prosedur. Bersikaplah serius agar kalian bisa pulang dalam kondisi nyawa masih melekat di badan. Jangan lengah. Sebelum musuh dipastikan mati, kalian tidak bisa bersikap lega!” ucap Louise dengan suara keras yang menggelegar dan memasuki telinga setiap valkries.

Sekali lagi Louise mengedarkan pandangannya.

“Apa kalian siap bertarung?!” tanya Louise kuat.

“Siap!”

“Apa kalian siap berkorban nyawa demi umat manusia?” tanya  louise lagi.

“Siap!”

“Bagus, masuk ke pesawat dan kita akan berangkat sekarang untuk memusnahkan gadis kecil dan bawahan itu!” raung Louise menyemangati para valkries yang akan pergi berperang.

Suara sorakan penuh semangat membahana sebelum kemudian satu persatu para valkries masuk ke dalam kapal.

Dibagian belakang, gadis berambut merah itu menarik tangan Akio yang mengikuti arus orang memasuki Hyperspace.

“Apa kau gila?! Jangan bermain-main! Kau tidak bisa ikut ke Medan perang hanya untuk mengantarkan nyawa!” ucap gadis berambut merah itu keras.

Akio mengerutkan dahinya tak senang, “ bukan kau yang akan memutuskan apakah aku ikut atau tidak. Aku akan bertanya pada Louise.”

Mendengar ucapan Akio yang keras kepala, valkries berambut merah itu merasa sangat tak senang.

Cengkeramannya pada pergelangan tangan Akio semakin erat, “aku bilang kau tidak bisa pergi! itu adalah medan perang. Kau bisa mati kapan saja!”

“Itu bukan urusanmu! Apakah kau pikir hanya kau yang ingin mengorbankan diri demi umat manusia? Bukankah sudah sepantasnya aku juga melakukan hal itu? ini demi umat manusia. Tidak masuk akal bagimu untuk keberatan!” kesal Akio.

Sebelum valkries berambut merah itu menjawab lagi, suara mekanis terdengar.

[pesawat akan melakukan lepas landas dalam lima belas menit. Pintu akan segera tertutup. Semua orang diharapkan sudah masuk kedalam pesawat.]

“Kalian berdua, cepat!” seru Louise melihat masih ada dua orang yang sedang berbicara alih-alih masuk ke dalam kapal.

Mendengar teriakan Louise, Akio segera berlari memasuki kapal tanpa menghiraukan keberatan dan ketidaksetujuan valkries berambut merah.

Sementara Valkries berambut merah segera berdecak kesal melihat kekeraskepalaan Akio.

Saat didalam pesawat, valkries berambut merah itu melihat ke kerumunan namun tidak menemukan Akio. Dia mendengus semakin kesal karena berpikir Akio yang tidak kompeten akan membahayakan dirinya sendiri dan orang lain di medan perang.

Pesawat lepas landas menuju ke tempat dimana kekacauan sedang  terjadi.

******

Akio berdiam di sudut pesawat. Bersembunyi dari valkries berambut merah yang dengan keras kepala melarangnya untuk ikut ke medan perang. Entah apa alasannya.

Memikirkan dia tidak sempat meminta ijin pada Louise, Akio merasa semakin tak enak. Jadi, demi menenangkan perasaannya, Akio menatap ke luar jendela dimana hanya ada pemandangan putih dari awan-awan yang terlihat.

Itu cantik sekaligus membosankan.

Namun, ketika mereka hampir sampai dilangit Pegunungan Tibet, pemandangan awan putih itu berubah menjadi kelabu serta suhu cukup dingin lebih dari musim dingin. Kilatan listrik terdengar berderak dimana-mana. Belum lagi suara dentuman keras akibat dua awan besar yang saling bertabrakan akibat kekuatan angin yang mengerikan.

[para Valkries, pejuang demi keberlangsungan umat manusia, kita telah sampai di langit Tibet. Dibawah sana ada Reruntuhan Bangunan dipenuhi oleh musuh dan gadis malaikat kecil itu mulai merasakan ada ancaman akan datang. Tugas kalian sebagai pejuang adalah memberantas para monster itu dan membersihkan Energi Honkai, Apa kalian siap?!]

Pertanyaan dari pengeras suara itu disahuti dengan gemuruh kata ‘siap’ dari setiap valkries.

[Jika kalian siap, maka lompatlah ketika pintu kabin bawah terbuka. Bertarung dan berjuanglah demi keberlangsungan hidup umat manusia!]

Setelah perintah itu selesai, satu persatu para valkries dengan gagah berani melompat turun untuk berperang.

Valkries berambut merah itu melihat sekitar sambil menunggu giliran untuk melompat. Saat dia melihat Akio, segera saja dia menghampiri pria itu sambil mencengkeram erat lengannya.

“Apa yang akan kau lakukan? Jangan katakan padaku kau akan melompat turun juga?!” desis valkries berambut merah itu dengan nada berbahaya.

“Aku datang untuk berperang. Bagaimana bisa kau tidak memperbolehkanku melompat turun?” sahut Akio sembari menggeretakkan giginya jengkel.

Dia tidak mengerti kenapa valkries ini masih terus mengganggunya dan bahkan melarangnya ikut ambil bagian dalam perang ini?! Bukankah semakin banyak prajurit yang berperang maka akan semakin bagus?

“aku bilang kau jangan ikut melompat. Kau tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk berperang. Bagaimana jika kau akan membahayakan valkries lain?” teriak valkries berambut merah itu jengkel.

“Aku akan memilih tempat pertarungan terjauh dari para valkries lain agar tidak membahayakan mereka, apa kau puas?!” decak Akio tidak sabar.

“Itu bukan solusi!” tandas valkries berambut merah itu.

Disekitar mereka, valkries sudah banyak yang melompat sehingga hanya tersisa kurang dari selusin orang.

“semua prajurit berhak untuk melakukan kontribusi untuk umat manusia. Kau tidak memiliki hak untuk melarang,”

Setelah mengatakan hal itu, Akio segera melompat turun ke medan perang.

Tindakannya itu tentu saja membuat valkries berambut merah merasa sangat kesal. Tapi tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain melompat turun bersama yang lain. Dia hanya akan melampiaskan rasa kesalnya ini dengan membunuh lebih banyak monster buruk rupa itu.

Akio yang masih melayang diudara melihat para monster beringas tanpa ampun. Mereka sama sekali tidak menahan diri ketika melakukan serangan sehingga mengakibatkan kehancuran wilayah di sekitar perbatasan India dan Tibet.

Menghunus pedangnya, Akio melakukan salto dan menyerang salah satu monster buas emperor yang paling dekat dengannya.

Monster dengan mata kusam itu mengelak dan menjadikan panahnya sebagai senjata. Untungnya Akio memiliki banyak pengalaman pertarungan meski sebagian besar adalah hasil mengamati tindakan latihan bersama Louise dan mengamati saat tubuhnya dikendali oleh alter egonya.

Dengan lebih banyak usaha, Akio mampu menumbangkan dan membunuh satu monster buas emperor itu.

Begitu memastikan monster buas emperor yang dibunuhnya mati, barulah Akio bergerak untuk membantu valkries lain yang di kepung oleh beberapa monster buas emperor.

Dengan bantuan Akio, valkries itu merasa sedikit lega dan pertarungan menjadi tidak sealot sebelumnya. Punggung keduanya saling menempel saat waspada melihat sekitar.

“terima kasih.” Ucap valkries itu.

“Kita bertarung bersama, sudah sewajarnya untuk saling mendukung satu sama lain.” Sahut Akio senang karena akhirnya bisa bertemu dengan valkries yang bisa bicara dengan baik, bukannya seperti valkries berambut merah yang selalu meremehkannya.

.....BERSAMBUNG.....

The Blood Judgement I : ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang