bab 50

15 1 0
                                    

Berita kejadian Gendhis sudah menyebar di seluruh awak media.
Bahkan para awak media dengan tak tahu malunya datang berbondong-bondong untuk mengorek lebih dalam informasi, tak memperdulikan keluarga yang menjadi sumber dalam keadaan berduka.

Reksa tersenyum getir menatap gundukan tanah yang bertabur bunga. Salah satu tangannya terulur mengeluas nisan nama dari orang yang amat berarti dalam hidup nya.

Bersamaan dengan itu, air mata Reksa lagi-lagi tak bisa tertahan.
Bahu nya bergetar menandakan lelaki itu tengah menangis dalam diamnya.

"Inikah rasanya kehilangan? Bahkan lebih sakit dari mendapatkan luka tusukan" lirih Reksa

Seluruh pelayat serta beberapa keluarga sudah pada berpulangan.
Menyisahkan Reksa yang masih asik ngobrol dengan gudukan tanah itu yang ditemani oleh Rasya dan Wisnu.

Awan hitam mulai berkumpul,
Mengundang kegelapan bersamaan dengan kilat yang menyambar.
Tak berselang lama setetes air mulai berjatuhan dari atas.

Rasya tersenyum pedih menatap adik bungsunya, tangan nya mengelus lembut bahu Reksa.

"Ikhlaskan, agar dia tidak terbebani dengan air mata mu, sa."ujar Rasya

Reksa diam sebentar "apa setelah ini aku masii sanggup untuk menjalani hidup? " lirih Reska tersenyum pedih.

"Belajar untuk mengikhlaskan, sa. Walaupun kenyataan nya itu tak mudah. Biarkan dia bahagia disana. Lihat lah, mungkin saat ini dia sudah tersenyum bahagia disurga, tapi sayangnya senyuman nya langsung hilang melihat kamu seperti ini. Apa kamu ingin dia kembali bersedih, sa? Apa kamu mau dia tidak bahagia disana? " tanya Wisnu yang langsung dijawab gelengan kepala.

"Tidak, om. Saya ingin dia bahagia dia sana. Walaupun kebahagiaan dia tanpa adanya saya. Saya mau melihat dia bebas tersenyum tanpa memikirkan apa pun termasuk itu saya"

"Bagus, belajar lah untuk tetap tegar"

"Ayo kita segera pulang, langit sudah mendung dan hujan juga sudah mulai turun" ujar Rasya yang dijawab anggukan oleh keduanya.

Reksa menatap kelangit "lihat sayang, bahkan semesta seakan juga tengah bersedih merasa kehilangan mu"

Ketiganya mulai melangkah meninggalkan area pemakaman.
Tentunya dengan langkah yang amat berat, harus meninggalkan orang berharga berada di tempat itu sendirian.

Jalanan macet dipenuhin oleh pengendara yang sudah tak sabar untuk pulang menghindari hujan yang sudah turun.

Reksa menatap nanar ke arah jalanan yang padat,

"Kita berhenti dulu di cafe depan sampai hujan reda" ujar Wisnu yang dianggukin oleh Rasya selaku sebagai supir.

Sesampainya di cafe, mereka lebih memilih untuk duduk didekat pojok. Itu permintaan dari Reksa, karena saat ini lelaki itu masiih enggan untuk bertemu dengan orang banyak.

Reksa hanya diam, ia tak berniat untuk memesan makanan ataupun minuman. Padahal sejak tadi Rasya maupun Wisnu sudah menawarkan padanya.

Pandangan matanya hanya terpokus menatap kemeja sebelah nya. Dimana ada pasangan suami istri yang tengah menggendong bayi mereka, bahkan sang istri juga sedang mengandung.

Airmata Reksa kembali jatuh melihat pemandangan itu,
Dadanya kembali terasa sesak.

Seharusnya kita bisa merasakan itu dhis, seharusnya dalam waktu beberapa bulan saya bisa mengelus perut kamu dan menyambut kelahiran anak kita batin Reksa menundukkan kepala nya.

Rasanya ia sudah tak sanggup untuk mendongakkan kepala nya keatas, maupun menatap kearah sekeliling.

Tepukan pada bahunya membuat Reksa terpaksa mendongakan kepalanya keatas.

Effort And ResultsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang