Seorang gadis berjalan dengan senyum yang terus mengembang sembari menatap gedung-gedung yang menjulang tinggi di kiri-kanan jalan yang ia lalui. Pukul tujuh masih kurang sepuluh menit lagi tapi dia sudah hampir sampai ke sebuah kantor yang ia tuju.
Pekerjaan pertamanya setelah mendapatkan legalitas secara resmi sebagai dokter. Ditambah lagi dia adalah warga baru di kota besar ini sehingga belum tahu bagaimana suasana pagi di kota ini. Itulah yang menjadi alasannya rela bangun jam empat lalu bersiap-siap dan berangkat di pagi buta agar tidak terlambat mengerjakan tugas awalnya di luar rumah sakit.
"Selamat pagi. Ada yang bisa dibantu?"
Gadis itu terhenti di depan pintu masuk kantor sambil memperhatikan seorang pria yang ia duga sebagai petugas keamanan meski hanya memakai kaos oblong putih namun bercelana seragam dan sepatu.
"Pagi, Pak. Nama saya Adis. Saya dari rumah sakit bedah lentera." jawab gadis itu semangat.
Sang security langsung mengambil sebuah buku tamu dan membaca nama-nama tamu yang sudah diinformasikan akan datang hari ini.
"Nama panjangnya, Mbak?"
"Jenaira Adisti."
"Dokter Jenaira Adisti. Silakan menunggu di dalam, Dok."
Gadis itu mengangguk tanpa melunturkan senyuman.
"Kepagian lho, dr. Adis." ucap pria berkumis tipis itu sambil mematikan lampu yang ada di sekitar lobi. "Setengah delapan baru pada datang. Jam segini paling baru OB dan satpam yang ada."
"Tidak apa-apa, Pak. Saya sengaja datang awal, Takut telat."
Pria itu kembali mendekati Adis sambil tersenyum lalu mengulurkan tangan. "Saya Ridwan, Mbak. Salah satu satpam di sini. Dr. Adis ini yang menggantikan dr. Putu?"
Adis tersenyum senang sambil membalas uluran tangan itu. Namun kemudian dia bingung dengan nama yang disebutkan.
"Saya tidak kenal dr. Putu sebelumnya, tapi saya memang pegawai baru di Lentera, Pak.
"Dr. Adis memangnya asli mana?"
"Saya dari Jogja, Pak."
"Oh, Jogja. Lalu di sini?"
"Saya tinggal di kos, Pak."
Ridwan mengangguk paham lalu pamit untuk bersiap pulang karena dia jaga malam dan akan bergantian dengan temannya yang sudah datang jaga pagi.
"Pak, boleh saya muter-muter lihat sekitar sini?" tanya Adis sebelum Ridwan benar-benar pergi.
"Silakan, Dokter."
Adis kemudian berdiri dan mulai melihat-lihat lantai satu kantor ini. Semakin melihat banyak hal, semangat kerjanya semakin terbakar sempurna. Mungkin karena ini adalah awal mula karirnya di kota rantau.
Untuk mencapai pekerjaan ini, butuh banyak perjuangan yang harus ia lalui. Termasuk tarik ulur dengan orangtuanya yang sebenarnya keberatan jika Adis kerja jauh dari mereka. Dia harus berjanji banyak hal sehingga akhirnya orangtuanya memberi izin. Ia meriset banyak rumah sakit, dan rumah sakit lentera menjadi salah satu dari tiga yang ia rasa cocok untuknya. Lalu takdir membawanya diterima di rumah sakit itu.
Selain karena keinginan berkarir yang bagus, Adis punya motivasi lain ketika memilih bekerja jauh dari keluarganya. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak Yang pertama juga berprofesi sebagai dokter dan sudah bekerja mapan di daerah asalnya. Lalu kakak keduanya berprofesi sebagai tentara yang kini masih bertugas di Lebanon.
Menjadi anak bungsu yang selalu dianggap paling harus dilindungi, paling harus dijaga dan paling harus dibantu selama bertahun-tahun dari kecil hingga sekarang, menjadi motivasi tersendiri bagi Adis untuk bisa hidup mandiri di atas kaki sendiri. Ia tahu, pasti akan sulit tinggal jauh dengan keluarga yang selama ini begitu menjaga dan menyayangi nya. Tapi Adis benar-benar ingin menguji kemampuannya sendiri mulai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...